Visi Geospasial

Rasulullah Saw bersabda : “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Wednesday, September 19, 2012

TANTANGAN DAKWAH MUSLIMAH DI ERA PARTISIPASI PENUH PEREMPUAN

ARUS PARTISIPASI PENUH
MEMBUAT PEREMPUAN ASIA MENJADI MESIN EKONOMI PENCEGAH KEBANGKRUTAN BARAT

Oleh : Fika M. Komara[i]

PENDAHULUAN
Entah kenapa semakin banyak pihak yang mulai menyadari pentingnya peran perempuan pada satu dekade terakhir. Dunia seolah baru menyadari peran penting perempuan secara global dalam membangun dunia. Sebenarnya mungkin jika perjuangan perempuan disuarakan oleh kalangan feminis, NGO gender ataupun UN Women, itu hal biasa bukanlah hal baru. Namun saat ini pengakuan dan berbagai pernyataan politik dari tokoh-tokoh dunia yang notabene tidak pernah bicara soal perempuan justru semakin nyaring terdengar, seolah menyuarakan kepentingan perempuan.

Sebutlah Obama, dalam Forum on Women and the Economy, awal April 2012 lalu mengatakan bahwa perempuan bukanlah sejumlah blok monolitik atau "kelompok kepentingan". Ia menandaskan bahwa tantangan yang dihadapi perempuan mampu mempengaruhi semua orang dan semua golongan. Senada dengan presidennya, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton semakin menajamkan pandangannya tentang vitalnya peran perempuan, ia bahkan menandaskan sekarang ini adalah abad partisipasi penuh (full participation age) bagi kaum perempuan.

Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, dalam pernyataannya bulan Juli ini bahkan menginginkan agar negara-negara di dunia semakin banyak menginvestasikan anggaran mereka untuk memberdayakan kaum perempuan yang dinilai juga akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat seluruhnya, ia mengatakan persamaan gender merupakan hal yang sangat vital yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di suatu negara. Begitupun penyataan dari Komisaris Tinggi PBB Urusan HAM yang mendesak pemerintah-pemerintah berbuat lebih banyak. Ia mengatakan, kegagalan mengkapitalisasi potensi perempuan merupakan masalah global saat ini.

Apa sebenarnya yang melatarbelakangi fenomena baru ini? Apakah karena tokoh-tokoh dunia itu tiba-tiba tercerahkan oleh pemikiran feminisme? Ataukah ada latar belakang tertentu yang menjadikan isu perempuan begitu penting bagi mereka? Menarik dan perlu untuk kita kaji dan telusuri.

MENYINGKAP KEPENTINGAN BARAT DALAM ISU PEREMPUAN
Berangkat dari analisis Foreign Policy edisi Mei lalu bahwa sekarang adalah era perubahan transformatif, dunia sudah berubah – yang ditandai dengan munculnya kekuatan ekonomi baru di Asia juga lahirnya Arab Spring yang merontokkan rezim represif di dunia Arab – dari sini maka kemudian mempromosikan status perempuan bukan hanya menjadi kewajiban moral tapi menjadi masalah yang sangat strategis; yang sangat penting bagi kemakmuran ekonomi dan bagi terciptanya perdamaian dan keamanan global.

Jadi bukan, bukan karena tokoh negara dan tokoh dunia itu tiba-tiba tercerahkan oleh feminisme, melainkan ternyata karena kondisi dunia saat ini sedang berubah dan negara-negara Barat sedang dilanda krisis. Multi dimensi krisis. Karena itu status peran perempuan semakin meningkat di tengah krisis dunia, yakni krisis ekonomi dan krisis keamanan. Perempuan berperan sangat esensial di dua ranah tersebut yakni ekonomi dan keamanan.

