Visi Geospasial

Rasulullah Saw bersabda : “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Thursday, June 28, 2012

URGENSI MEWUJUDKAN KESADARAN GEO-POLITIK ISLAM MENUJU INDONESIA KUAT, MANDIRI DAN TERDEPAN


URGENSI MEWUJUDKAN KESADARAN GEO-POLITIK ISLAM
MENUJU INDONESIA KUAT, MANDIRI DAN TERDEPAN
Oleh : Fika M.Komara

Potensi Geo-politik Indonesia
Indonesia bukan hanya negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar, namun juga merupakan salah satu negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia dan terletak di posisi silang antara dua benua dan dua samudera. Konsekuensinya banyak jalur laut teritorial di Indonesia dilalui oleh kapal-kapal asing, baik itu kapal niaga sampai kapal induk untuk kepentingan perang. Hal ini menjadikan Indonesia layaknya aquarium raksasa yang bebas dimasuki oleh lalu lalang kapal-kapal asing tesebut.
                Gambar ALKI dan SloC di Indonesia

Ironisnya lalu lalang kapal itu sudah menjadi kesepakatan hukum internasional, melalui apa yang dinamakan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) suatu alur laut di wilayah perairan Indonesia yang dapat dilewati oleh kapal dan pesawat udara asing secara  terus menerus dan langsung serta secepat mungkin yang telah ditetapkan berdasarkan Hukum Laut Internasional /UNCLOS 1982.
 Saat ini Indonesia memiliki 3 ALKI dan 1 SloC (Sea Lane of Communication), yakni :
·         ALKI I : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan
·         ALKI II : Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi
·         ALKI III-A : Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda (Barat Pulau Buru)-Laut Seram (Timur Pulau Mongole) - Laut Maluku, Samudera Pasifik
·         ALKI III-C : Laut Arafuru, Laut Banda terus ke utara ke utara ke ALKI III-A
·         SloC : Selat Malaka, yang merupakan jantungnya perdagangan maritim global
Penelaahan tentang ALKI dan SloC ini baru salah satu contoh potensi geopolitiks Indonesia yang berada pada ranah laut/maritim, kita belum menggali bagaimana potensi di ranah kontinental (darat) dan dirgantara (udara) di Indonesia.Meskipun hari ini jalur transportasi dunia memang paling dominan adalah melalui jalur maritim/laut.

Hegemoni Asing Mengkooptasi Potensi Geopolitik Indonesia
Meskipun Indonesia telah menyediakan 3 jalur lintas damai –sebagai bentuk ratifikasi dari UNCLOS 1982-  yang menghubungkan samudera Hindia dan samudera Pasifik serta laut Cina Selatan, tetapi negara-negara Barat yang memiliki ambisi tertentu, diprakarsai Amerika Serikat tetap menginginkan tambahan ALKI IV yang menghubungkan dari Timur ke Barat melalui laut Jawa. Keinginan ini disampaikan menteri pertahanan Amerika Serikat pada forum The 7th IISS Asia Security Summit Shangri-La Dialogue di Singapura tahun 2008(Ali Helvas,2008).
Maka terlihat sekali posisi Indonesia yang sangat strategis ini ter-subordinasi oleh kepentingan-kepentingan negara Barat melalui berbagai hukum dan perjanjian internasional. Hal ini sebenarnya masuk akal mengingat jalur perdagangan dunia hari ini berkorelasi dengan kepentingan dagang Negara-negara maju. Dari Asia Timur ke Eropa hingga Amerika, hampir 90% perdagangan Internasional diangkut melalui jalur laut. Dari 40% perdagangan Internasional itu semuanya melewati jalur ALKI.

