Fakta pergulatan kekuatan dan situasi keamanan di kawasan Samudera Hindia yang berdinamika tinggi, terus memuntahkan tantangan segar bagi keamanan dan keselamatan pelayaran di Selat Malaka. Selat Malaka secara geopolitik sangat vital sebagai jalur laut terpendek antara Samudera India dan Laut China Selatan atau Samudera Pasifik, yang memiliki nilai strategis tidak hanya bagi negara pantai (littoral states) tetapi juga bagi negara pengguna (user states). Setidaknya ada tiga faktor yang menjadi kepentingan banyak negara di Selat Malaka, yaitu (1) peperangan dan proyeksi kekuatan militer melintasi dunia, (2) kepentingan komersial dan perdagangan maritim, (3) Eksploitasi ekonomi sumber daya laut. Negara-negara besar yang menjadi aktor ekstra-regional dan pengguna selat memiliki kepentingan besar pada dua faktor pertama. Sedangkan negara-negara pantai Selat Malaka lebih punya kepentingan pada faktor yang ketiga. [1]
Relevansi posisi Selat Malaka ini jika dihadapkan dengan perkembangan lingkungan strategis global, regional maupun nasional akan menciptakan korelasi bersifat kausalitas antara situasi yang cenderung saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, sangat logis jika eksistensi Selat Malaka turut menjadi faktor pertimbangan geo-strategi, geo-politik maupun geo-ekonomi bagi kepentingan seluruh negara di dunia.
Letak dan posisi Selat Malaka di antara Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaya yang membujur dari utara ke selatan hingga Kepulauan Riau dan membelok ke Timur. Selat Malaka panjangnya kurang lebih dari 900 mil laut, dengan lebar rata-rata 8,3 mil laut dimana tempat tersempit terletak di Pulau Karimun Kecil (Indonesia) dan Pulau Kutub (Malaysia) yang lebarnya hanya 8,4 mil laut. Sedangkan tempat tersempit di Selat Singapura berada antara Pulau Senang (Singapura) dan Pulau Takong Besar (Indonesia) selebar 3,2 mil laut serta antara Pulau St. John dan Pulau Anak Sambo selebar 3,4 mil laut. [2]
Curah hujan yang tinggi, adanya pasang surut dan terdapatnya angin musim (Monsoon) semakin menambah kompleksitas Selat Malaka. Selain kondisinya yang sempit, kedalaman laut dan pasang surutnya juga tidak beraturan, mulai lebih dari 73 meter hingga kurang dari 25 meter. Sehingga kondisi pasang surut berkisar dari 3,7 meter di sekitar perairan One Fathom Bank dan 1,6 meter di perairan sekitar mercusuar Horsburgh. Kondisi demikian diperlukan kehati-hatian ketika melintasi perairan sekitar lokasi tersebut. Selain itu terdapat pula kedalaman laut yang sangat dangkal dengan kedalaman 4,9 meter, yaitu di sekitar perairan Raleigh Shoal yang terletak antara Indonesia dan Malaysia atau di sekitar kepulauan Aruah. Secara garis besar, kondisi perairan Selat Malaka di wilayah perairan Indonesia relatif lebih dangkal daripada di wilayah perairan Malaysia, padahal sebagian besar alur pelayaran internasional berada di wilayah perairan Indonesia. [3]
Gambar 3.8 Peta Detail Selat Malaka [4]
Jika kondisi geografis Selat Malaka dikontekstualisasikan dengan kondisi geostrategik Indonesia, dimana secara geostrategis Indonesia punya posisi yang sangat strategis, antara lain :
1) Indonesia menjadi bagian penghubung penting dari Eurasian Blue Belt.
2) Indonesia mengambil peranan sangat besar dalam Global Logistic Support System dan khususnya terkait dengan SLOCS (Sea Lanes Of Communications) dan COWOC (Consolidated Ocean Web Of Communication).
3) Wilayah lautan dan ALKI Indonesia menjadi penghubung penting dalam HASA (Highly Accesed Sea Areas) dimana ketiga lautan yaitu India, Southeast dan South Pacific bertemu didalamnya
4) Terkait dengan World Shipping yang melintasi ALKI dengan muatan Dry Cargo maupun Liquid Cargo. [6]
Maka selanjutnya pembahasan mengenai tantangan Selat Malaka di abad 21 ini akan dibagi menjadi tiga kelompok isu besar, yaitu : (1) Isu Keamanan (Security) di Selat Malaka, (2) Isu Keselamatan Pelayaran dan Lingkungan (Navigational Safety and Environment), (3) Isu Logistik Perdagangan Maritim di Selat Malaka. [7]
1) Domain pertama yaitu ranah ancaman keamanan (security), untuk menangkal ancaman pembajakan, penegakan hukum dan menjaga kedaulatan Indonesia.
2) Domain kedua adalah ranah keselamatan pelayaran dan lingkungan (Navigational Safety and Environment), untuk meminimalisir bahaya pelayaran akibat kondisi fisik selat yang rawan.
3) Sedangkan domain terakhir adalah ranah logistik perdagangan maritim dalam rangka mengembangkan peluang dan potensi Selat Malaka sebagai jalur perdagangan dunia (SLOT) demi ketahanan ekonomi Indonesia.
[1] Joyce Dela Pena, Maritime Crime in the Strait of Malacca: Balancing Regional and Extra-Regional
Concerns, Stanford Journal of International Relations, Spring 2009.
[2] Daniel P. Fin dan Y. Hanayana, Oil Pollution from Tankers in the Strait Malacca, East – West Centre, 1979. Halaman 20
[3] Mochtar Kusumaatmadja, Bunga Rampai Hukum Laut , Kumpulan Karangan...
[4] Sumber gambar : file presentasi Dirgo D. Purbo, analis geopolitik energi PASKAL dan dosen tamu PKN UI
[5] Barret Bingley, Security Interest of the Influencing States : The Complexity of Malacca Straits, The Indonesian Quarterly Vol.32 no.4. halaman 354-359
[6] http://indomaritimeinstitute.org, Alur Laut Kepulauan Indonesia: Peluang dan Ancaman bagi NKRI
No comments:
Post a Comment