Namun tata dunia yang masih kapitalistik ini hanya melihat potensi perempuan untuk memperbaiki krisis ekonomi dunia dengan diperankan sebagai pekerja sekaligus penjaga stabilitas sosial dalam rangka menghindari social cost pertumbuhan ekonomi. Menurut Kapitalisme, perempuan harus terlibat aktif dalam agenda global setidaknya karena dua alasan; yaitu :
1.     Alasan pertama adalah agenda ekonomi global untuk mengurangi angka kemiskinan sehingga masyarakat tetap punya daya beli, demi misinya ini Kapitalisme sejak lama menggandeng ide kesetaraan gender untuk memoles kepentingannya seakan menjadi perjuangan pembebasan perempuan. Topeng ini dikuak oleh Bernard Lewis dalam bukunya, The Middle East yang mengungkapkan faktor utama dalam program emansipasi perempuan adalah kebutuhan ekonomi, yakni kebutuhan tenaga kerja perempuan. Bahkan Nicholas Rockefeller -seorang penasihat RAND- menyatakan tujuan kesetaraan gender adalah untuk mengumpulkan pajak dari publik 50% lebih dalam rangka mendukung kepentingan bisnis.
2.   Alasan kedua adalah agenda security / keamanan untuk mereduksi konflik sosial sehingga tidak akan terjadi social unrest pengganggu iklim investasi yang merugikan pemilik modal. Di sini kita bisa melihat bahwa Kapitalisme juga memerankan perempuan untuk melawan ideologi Islam. Dalam dokumen RAND Building Moderate Muslim Network juga disebutkan bahwa isu kesetaraan gender adalah salah satu medan pertempuran utama dalam perang pemikiran melawan Islam, promosi kesetaraan gender adalah komponen penting dari setiap proyek untuk memberdayakan muslim moderat. Bahkan Chris A.Wade mengatakan bahwa perempuan dan kelompok perempuan adalah sekutu kuat dalam mengurangi pengaruh sebaran Islam Ideologis. Demikianlah sesungguhnya Kapitalisme memperlakukan perempuan, tidak lebih dari sekedar “objek kepentingan”  dari berbagai kepentingan sekuler mereka. 

KEBANGKRUTAN KAPITALISME DAN ABAD ASIA 2050
Kapitalisme telah bangkrut dan negeri-negeri Barat dalam krisis berkepanjangan. Ini bukan fakta yang diperdebatkan lagi, semenjak krisis resesi global 2008 hingga sekarang, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat terus berjuang untuk melakukan pemulihan ekonomi mereka. Resesi global yang mengindikasikan lumpuhnya sektor non riil ekonomi Kapitalistik, memaksa Barat untuk menguatkan ekonomi riilnya melalui perdagangan bebas. Untuk itulah Barat butuh pasar bagi produk-produk mereka, dan Asia adalah pasar yang menggiurkan.

Pusat aktivitas perdagangan dunia telah bergeser ke Asia, dari poros Atlantik bergeser ke poros Pasifik. Asia (termasuk Asia Tenggara) sekarang menjadi konsentrasi pasar global karena lebih dari 50% penduduk dunia ada di Asia. Realitas ini telah mendorong Barat untuk membuat skenario besar di Asia, yang mengelu-elukan ekonomi Asia namun sejatinya hanyalah penjajahan ekonomi murahan. Skenario itu dinamakan Asia 2050 : Realizing Asian Century atau skenario Abad Asia.

Sasaran skenario itu tidak lain adalah tujuh negara Asia yang terdiri dari China, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Thailand dengan total penduduk lebih dari 3 miliar orang, diprediksikan oleh Asian Development Bank (ADB) akan menjadi mesin kebangkitan Asia pada tahun 2050. Perlu diketahui tiga di antara tujuh negara tersebut berada di kawasan Asia Tenggara yang merupakan kawasan Dunia Islam yang cukup vital. Realitasnya kawasan Asia Tenggara adalah negara-negaranya memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pasar domestik yang kuat, dimana kedua faktor ini dibutuhkan oleh Barat yang tengah berupaya memulihkan krisis ekonominya. [1] ADB memprediksikan pada tahun 2050 Asia akan menguasai separuh dari output, perdagangan dan investasi dunia dan Asian Century akan terwujud. 

