Visi Geospasial

Rasulullah Saw bersabda : “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Monday, May 26, 2014

Konflik Laut China Selatan yang berkepanjangan | Ajang perebutan predator kapitalis global yang berpotensi memakan korban

Sebuah protes yang jarang sekali terjadi di Vietnam berlangsung di Hanoi dan Ho Chi Minh Minggu 11 Mei 2014 hari ini. Ratusan orang bersatu menentang China yang membangun kilang minyak raksasa di Laut China Selatan.

Sekira 300 orang melakukan aksi protes di depan Kedubes China di Hanoi. Aksi protes juga berlangsung di Konsulat China di Ho Chi Minh. Massa terdengar meneriakan kata-kata "keruntuhan China".

Protes yang terjadi menunjukkan ketegangan yang meningkat tajam antara China dengan Vietnam. Kedua negara diketahui saling berebut wilayah Laut China Selatan. (http://international.okezone.com/read/2014/05/11/411/983391/jarang-terjadi-protes-di-vietnam-menentang-china)

Sengketa kawasan beberapa negara di Laut Cina Selatan, khususnya konflik atas Kepulauan (disingkat: Kep) Spratly dan Kep Paracel ternyata memiliki referensi panjang. Berbagai literatur menyatakan bahwa perebutan keduanya semenjak dulu memang melibatkan banyak negara, antara lain Inggris, Prancis, Jepang, Vietnam dan Cina. Tampaknya kini lebih banyak lagi peserta yang masuk lingkaran sengketa, terutama sejak Komisi PBB tentang Batas Landas Kontinen pada Mei 2009 menetapkan pengajuan klaim untuk rak kontinental diperpanjang di luar 200 mil garis pantai. Akibatnya Vietnam, Malaysia, dan lain-lain baik secara terpisah atau bersama-sama mengajukan perpanjangan. Ini memicu protes Cina.






Ya, ribetnya pertikaian teritorial ini ternyata bukan sebatas klaim kepemilikan pulau-pulau, namun persoalan lain pun bercampur, seperti hak berdaulat atas Landas Kontinen dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), termasuk penggunaan teknologi baru terkait exploitasi serta explorasi minyak dan gas bumi oleh negara tertentu, dan lain-lain.

Secara garis besar pertikaian kepulauan di atas dapat digolongkan sebagai berikut, (1) Kep Paracel: antara Cina versus Taiwan, (2) Kep Spratly: antara Cina versus beberapa negara yaitu Malaysia, Philipina, Taiwan, Vietnam dan Brunai Darussalam. Cina pun sebenarnya tengah ribut dengan Philipina terkait Dangkalan Scarborough Shoal, juga berkonflik versus Jepang soal Pulau Dioayu atau Senkaku, dan lainnya.

Dari semua sengketa barangkali yang menarik ialah Kep Spratly. Kenapa demikian, betapa geografisnya memiliki leverage dibanding pulau-pulau lain. Artinya selain merupakan jalur perairan internasional, ia dianggap strategis dari aspek pertahanan karena geo-possition dan yang utama ialah kandungan sumber daya alam (SDA) berupa minyak dan gas alam. Lebih signifikan sebenarnya dari kajian geopolitik, artinya jika menguasai Spratly berarti akan mengontrol lintasan rute pelayaran antara Pasifik atau Asia Timur menuju Lautan Hindia.
(http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=9188&type=4#.U3p4J3av8dw)

 

Khilafah adalah Masa Depan Hakiki bagi Muslim Moro di Filipina Selatan, Bukan Perjanjian Damai Demokratis yang Sarat dengan Kepentingan Imperialis!!

Pada hari Minggu tanggal 4 Mei lalu, berbagai media Filipina melaporkan  aksi massif “ratifikasi rakyat” yang diselenggarakan serentak di beberapa area penting di Mindanao dalam rangka mendesak Kongres untuk meloloskan Hukum Dasar Bangsamoro (Bangsamoro Basic Law). Laporan dari Luwaran.com, situs informasi resmi dari Front Pembebasan Islam Moro (MILF), menginformasikan jumlah peserta aksi long march tersebut mencapai 200.000 orang termasuk ribuan Muslimah di delapan kota dan empat kotamadya di Filipina Selatan.
Setelah lebih dari 40 tahun konflik berdarah antara MILF dan pemerintah Filipina, presiden Kelompok Wanita Barangay – Hazar Muarip Ahmad mengatakan mereka sudah “sakit dan lelah dengan perang,” karena perempuan dan anak-anak adalah korban pertama yang paling terimbas jika konflik meletus. Di sisi lain, hal itu juga mempengaruhi kualitas pendidikan anak-anak sebagaimana yang disampaikan oleh Ahmad Al-Amin, Ketua Kaukus Masyarakat Adat Bangsamoro dalam wawancara terpisah.