Rendahnya Kesadaran Geopolitik
Mengutip Sri Edi Swasono di artikelnya yang dimuat di harian Kompas berjudul “Kesadaran Geografi Kita” yang menceritakan pengalaman mengajarnya di kelas, dimana ia dapati ternyata para mahasiswanya tidak ada satupun yang mengenal Laut Sawu, Teluk Tomini, Morotai, Sorong, Timika, dan lokasi geografi strategis lain yang berperan pada pola-pola interdependensi ekonomi internasional dan sangat berpengaruh dalam kancah perpolitikan global. Menurutnya apabila bangsa kita seperti yang ada di kelas itu, ini merupakan sesuatu pelumpuhan sempurna (a complete disempowerment) atas suatu bangsa.
Rendahnya kesadaran spasial atau kesadaran geografis masyarakat mengindikasikan belum adanya budaya spasial dalam masyarakat. Kapitalisme yang telah meng-individualisasi masyarakat membuat mereka tidak merasa sempit atau sesak napas hidup di Indonesia hanya berwawasan cekak Jabotabek, tanpa tahu the land beyond, ibarat miopi dan berkacamata sempit cukuplah hidup ini. Ibaratnya, tidak perlu mengenal Nusantara berikut isi dan penghuninya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote. Seolah mereka tidak merasa risi tanpa tahu zero point keberadaan mereka.
Masyarakat yang ideal adalah mereka yang memiliki kesadaran geografis tinggi, atau masyarakat yang memiliki budaya spasial; suatu masyarakat yang biasa diistilahkan sebagai spatially enabled society. Begitupun negara/ kepala negara yang ideal adalah yang memiliki visi geopolitik dikenal dengan istilah spatially enabled government. Kombinasi kesadaran antara dua pihak ini akan mendukung tegaknya sebuah peradaban yang tinggi, yang tentu sangat dipengaruhi oleh kekuatan ideologinya.
Ironisnya, rendahnya kesadaran geopolitik ini justru terlihat dari para pemimpin negeri ini. Letak Indonesia yang berada di posisi silang bukannya membuat bargaining position-nya menguat, malah menjadikan Indonesia bagai “buku terbuka bagi militer asing”. Mantan Menhan Joewono Soedarsono mengibaratkan Indonesia layaknya open book  bagi kekuatan militer asing yang dapat dengan mudah dipantau kekuatannya oleh Amerika Serikat (AS), Australia, Jepang, Rusia, Cina, bahkan Singapura dan Malaysia. Bahkan menurutnya, hal ini sudah terjadi sejak tahun 1960-an.
Mantan Ketua Program Kajian Stratejik Ketahanan Nasional UI, Wan Usman, menilai Pemerintah Republik Indonesia dalam banyak hal terus-terusan didikte negara lain seperti Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa, karena peta kekuatan militer di laut dan udara masih relatif lemah. Menurutnya, era abad ke-21, suka atau tidak suka, negara yang mampu mendominasi kekuasaan laut dan udara akan mengendalikan dunia, karena berkaitan dengan kemampuan menguasai teknologi, termasuk profesionalisme militer. Amerika Serikat dengan Armada lautnya (kapal selam) gentayangan di mana-mana, menggerayangi lautan Indonesia, dengan gratis. Satelit ruang angkasa yang dikontrolnya telah menguasai informasi di seluruh dunia.
               