Sementara kita tahu bahwa ADB telah menempatkan kesetaraan gender di "front and centre" dari agenda pembangunan mereka. Mempromosikan "kesetaraan gender" adalah salah satu dari 5 pilar penggerak perubahan dalam Strategi 2020. ADB mengakui bahwa tanpa memanfaatkan bakat, SDM dan potensi ekonomi perempuan, tujuan pengurangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan di kawasan Asia tidak akan tercapai.

Disinilah kemudian perangkap Barat bekerja, setelah diiming-imingi mimpi Abad Asia, Barat juga membuat indikator-indikator dan berbagai persyaratan agar impian itu terwujud. Dikatakan masih ada sejumlah tantangan berat bagi Asia, salah satunya adalah masalah ketidaksetaraan gender dan kesenjangan. Meningkatnya ketidaksetaraan gender dapat memicu ketegangan sosial dan politik, dan menimbulkan konflik sebagaimana yang saat ini terjadi di sebagian Asia. Ketidaksetaraan yang meningkat berisiko bagi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga perempuan harus ambil bagian secara penuh dalam berbagai agenda pembangunan yang mereka desain. Di titik inilah terlihat jelas korelasi antara skenario Abad Asia dengan pernyataan ambisius Hillary Clinton tentang Abad Partisipasi Penuh bagi perempuan.

ASUMSI BARAT : PEREMPUAN PENYELAMAT KRISIS DUNIA
Berbagai program jahat dari agenda Barat ini turun dengan derasnya di tengah arus kebangkitan Islam yang juga saat ini diperjuangkan oleh kaum Muslimah secara global. Juga turun di tengah meningkatnya ketegangan politik Musim Semi Arab yang menjadi barometer bangkitnya Islam saat ini. Dimana gelombang suara Muslimah dari Tunisia ke Bahrain, Mesir ke Suriah, Yaman ke Libya perempuan di Timur Tengah keras mengharapkan perubahan mendasar dalam naungan Islam.

Tidak diragukan lagi konfrontasi dan kontestasi antara ideologi Islam dan Kapitalisme berlangsung semakin panas dan kian meruncing. Termasuk dalam masalah perempuan. Kapitalisme meminta kontribusi penuh dari kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam menjaga kekuatan global kapitalisme, sementara pada saat yang sama gelombang besar kebangkitan perempuan Muslim berdiri dengan kesadaran penuh menuntut kembalinya Islam.


Kebangkrutan Kapitalisme telah membuat dunia semakin berhasrat kepada perempuan. Barat berasumsi peran perempuan mampu menjamin pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, serta meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini terlihat dengan jelas dari pernyataan tajam Hillary Clinton dalam APEC Women and the Economy Forum, 29 June 2012 sangat jelas mengindikasikan hal tersebut : “There is a growing body of evidence that proves bringing more women into the workforce spurs innovation, increases productivity, and grows economies. Families have more money to spend. Businesses expand their consumer base and increase their profits. In short, when women participate more fully in their economies, everyone benefits.

There are nearly 6 million formal, women-owned small businesses in East Asia. And in economies like Indonesia, Malaysia, Thailand, and Vietnam, women-owned businesses are increasing and growing at a fast rate. Women now represent 40 percent of the global labor force, 43 percent of the global agricultural workforce, and more than half of the world’s university students. So it’s just logical: Limiting women’s economic potential is for every country like leaving money on the table. It doesn't make sense, especially when we are still struggling to grow our way out of the economic crisis.

Menurut asumsi mereka secara matematika ekonomi, ketika suatu negara menghargai kaum perempuan sama dengan mereka menghargai kaum laki-laki dengan cara memberikan kesempatan bagi wanita untuk berpartisipasi lebih besar dalam bidang perekonomian, maka manfaatnya tidak hanya bagi kaum perempuan tetapi juga bagi masyarakat luas.