Hukum Dasar Bangsamoro merupakan bagian dari Perjanjian Komprehensif pada Bangsamoro (Comprehensive Agreement on Bangsamoro/CAB) antara pemerintah Filipina di bawah pemerintahan Aquino, dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang telah dicapai setelah perundingan panjang selama 17 tahun dan secara intensif difasilitasi oleh lembaga-lembaga internasional, termasuk beberapa negara besar seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Jepang, dan Malaysia.

Perjanjian ini juga memberikan peta jalan (roadmap) baru untuk Bangsamoro, yakni sebagai entitas politik otonom baru yang akan menggantikan Wilayah Otonomi Muslim Mindanao (ARMM) yang dianggap oleh Presiden Filipina sebagai “percobaan yang gagal”. Di sisi lain, perjanjian ini juga membentuk identitas baru untuk Muslim Moro sebagai “bangsa Moro”, bangsa adalah kata Melayu yang berarti ‘bangsa’ yang akan mencakup tidak hanya suku Muslim etnis, tetapi juga penduduk yang beragama Kristen dan masyarakat adat di wilayah Bangsamoro.


Perangkap Demokrasi yang Sarat dengan Kepentingan Asing
Perjanjian damai yang diupayakan pemerintah sekuler Filipina yang didukung oleh lembaga-lembaga dunia, sejatinya tidak akan pernah menciptakan kemerdekaan hakiki bagi Muslim Moro yang minoritas, termasuk kaum Muslimah dan anak-anak Moro yang puluhan tahun hidup tertindas hingga lebih dari 120 ribu nyawa Muslim Moro melayang selama 40 tahun terakhir.

Perjanjian komprehensif ini tidak lain adalah sekedar “perangkap demokrasi” yang digunakan untuk mengaburkan identitas sejati umat Islam di Filipina Selatan, menganeksasi wilayah selatan Filipina yang sangat kaya akan sumberdaya alam, melumpuhkan gerakan politik bersenjata Moro Islamic Liberation Front (MILF), dan menjinakkan umat Islam agar menjadi lebih moderat, pragmatis sehingga menyakini bahwa demokrasi adalah kancah perjuangan Islam yang ideal. Semua upaya dilakukan oleh penguasa kufar Filipina dan lembaga-lembaga internasional yang tidak menginginkan Islam tegak di Filipina Selatan, yang bermuara pada tujuan yaitu partisipasi dalam demokrasi dari kaum Muslimin dan menyibukkan mereka dengan hal tersebut sehingga meninggalkan segala upaya untuk merealisasikan perjuangan penegakan Syariat Islam.

Dengan terikat dengan perjanjian damai seperti CAB, bahaya yang lebih besar sesungguhnya menanti umat Islam di Filipina Selatan. Imperialisme AS dan negara-negara Kapitalis lainnya semacam Australia dan Jepang siap mengeksploitasi kekayaan ekonomi yang dimiliki pulau Mindanao dan Sulu di Filipina Selatan. Hal ini tidaklah aneh, karena hampir empat abad kekuasaan Spanyol dan enam dekade pengawasan AS telah membelenggu Filipina dengan eksploitasi feodal dan semi-feodal. Petani Filipina telah kehilangan tanah; pekerja dihinakan menjadi tenaga kerja murah; dan sumber daya alam dan lingkungan, dijarah dan dirusak. Filipina telah lama menjadi pasar pembuangan untuk barang-barang mahal, dan pangkalan depan untuk hegemoni imperialis AS dan sekutunya di Asia-Pasifik. Bahkan untuk mengamankan kepentingan geopolitiknya di Asia Pasifik, secara khusus AS telah mengerahkan pasukannya di Mindanao.

Khilafah: Masa Depan Hakiki untuk Muslim Moro
Wahai saudariku Muslimah Moro, sadarilah! Bahwa muslim Moro adalah bagian tidak terpisahkan dari umat Islam yang satu di seluruh dunia Islam yang terbentang dari Maroko hingga Merauke! Kaum Muslimah di sepanjang bentangan kawasan itu mengalami penderitaan yang sama seperti yang kalian rasakan, tertindas dan terjajah di tanah mereka sendiri. Kita adalah umat yang satu, nabi kita satu, dan Al-Quran kita pun satu, maka tinggalkanlah atribut kebangsaan sekuler yang mengkotak-kotakkan umat Islam!  Karena Islam mengajarkan bahwa ikatan terkuat bagi seorang Muslim itu adalah Aqidah Islam yang termanifestasi dalam ukhuwah Islamiyah, dan ikatan ini wajib diletakkan diatas suku bangsa, ras ataupun warna kulit.