Kesadaran Geo-politik : Jalan Menuju Negara Besar Dan Kuat
Sebuah negara besar, kuat dan terdepan pasti memiliki pemerintahan dan struktur masyarakat yang kuat dan bervisi besar. Salah satu yang menunjang visi besar itu adalah penguasaan aspek geopolitik atau geospasial. Di negara-negara maju, 80% pengambilan kebijakan telah didasarkan kepada informasi geospasial. Apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah yang membentang luas, sekitar 8 juta kilometer persegi, dari Sabang hingga Merauke. Indonesia juga memiliki sekitar 17.504 pulau yang tersebar di seluruh kedaulatan Indonesia. Kondisi yang demikian luas dan kompleks memerlukan kesadaran geografis yang tinggi dari pemerintah maupun rakyat Indonesia.
Sebenarnya kesadaran geopolitik itu merupakan turunan dari konsepsi kesadaran politik; yang bermakna suatu pandangan yang universal (mencakup seluruh dunia internasional)  dengan sudut pandang yang khas. Menurut Muhammad Muhammad Ismail, selaras dengan definisi politik itu sendiri maka kesadaran politik itu tidak lain adalah upaya manusia untuk memelihara urusan-urusannya.  Pandangan yang universal dan sudut pandang yang khas adalah dua unsur yang mutlak harus ada dalam membentuk kesadaran politik pada diri seseorang atau komunitas.
Dari konsepsi penting ini, maka bisa diturunkan pada makna kesadaran geopolitik. Prof. Gyula Csurgai, seorang pakar Geopolitik dari Swiss mendefinisikan Geopolitik sebagai : Geopolitics is a multi-dimensional method of analysing power rivalries of state and non-state actors seeking the control of a given geographic zone. (Geopolitik adalah metode multi dimensi dalam menganalisa persaingan kekuatan antara aktor Negara dan non Negara dengan melakukan kontrol terhadap zona geografis yang dimilikinya). Dari pengertian di atas bisa disederhanakan bahwa kesadaran geo-politik adalah kesadaran Negara untuk memelihara urusan-urusannya berdasarkan pengaturan/penataan terhadap zona geografis yang dimilikinya.
Manfaat dari kesadaran geo-politik tentu sangatlah besar. Dengan kesadaran geo-politik yang komprehensif, sebuah negara dapat mengelola potensi dan posisi geografisnya demi melindungi, menyejahterakan, dan memajukan seluruh rakyatnya. Sebuah negara dengan kesadaran geo-politik artinya memiliki kesadaran kewilayahan. Bayangkan, seorang kepala Negara yang memiliki kesadaran geo-politik akan mampu mengelola potensi pertambangan, pertanian dan perkebunan apa saja yang ada di wilayahnya sehingga dia mampu secara maksimal melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Seorang Jenderal yang memiliki kesadaran geo-politik akan betul-betul menguasai posisi strategis wilayah teritorialnya, sehingga mampu merancang strategi terbaik untuk mempertahankan kedaulatan negaranya dan bahkan bisa melakukan ekspansi wilayah ke luar negerinya.
Berangkat dari konsep ini, Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia yang memiliki kekayaan alam sekaligus kekayaan geostrategi luar biasa seharusnya bisa mengelolanya dengan baik. Namun yang kita dapati adalah kesadaran geostrategi/ geospasial yang masih rendah baik itu di kalangan pemerintahan maupun masyarakat. Negara seolah absen dalam mengelola seluruh potensi geografis ini disebabkan miskinnya visi politik pemimpin-pemimpinnya. Konsep Wawasan Nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional yang dirancang oleh pemimpin negeri ini pun nyaris tidak berfungsi sebagai kekuatan visi politik yang mampu mengantarkan Indonesia sebagai negara kuat dan mandiri.
               