Presiden Bank Dunia  Jim Yong Kim, menyatakan dalam tahun fiskal terakhir ini, lebih dari 80 persen pinjaman dan dana hibah Bank, atau sebesar lebih dari 28 miliar dolar AS, dialokasikan untuk proyek terkait gender.  Proyek yang menginformasikan tentang data gender dalam programnya itu tersebar di bidang seperti pendidikan, kesehatan, hak tanah, akses kepada kredit, jasa finansial dan pertanian, lapangan pekerjaan, dan infrastruktur. Presiden Bank Dunia mendukung persamaan gender melalui pengetahuan dan analisis yang digunakan dengan menciptakan gagasan dan pendekatan baru, serta mengevaluasi secara sistematis intervensi apa yang berhasil.(antaranews, 22/7).

Presiden Bank Dunia juga mengingatkan, kaum perempuan sekarang merupakan 40 persen dari angkatan kerja global, dan 43 persen bagi tenaga kerja di sektor pertanian. Selain itu, lebih dari separuh orang yang menimba pendidikan tinggi di universitas adalah wanita, dan di sepertiga negara-negara berkembang kini terdapat lebih banyak siswa perempuan dibanding siswa laki-laki. Menurut Jim, bukti menunjukkan bahwa jika wanita memiliki kontrol yang lebih besar bagi pendanaan rumah tangga atau sumber daya pertanian, maka akan terdapat hasil yang signifikan.

Sederatan pernyataan di atas merupakan indikasi politis yang sangat kuat bahwa Barat sangat berambisi untuk memanfaatkan perempuan sebagai aset ekonomi, untuk menyelamatkan krisis ekonomi yang tengah melanda mereka. Hal ini semakin menunjukkan bahwa Barat sama sekali tidak memiliki dorongan moral yang tulus untuk memuliakan perempuan serta mengangkat harkat mereka ke derajat yang semestinya. Tabel berikut adalah gambaran misi Kapitalisme terhadap arus partisipasi penuh perempuan, bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sosial ekonomi secara makro

No
Misi Kapitalis
Dampak
Seharusnya
1
Memalingkan perempuan dari penyebab hakiki kemiskinan à Mengubah Mindset Perempuan
Perempuan berpandangan bahwa untuk perbaikan ekonomi keluarga adalah mereka harus bekerja berpartisipasi menjadi pelaku ekonomi
Perempuan harusnya memiliki pandangan bahwa perbaikan ekonomi keluarga tidak akan bisa diselesaikan oleh unit keluarga semata (ada peran negara dalam pengaturan politik ekonomi, dan ada tanggungjawab laki-laki dalam proses penafkahan)
Perempuan tidak bisa melihat keterkaitan antara penguasaan SDA oleh negara luar (asing) dengan buruknya kondisi ekonomi keluarga mereka
Perempuan harusnya berpandangan bahwa dirampas/ dikuasainya SDA berdampak pada kemiskinan bangsa yang berujung pada buruknya perekonomian unit keluarga
2
Perempuan sebagai mesin produksi ekonomi riil (hanya di skala mikro –menengah), sementara mereka (Barat) tetap memonopoli akses SDAE
Secara massal perempuan akan menjadi salah satu motor produksi ekonomi riil (skala mikro & menengah)
Penyelesaian problem kesejahteraan ekonomi keluarga harus diselesaikan secara mikro dan makro policy (kebijakan politik ekonomi negara)
Dengan berfungsinya Perempuan sebagai motor produksi, maka terjadi peningkatan jumlah barang dan jasa di skala menengah & mikro
Persoalan ekonomi sebenarnya ada pada masalah distribusi, bukan pada produksi
Saat terjadi peningkatan peredaran jumlah barang dan jasa maka pertumbuhan ekonomi meningkat
Padahal, pertumbuhan ekonomi tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat dan keluarga
3
Perempuan sebagai pasar yang memulihkan ekonomi Barat
Perempuan ‘diaruskan’ menjadi konsumen, dalam skala mikro dan super mikro à untuk membantu ekonomi keluarga.
mereka secara massal bisa membeli produk-produk Barat, karena pasar dibiarkan tanpa proteksi dari negara (pasar bebas)
Perlu ada arus pencerdasan politik pada perempuan, karena jika dibiarkan perempuan tenggelam dalam arus pemberdayaan ekonomi maka perempuan akan kehilangan identitasnya sebagai Muslimah