Islam juga mewajibkan umatnya untuk hidup di bawah satu kepemimpinan politik (Khilafah). Haram bagi mereka terfragmentasi di bawah kepemimpinan politis yang lebih dari satu, apalagi harus hidup tertindas dibawah tirani mayoritas kaum kafir. Rasulullah SAW pernah bersabda:
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا
Apabila ada dua khalifah yang dibaiat, maka bunuhlah yang paling terakhir dari keduanya.“ (HR. Muslim no. 3444). Oleh karena itu Khilafah akan menyatukan wilayah Filipina Selatan dengan kepulauan Indonesia, Malaysia dengan seluruh tanah kaum Muslimin di seluruh dunia. Khilafah juga akan membebaskan tanah kaum Muslimin di Mindanao, Sulu, Burma, Suriah, hingga Afrika Tengah, serta akan menjadi perisai bagi kehormatan umat Islam termasuk kaum Muslimah dan anak-anak di seluruh wilayah negara Khilafah.

Khilafah dengan visi politik luar negerinya yang luhur tidak akan pernah membiarkan wilayah kaum Muslimin jatuh ke tangan kuffar melalui berbagai jerat perjanjian imperialis. Daulah Khilafah akan mengakhiri politik luar negeri negeri-negeri Muslim yang penuh dengan nuansa kelemahan dan ketertundukan ini akibat jerat nasionalisme dan pengkhianatan penguasa boneka Barat. Khilafah akan menggantinya dengan sebuah visi politik luar negeri yang berorientasi mulia untuk penyebaran dakwah Islam ke seluruh dunia dengan metode dakwah dan Jihad.

Wahai saudariku tercinta Muslimah Moro! ingatlah bahwa jalan satu-satunya untuk merdeka adalah kembali pada pangkuan Islam dan bersatu dengan seluruh umat Islam di bawah naungan Khilafah! Sadarilah bahwa umat Islam tidak boleh kembali masuk perangkap musuh untuk kesekian kalinya, kekuatan umat Islam tidak boleh dilucuti oleh perangkap bernama demokrasi dan nasionalisme! Tetaplah konsisten dengan jalan perubahan melalui metode dakwah yang lurus yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, karena itu  bergabunglah dengan perjuangan demi tegaknya Khilafah Islam yang kedua yang akan membungkam siapapun yang menyerang dan menodai kehormatan kaum Muslimah di seluruh dunia di bawah kalimah Tauhid dan pemerintahan Islam.

Fika Komara

Islam mensejahterakan Nusantara lebih dari 3 abad, kolonialisme Barat justru yang memiskinnya hingga hari ini!



وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (TQS An Nahl : 112)



 http://4.bp.blogspot.com/-CyxcXen7P1g/U0n2uBeecfI/AAAAAAAAFdc/4xSNykm6jgE/s1600/Indonesia+Milik+Allah

Dalam periodisasi abad ke-16 sampai dengan 18 sejarah Indonesia dikenal sebagai masa keemasan kesultanan Islam yang tersebar di kepulauan Nusantara yang sebagian besar lahir berbasiskan perekonomian maritim. Era Islam di Nusantara ini, mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan di hampir seluruh wilayah di Nusantara, sehingga era ini sering disebut sebagai era kebangkitan dan kemajuan Nusantara. Kemunculan era ini akibat peningkatan aktivitas lalu lintas perdagangan Islam di jalur Samudera Hindia dan Asia Tenggara pada abad ke-16 serta keruntuhan kerajaan Hindu-Budha Majapahit pada sekitar peralihan abad ke-15 dan 16. Kemakmuran yang dibawa Islam ke tanah Nusantara ditandai oleh meningkatnya lalu lintas pelayaran, kelahiran kota pelabuhan emporium, kelahiran pusat politik Islam di bawah kesultanan, munculnya komunitas pedagang muslim yang menjadi pelaku ekonomi perdagangan, dan terbentuknya jaringan perekonomian nusantara.


Kolonialisme Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris) menimbulkan dampak terhadap dinamika Islam di Nusantara. Secara politik-ekonomi, kolonialisme mengakibatkan kemunduran ekonomi kaum Muslimin sehingga era colonial ini juga disebut sebagai era kesuraman – pemaksaan monopoli perdagangan menyebabkan kemunduran dan kesengsaraan rakyat. Di bidang politik kolonialisme mengakibatkan hancurnya sebagian besar entitas politik kesultanan Islam. Periode ini merupakan masa kemunduran dan kemerosotan kaum Muslim di Nusantara sebagai akibat dari penetrasi kolonialisme Barat yang berlangsung sejak awal abad ke-19.

Di era kesultanan Islam di Nusantara nyaris tidak terdengar praktek eksploitasi atau kerja paksa pada rakyat, termasuk kaum perempuan. Namun pada era kolonialisme Eropa dan Jepang praktek ini sangat menonjol. Pada masa pendudukan Jepang, kita mengenal istilah romusha, yaitu orang Indonesia yang 'diperbudak' dalam kerja paksa. Sebelumnya ada cultuurstelsel alias aturan tanam paksa pada zaman penjajahan Belanda.


Sumber: Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jilid Asia Tenggara, Ichtiar Baru Van Hoeve