Visi Politik Islam : Sumbu Kesadaran Geopolitik
Allah SWT berfirman: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ “Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (TQS. AL Anbiya 107).
Rasulullah Saw bersabda : “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Perkara ini ibarat siang dan malam. Allah akan membuat Diin ini memasuki setiap rumah penduduk di gurun, di desa, di kota dengan kejayaan ataupun kehinaan. Allah akan memberikan kejayaan Islam, dan Allah akan menimpakan kehinaan pada kekufuran”. (HR. Ahmad inb Hanbal, at-Tirmidzi).
Ayat dan hadist ini merupakan refleksi visi politik Islam yang luhur sekaligus perintah bagi kaum Muslim untuk memiliki kesadaran geopolitik yang luas tanpa batas dan sekat, karena umat Islam wajib menegakkan Islam bagi seluruh umat manusia di dunia yang berada di seluruh penjuru bumi ini. Umat Islam mempunyai tugas mengemban dakwah Islam kepada seluruh manusia, mereka harus melakukan kontak dengan dunia dengan menyadari keadaan-keadaannya, memahami problem-problemnya, mengetahui motif-motif politik berbagai negara dan bangsa, dan mengikuti aktivitas-aktivitas politik yang terjadi di dunia.
Rasulullah Saw adalah suri teladan terbaik dalam penguasaan geopolitik, dan hal ini beliau tunjukkan sejak tahun-tahun pertama berdirinya negara Islam di Madinah. Sadar bahwa kekuatan ekonomi Makkah masih lebih besar dibandingkan negara Islam di Madinah, maka Rasul memulai langkah dari hal yang paling strategis yakni melalui pemetaan jalur perdagangan Makkah ke Syam. Dalam kitab Sirahnya, al-Mubarakfury menuturkan strategi yang diterapkan Rasulullah adalah terlebih dahulu melemahkan kekuatan ekonomi Quraisy dengan menguasai jalur perdagangan Makkah-Syam. Caranya, pasukan muslim mengadakan perjanjian persekutuan atau perjanjian untuk tidak memusuhi kabilah-kabilah yang tinggal di sekitar jalur tersebut. Dilakukan pula ekspedisi-ekspedisi militer secara bergantian ke jalur tersebut. Ekspedisi militer itu bertujuan mengenalkan kaum muslim pada medan di sekeliling Madinah. Misi lainnya, membangun citra kepada orang-orang Yahudi dan Arab Badui sekitar bahwa kaum Muslimin telah memiliki kekuatan.Dan ternyata berbagai manuver geopolitik-geostrategis ini berjalan efektif menciptakan suasana perang urat syaraf sehingga menimbulkan rasa gentar pada kaum Qurays kala itu.
Langkah-langkah strategis yang dicontohkan Rasulullah Saw ini menunjukkan penguasaan dan kesadaran geopolitik adalah salah satu komponen penting dalam mewujudkan sebuah negara besar dengan peradabannya yang tinggi, meski tentu tidak bisa dilepaskan dari kekuatan Ideologi Islam yang menjadi ruh dari kesadaran geopolitik masyarakat Muslim kala itu.
Kesadaran yang besar akan potensi geopolitik terus berlanjut pada estafet peradaban Islam berikutnya. Dimana masyarakat Islam adalah masyarakat yang spatially enabled society, dan tentu saja para pemimpin-pemimpinnya. Visi geopolitik terpancar dengan kuat dari pemimpin-pemimpinnya sekaligus juga rakyatnya. Misi mulia pembebasan manusia melalui Dakwah dan Jihad melahirkan sosok-sosok seperti Muhammad al Fatih sang penakluk Konstantinopel, juga Thariq bin Ziyad sang penyebrang choke-point Gibraltar.            
Kisah keteladanan Thariq bin Ziyad yang memiliki keberanian yang luar biasa menggugah Iqbal, seorang penyair  Persia,  untuk  menggubahnya  dalam  sebuah  syair  berjudul”Piyam-i Mashriq”: “Tatkala  Tariq membakar kapal-kapalnya di pantai Andalusia (Spanyol), Prajurit-prajurit  mengatakan,  tindakannya tidak bijaksana. Bagaimanabisa  mereka  kembali  ke  negeri asal, dan perusakan peralatan adalah bertentangan  dengan hukum Islam. Mendengar itu semua, Tariq menghunus pedangnya, dan menyatakan bahwa setiap negeri kepunyaan Allah Swt adalah kampung halaman kita.” Thariq bin Ziyad adalah seorang budak Barbar memimpin 12.000 anggota  pasukan  muslim  menyeberangi selat Gibraltar, salah satu chokepoint antara Afrika dan daratan Eropa untuk membebaskan rakyat spanyol dari kezhaliman penguasanya.
               
Penutup
Negeri ini mungkin akan punya kisah yang berbeda, jika sedari awal mencanangkan visi politik Islam sebagai asas dalam mengelola seluruh potensi geografis/ geospasialnya. Hegemoni asing tidak akan bisa mengangkangi dan mengkooptasi potensi geostrategi Indonesia. Apalagi Indonesia adalah negeri muslim terbesar di dunia yang memiliki kekayaan alam sekaligus kekayaan geostrategi luar biasa.

Sebenarnya jika mau mudah saja bagi Indonesia untuk menggertak negara-negara besar, karena skenario pemblokadean ALKI dan atau selat Malaka adalah yang paling ditakuti oleh Barat dan Asia TImur. Jika Indonesia bisa mengontrol dengan baik keberadaan jalur-jalur ini dengan visi politik Islam yang kuat, ditambah pengelolaan kekayaan negeri yang mandiri, niscaya dengan cepat Indonesia muncul sebagai kekuatan besar di dunia.  