PEREMPUAN INDONESIA : MESIN EKONOMI PENCEGAH KEBANGKRUTAN BARAT

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang konsumtif, hal ini dibuktikan oleh Kementerian Perdagangan melalui besarnya catatan permintaan terhadap produk-produk konsumsi di tahun 2012 yang mencapai Rp 275 triliun. Ekonom Bank Dunia, Ashley Taylor, menyatakan Indonesia merupakan pemain besar dalam pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Indonesia memiliki pasar domestik yang besar, bahkan terbesar di ASEAN.

Potensi besar dari konsumsi Indonesia ini semakin membuat negara-negara Barat tergiur untuk menjual produk-produknya ke negeri ini. Karena itulah mereka menginginkan pasar tetap stabil, yakni daya beli masyarakat tetap kuat. Dan kuncinya ada di tangan perempuan yang memegang kontrol ekonomi rumah tangga.

Dalam press releasenya awal Juli ini, sepulang pertemuan APEC Women and the Economy Forum,  Linda Gumelar telah menyatakan akan memberi perhatian yang besar terhadap UKM Mikro dan Super-Mikro milik Perempuan, dimana di Indonesia 60% UKM dikelola oleh perempuan. Kesimpulan dalam pertemuan tersebut adalah "Perempuan Indonesia merupakan prime mover dari pembangunan ekonomi yang merakyat. Melalui APEC, Indonesia dapat memperkenalkan prestasi perempuan Indonesia kepada kawasan Asia-Pasifik.” Sudah barang tentu, karena lebih dari 100 juta jiwa perempuan Indonesia adalah lahan yang sangat menggiurkan bagi Kapitalis yang tengah krisis untuk dijadikan mesin ekonomi penyelamat kebangkrutan Barat.

Seolah menemukan momentum yang sama, para aktivis Gender dalam Sidang ke-52 Komite CEDAW, di Markas Besar PBB, New York, 11 Juli yang lalu juga memberikan apresiasi terhadap keberhasilan Indonesia dalam  usaha mikro Indonesia. Para aktivis gender ini memang telah melihat masa depan yang cerah untuk hak-hak perempuan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. UNIFEM (United Nation Development Fund for Women) menganalisis bahwa Implementasi CEDAW di Asia Tenggara mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir [2], dimana pada dekade ini terlihat dukungan signifikan PBB dan partner internasional lainnya dalam menjadikan CEDAW sebagai alat untuk mendongkrak pembangunan ekonomi di Asia Tenggara.

Tentu pejuang gender seolah mendapat angin segar, apalagi indikator pembangunan ekonomi yang lahir pada satu dekade terakhir, telah menjadikan CEDAW sebagai daya tarik di Asia Tenggara. Pembangunan ekonomi ini mendorong upaya cermat para pemangku kepentingan nasional untuk menerapkan prinsip dan kerangka kerja CEDAW dalam bentuk yang berkelanjutan (sustainable development). Penting untuk kita ketahui bahwa negara-negara di Asia Tenggara sudah lebih dulu menerapkan CEDAW dibandingkan negara-negara Arab – pasca Arab Spring, dan dianggap memiliki lebih baik kultur demokrasi daripada negeri-negeri Arab. CEDAW menjadi daya tarik di Asia Tenggara dan hampir semua negara di kawasan ini telah meratifikasi CEDAW setidaknya sejak 2004.

