Visi Geospasial

Rasulullah Saw bersabda : “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Monday, March 20, 2017

4 Hal Strategis Tentang Terusan Kra

4 Hal Strategis Tentang Terusan Kra #Thailand


Beberapa tahun lalu tersiar berita di berbagai Media Internasional bahwa Thailand dan China telah menyepakati satu MoU (Memorandum Of Understanding) yang ditandatangani di Guangzhou, China untuk membangun Terusan Kra yang jika jadi dibangun akan berimplikasi terhadap jalur pelayaran internasional khususnya di kawasan Asia Tenggara.

Tak lama berselang setelah pemberitaan tersebut, banyak analis berpendapat apabila pembangunan kanal tersebut resmi dilakukan maka negara yang paling “dirugikan” secara ekonomis adalah Singapura.

Namun demikian, belakangan terjadi “simpang siur” siapakah yang terlibat dalam pembangunan terlebih pemerintah China melalui juru bicara Kementrian Luar Negeri, Hong Lei membantah bahwa pemerintah China terlibat di dalam MoU tersebut. Begitu juga pihak pemerintah Thailand yang juga membantah keterlibatan di proyek tersebut. Besar kemungkinan MoU tersebut dilakukan oleh dua pihak perusahaan swasta Thailand dan China sebagaimana penelusuran tim redaksi lakukan.

Terlepas dari hal tersebut, ada 4 hal yang pembaca harus ketahui mengenai proyek tersebut.

1. Apa itu Terusan Kra?
Terusan Kra adalah satu proyek pembangunan terusan yang direncanakan untuk kepentingan ‘pemotongan    jalur’ pelayaran sehingga mempersingkat rute pelayaran kapal tanpa melewati Selat Malaka lagi. Lokasi terusan tersebut berada di Thailand Selatan dan akan menghubungkan langsung dengan Laut Andaman. Terusan ini panjangnya sekitar 102 km, lebar 400 meter dengan kedalaman lebih dari 20 meter. Pengerjaan kanal tersebut membutuhkan 8-10 tahun untuk pengerjaannya. Estimasi biaya yang dibutuhkan untuk membangun terusan tersebut sekitar USD 28 milyar.

Terusan Kra juga akan mempersingkat perjalanan sekitar 1.200 km antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan juga bisa mempersingkat waktu pengiriman antara dua hingga lima hari dan menghemat sekitar 350 ribu dolar AS bahan bakar.

Selain penghematan waktu serta biaya angkut, Terusan Kra juga bisa memperbesar arus pengiriman logistik antara Asia Timur dan Eropa. Perjalanan yang ditempuh pun menjadi semakin ringkas tanpa perlu melalui Selat Malaka. Hal itu sekaligus mengurangi resiko ancaman bajak laut yang sering terjadi dikawasan selat malaka.


2. Terusan Kra Sudah Direncanakan dari Ratusan Tahun Lalu

Ide pembangunan Terusan Kra pertama kali diusulkan oleh Siam Raja Narai sekitar tahun 1677. Ide pembangunan terusan tersebut muncul dan tenggelam seiring kepentingan politik yang melatarbelakanginya. Sebagai contoh perjanjian Anglo-Thai Treaty pada tahun 1946 yang melarang pemerintah Siam untuk membangun terusan tersebut karena dapat mengganggu kepentingan Singapura (koloni Inggris) sebagai negara rute persinggahan kapal. Kemudian gagasan itu muncul lagi pada sekitar tahun 1950 dan 1970-an dan dikabarkan pada saat itu, Jepang berminat untuk bekerjasama membangun proyek tersebut.

Namun rencana itu terhenti sebatas rencana. Barulah saat ini didorong atas faktor kebangkitan ekonomi China satu dekade terakhir, China berencana untuk terlibat dalam proses pembangunan kanal tersebut. Tahun lalu Pakdee Tanapura, pengusaha yang juga anggota dari komite Terusan Kra mengatakan kepada The Strait Times bahwa kanal tersebut dapat menjadi bagian dari rencana konsep Maritime Silk Road yang digagas China yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas dan perdagangan melalui Laut Cina Selatan


3. Terusan Kra akan ‘mengancam’ Singapura

Dengan adanya Terusan Kra, Singapura yang selama ini banyak mendapatkan devisa dari rute pelayaran kapal yang melewati Selat Malaka terancam secara ekonomi karena akan mengurangi jumlah kapal melewati rute tersebut sehingga berimplikasi terhadap negara mereka. Pada tahun 2014 industri maritim Singapura berkontribusi sekitar 7 persen terhadap GDP.