Sunday, June 17, 2012

Muslim Myanmar: Minoritas Paling Teraniaya di Dunia

Muslim Myanmar: Minoritas Paling Teraniaya di Dunia
*diolah dari Era Muslim 


Selain itu kisah memilukan –bahkan lebih pilu dari Patani- terjadi di Myanamr. Kaum muslim di Myanmar berjumlah 15 % dari total penduduk yaitu sekitar 7 Juta orang. Kira-kira seperduanya berasal dari Muslim Arakan. Arakan sendiri adalah sebuah provinsi Myamnar bagian barat laut yang memiliki tapal batas dengan Bangladesh.

Kaum Arakan selalu mendapat penindasan yang kejam dari pihak pemeluk agama Budha. Di tengah siskaan itu mereka tetap bertahan, kendati banyak pula umat muslim Myanmar yang tidak kuat atas tekanan itu dan memilih untuk memeluk Budha. Kaum Arakan itulah yang kini bernama Rohingnya. [2]


Muslim Myanmar telah diberi label sebagai salah satu kelompok yang paling teraniaya di dunia. Ditengah hidup dirasa sulit, Pemerintah Myanmar pun menolak untuk mengakui mereka. Mereka mengatakan etnis Rohingya bukanlah penduduk asli Myanmar dan mengklasifikasikan mereka sebagai migran ilegal, padahal mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi. [3]
Pemerintahan Islam pun sempat berlangsung beberapa abad di Arakan dan meluas sampai ke selatan maoulmein yang pada saat itu yang menjabat pada era kegemilanganya adalah sultan Salim Shah Razagri (1593-1612 M). [4]

Selama 49 tahun kemerdekaan Burma (Myanmar), jumlah Etnis Muslim Rohingya terus dikurangi, mulai dari pengusiran hingga pembunuhan. Sampai saat ini hanya tersisa sedikit umat Islam Rohingya di selatan Arakan sedangkan di bagian utara, Muslim Rohingya masih menjadi mayoritas.

Untuk membatasi jumlah populasi umat muslim dan ghirah ketakawaan Umat, Penghancuran Mesjid menjadi hal biasa. Ratusan Masjid dan Madrasah telah dihancurkan oleh pihak junta, bahkan Al Qur’an dalam banyak kasus dibakar dan diinjak-injak oleh tentara sedangkan kitab-kitab tentang Islam disita dan dijadikan sebagai bahan pembungkus. Pihak junta juga melarang kaum Muslim untuk melakukan berbagai ibadah.

Tindak pemerkosaan terhadap Kaum muslimah pun menjadi kenyataan pahit yang harus dihadapi sehari-sehari muslim Rohingnya. Tak jarang, tentara tiba-tiba masuk ke dalam rumah etnis Rohingya pada tengah malam dan memperkosa kaum wanita di depan suami dan anak-anak mereka. Pengaduan terhadap perlakuan ini hanya akan berujung pada penahanan oleh polisi terhadap pelapor bahkan dalam banyak kasus sang pelapor malah disiksa dan dibunuh.

Di sisi lain pihak junta juga mempersulit gadis-gadis Rohingya untuk menikah. Kita jadi ingat bagaimana program depopulasi yang sering menjadi bagian dari proyek zionisme internasional untuk menahan laju umat muslim. Bisa jadi apa yang terjadi di Myanmar juga terkait misi ini.