Ini mengkonfirmasi bahwa dibalik derasnya program skala nasional seperti pemberdayaan ekonomi perempuan dan pemberdayaan ekonomi keluarga; program-program ini adalah bagian dari strategi Barat untuk menciptakan pasar bagi produk mereka dan meningkatkan daya beli masyarakat. Program-program ini dijalankan bukan dengan motif yang lurus untuk menghapuskan kemiskinan ataupun untuk membangun kesetaraan bagi kaum perempuan di Indonesia. 

 Hal ini juga mengkonfirmasi kenapa perjuangan RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender di Indonesia merupakan masalah yang sangat vital jika dikaitkan dengan misi partisipasi penuh perempuan. Meski Indonesia sudah memiliki beberapa UU berbasis gender, RUU KKG ini dianggap krusial keberadaannya sebagai umbrella act untuk mengokohkan penerapan CEDAW di Indonesia secara totalitas dan sistemik. Karena efeknya juga berdampak pada kawasan Asia yang lebih luas. 

TANTANGAN DAKWAH MUSLIMAH INDONESIA
Arus global pemberdayaan ekonomi perempuan yang diamini oleh Indonesia atas nama kesejahteraan rakyat dan keadilan gender sama sekali tidak diimbangi dengan pencerdasan peran politik perempuan. Peran vital perempuan dalam pembentukan keluarga dan generasi sebuah bangsa, tidak akan pernah mendapat tempat dalam arus besar ini. Karena arus ini digerakkan oleh semangat materialistime dan pragmatisme ala ideologi Kapitalisme. Padahal sejatinya peran politik perempuan dalam pandangan Islam memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pembentukan keluarga dan generasi, konstruksi perannya adalah sebagai berikut : 
  1. Ibu dan pengatur rumah tangga (ummun wa robbatul bayt) mendidik anak-anak mereka dan menguatkan suami mereka dalam mengemban Islam. Perannya ini akan menjaga bangunan institusi keluarga sebagai unit terkecil dari bangunan masyarakat
  2. Ibu generasi (ummu ajyal) yang dijalankan oleh kaum Muslimah  dalam lingkup yang lebih strategis, berpadu dengan perannya sebagai da’iyah dan pengemban dakwah
Oleh karena itu jika arus partisipasi penuh perempuan ini dibiarkan terus membesar ibarat bola salju, maka hal ini akan semakin menggerus identitas hakiki muslimah secara massal, mengerdilkan mental dan mendangkalkan kesadaran politik muslimah di Indonesia. Lebih jauh lagi dampaknya adalah kerusakan generasi dan runtuhnya bangunan keluarga.  

Hal ini adalah tantangan serius bagi pergerakan dakwah muslimah di Indonesia. Pencerdasan politik untuk menghadapi arus ini harus segera dilakukan secara simultan. Apalagi realitas kemiskinan yang masih membelenggu perempuan Indonesia, membuat ambisi dunia Barat semakin menemukan momentumnya. Oleh karena itu diperlukan upaya keras dari pergerakan dakwah Muslimah di Indonesia untuk membangun kesadaran politik yang kokoh pada seluruh perempuan Indonesia, hingga upaya ini mampu menghantarkannya pada kebangkitan Islam yang hakiki, dan membuat perempuan-perempuan Indonesia berpartisipasi penuh dalam kebangkitan Islam yang saat ini tengah bergolak di kawasan Timur Tengah. 

Wallahua'lam bishshowab 

[1] Laporan Bank Dunia bertajuk, Global Economics Prospect Tengah Tahun Juni lalu telah menempatkan sejumlah negara yang tergabung dalam ASEAN dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi dunia. Negara-negara di ASEAN adalah primadona dunia dalam investasi dan perdagangan global, khususnya oleh negara-negara Barat
[2] Dokumen laporan UNIFEM, Time For Action, Implementing CEDAW in  Southeast Asia, 2009


[i] Koordinator Lajnah Siyasiyah MHTI dan anggota Women Section, Central Media Office, Hizbut Tahrir