4. Terusan Kra akan menguntungkan Thailand dan China

Terusan Kra akan mendorong meningkatkan pertumbuhan ekonomi Thailand dari proyek tersebut seperti biaya masuk terusan, dan juga akan mendorong meningkatnya minat investor untuk berbisnis di Thailand. Keuntungan bagi China, akan memperpendek rute dan memangkas biaya angkut dari dan ke China khususnya untuk kepentingan dagang mereka.


******

sumber: http://maritimnews.com/4-hal-strategis-tentang-terusan-kra/

Posisi Geopolitik Muslim Pattani di Lokasi Pembangunan Terusan Kra Thailand


Pembangunan Terusan Kra di Thailand cukup mencengangkan dunia pelayaran internasional. Pasalnya, terusan yang memotong Thailand Selatan tersebut akan menghubungkan antara Laut Andaman dan Laut China Selatan, tanpa melewati Selat Malaka lagi.

Terusan ini memiliki panjang sekitar 102 km, lebar 400 meter dengan kedalaman lebih dari 20 meter. Pengerjaan kanal tersebut membutuhkan waktu 8-10 tahun dengan estimasi biaya sekitar USD 28 milyar. China disebut-sebut pula sebagai negara yang akan membiayai proyek tersebut.

Tidak ketinggalan, berbagai asumsi di dalam negeri pun turut mewarnai hiruk pikuk pembangunan proyek tersebut. Tinjauannya seputar bagaimana dampaknya terhadap Indonesia dengan visi Poros Maritim Dunia-nya saat ini. Mereka mengkhawatirkan bukan hanya Singapura dan Malaysia yang mati jika terusan ini dibangun, tetapi Indonesia juga.

Pengamat intelijen dan pertahanan, Susaningtyas NH Kertopati yang kini juga ‘concern’ terhadap isu kemaritiman dan geopolitik Indonesia angkat bicara terkait hal ini. Ia menyatakan pembangunan terusan KRA ini akan sulit terlaksana mengingat daerah Thailand Selatan kini sedang bersitegang dengan pemerintahannya.

“Di Selatan Thailand ada separatis Patani Melayu Muslim, dalam kondisi tidak ada pemisah fisik saja mereka mau merdeka apalagi diberi pemisah fisik. Menurut saya ini menjadi pertimbangan Thailand juga,” kata Nuning biasa akrab disapa saat dikonfirmasi di Jakarta, (19/3).

Sumber: http://maritimnews.com/terusan-kra-dibangun-pengamat-indonesia-tak-perlu-khawatir/


Komentar:


Saya pikir analisa Susaningtyas patut untuk dipertimbangkan, mengingat setiap pembangunan ekonomi selalu ada social cost/ social risk-nya. Selain keberatan negara lain seperti Singapura sebagai faktor eksternal, maka keberadaan provinsi-provinsi Muslim di Thailand Selatan tentu jadi pertimbangan social risk di internal dalam negeri Thailand.

Namun di luar perdebatan itu ada hal yang menurut saya juga menarik yakni, posisi umat Islam yang nyaris selalu berada di titik titik geostrategis. Jika dilihat lebih jeli peta sebaran umat Islam di Asia Tenggara, maka kita akan dapati hampir semua titik-titik kekuatan umat Islam di Asia Tenggara memiliki nilai geopolitik yang sangat strategis.

Posisi Kesultanan Arakan yang berada di Teluk Benggala merupakan garis pantai yang sangat penting dalam jalur perdagangan dunia sampai hari ini. Posisi Kesultanan Pattani yang terletak di Tanah Genting Kra, sebuah jembatan darat sempit yang menghubungkan Semenanjung Melayu dengan daratan Asia, yang juga merupakan akses terdekat ke Laut China Selatan. Begitu juga letak kepulauan Sulu dan Mindanao yang  tidak kalah strategisnya.

Tentu muncul pertanyaan apakah mungkin ini terjadi secara sporadis? Semua ini disebabkan penyebaran Islam di Asia Tenggara didrive secara terintegrasi pada jalur-jalur perdagangan maritim dalam waktu yang lama dan berkesinambungan yang melibatkan semua unsur umat Islam baik itu ulama, penguasa bahkan rakyat biasa.

Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749). Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China.

Ini merupakan bukti bahwa masyarakat Islam yang sering diilustrasikan sebagai “pedagang arab” dalam ilmu sejarah adalah mereka yang memiliki kesadaran geografis tinggi. Suatu masyarakat yang biasa diistilahkan sebagai spatially enabled society. Begitupun negara/ kepala negara yang ideal adalah yang memiliki visi geopolitik dikenal dengan istilah spatially enabled government. Kombinasi kesadaran antara dua pihak ini didukung oleh sebuah peradaban Islam yang tinggi, yang tentu sangat dipengaruhi oleh kekuatan ideologinya.

20032017
Fika Komara @muslimah_negarawan