Masyarakat juga dipekerjakan sebagai porter militer. Mereka mendapat perlakuan kasar lagi pahit hingga sakit dan kematian menjadi hal yang melekat dakam kehidupan sehari-hari muslim Rohingya. Pemerintah juga sering mengumumkan adanya relokasi penduduk minoritas dengan alasan keamanan. Mereka disuruh pergi sedangkan tanah milik kaum muslim diambil oleh pemerintah. Data berikut akan memperpanjang daftar perlakuan diskriminatif pemerintah yang berkuasa terhadap muslim Myanmar. [5]
  1. Pada tahun 1998 ada laporan bahwa penduduk di Wuntho berkewajiban membayar uang untuk merenovasi pagoda. Bila tidak membayar dikenakan denda 5 hari kerja membangun Pagoda
  2. Di Twantay, Yangoon, umat muslim dibwajibkan untuk menjaga Pagoda Kuno Danoke. Penduduk boleh tidak menjaga, asal membayar uang pengganti
  3. Di Bogalay, daerah Irawadi, pemerintah memerintahkan pembangunan jalan sepanjang 32 mil di desa Pechaung dan Kadone, atau mencari penggantinya dengan menyewa orang dengan bayaran $10-$20. Padahal jalan itu tidak ada kaitannya dengan kepentingan umat muslim, karena diperuntukkan bagi peziarah Budha atas perintah rahib mereka di Pe-chaung.
  4. Kelompok Islam di daerah Mangundaum di sekitar Arakan diperintahkan membangun pagoda di Dail Fara. Seorang penduduk berkomentar bahwa mereka diharuskan memerlukan 10 orang pekerja tiap minggunya.
  5. Pemerintah melarang kaum muslimin untuk masuk militer atau naik jabatan ke level perwira menengah. Pemerintah yang berkuasa akan mengajak mereka untuk pindah agama ke agama Budha.
Rentetan peristiwa inilah yang menyebabkan ratusan ribu muslim Rohingnya migrasi ke Negara lain di tahun 1991. Naas di tempat mereka mengungsi pun, kehidupan mereka tak lebih baik memilukan dengan di kampung halaman. Seperti pepatah keluar dari mulut buaya masuk ke kandang macan. Di Thailand, misalnya, mereka justru ”dibuang” ke laut oleh otoritas Thailand.

Kelompok hak asasi manusia menyebutkan, Angkatan Laut Thailand telah dua kali mencegat perahu yang ditumpangi ratusan orang Rohingya kemudian meninggalkan mereka begitu saja di laut lepas dalam perahu tanpa mesin dan perbekalan berupa beberapa kantong beras. Akhirnya sejumlah kapal tenggelam dan sedikitnya 500 orang dilaporkan hilang.

[1] Herry Nurdi, Perjuangan Muslim Pattani, (Jakarta: Sabili Publishing, 2010) h. 14
[2] Awalnya mereka dinakakan Rohang, dan merupakan sebauh angsa yajg berdiri sendiri. Lebih lengkap baca, Seri penelitian PPW-LIPI, Problematika minoritas Muslim di Asia Tenggara : Kasus Moro, Pattani, dan Rohingya. (Jakarta : Puslitbang Politik dan Kewilayahan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2000) h. 48
[3] Etnis Rohingya sudah tinggal di Arakan sejak abad ke-7 Masehi. Hal ini merupakan bantahan bagi junta militer yang menyatakan, bahwa etnis Rohingya merupakan pendatang yang di tempatkan oleh penjajah Inggris dari Bangladesh. Memang secara fisik etnis Rohingya memiliki kesamaan fisik dengan orang Bangladesh. Merupakan keturunan dari campuran orang bengali, Persia, Mongol, Turki, Melayu dan Arab menyebabkan kebudayaan Rohingya sedikit berbeda dari kebanyakan orang Myanmar. Termasuk dari segi bahasa yang banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab, Parsi, Urdu dan Bengali.
[4] M. Ali Ketani, Minoritas Muslim Di Dunia Dewasa ini, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2005) hlm. 204
[5] Sri Nuryanti, Minoritas Muslim di Filipina, Thailand, dan Myanmar : Masalah Diskriminasi Sosial-Budaya, dalam Seri penelitian PPW-LIPI, Problematika minoritas Muslim di Asia Tenggara : kasus Moro, Pattani, dan Rohingya. (Jakarta : Puslitbang Politik dan Kewilayahan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2000) h. 64

Thursday, June 7, 2012

Geopolitics and Journalism : Robert D. Kaplan


Robert D. Kaplan is one of "most widely read” authors in Geopolitics, he is also a journalist. He delivered issue that Geopolitics and Journalism are two power that have to combine. Journalism is about informing people what is going on in present, meanwhile the geopolitics offers long term prediction that can makes the journalist see the future