ARUS PARTISIPASI PENUH
MEMBUAT PEREMPUAN ASIA
MENJADI MESIN EKONOMI PENCEGAH KEBANGKRUTAN BARAT
Oleh : Fika M. Komara[i]
PENDAHULUAN
Entah kenapa semakin banyak pihak yang mulai menyadari
pentingnya peran perempuan pada satu dekade terakhir. Dunia seolah baru
menyadari peran penting perempuan secara global dalam membangun dunia. Sebenarnya
mungkin jika perjuangan perempuan disuarakan oleh kalangan feminis, NGO gender
ataupun UN Women, itu hal biasa bukanlah hal baru. Namun saat ini pengakuan
dan berbagai pernyataan politik dari tokoh-tokoh dunia yang notabene tidak
pernah bicara soal perempuan justru semakin nyaring terdengar, seolah
menyuarakan kepentingan perempuan.
Sebutlah Obama, dalam Forum on Women and the Economy,
awal April 2012 lalu mengatakan bahwa perempuan bukanlah sejumlah blok
monolitik atau "kelompok kepentingan". Ia menandaskan bahwa tantangan
yang dihadapi perempuan mampu mempengaruhi semua orang dan semua golongan.
Senada dengan presidennya, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton semakin
menajamkan pandangannya tentang vitalnya peran perempuan, ia bahkan menandaskan
sekarang ini adalah abad partisipasi penuh (full participation age)
bagi kaum perempuan.
Presiden Bank Dunia
Jim Yong Kim, dalam pernyataannya bulan Juli ini bahkan menginginkan agar negara-negara di
dunia semakin banyak menginvestasikan anggaran mereka untuk memberdayakan kaum
perempuan yang dinilai juga akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat
seluruhnya, ia mengatakan persamaan gender merupakan hal yang sangat
vital yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
di suatu negara. Begitupun penyataan dari Komisaris Tinggi
PBB Urusan HAM yang mendesak pemerintah-pemerintah berbuat lebih banyak. Ia
mengatakan, kegagalan mengkapitalisasi potensi perempuan merupakan masalah
global saat ini.
Apa sebenarnya yang melatarbelakangi fenomena baru ini?
Apakah karena tokoh-tokoh dunia itu tiba-tiba tercerahkan oleh pemikiran
feminisme? Ataukah ada latar belakang tertentu yang menjadikan isu perempuan
begitu penting bagi mereka? Menarik dan perlu untuk kita kaji dan telusuri.
MENYINGKAP KEPENTINGAN BARAT DALAM ISU PEREMPUAN
Berangkat dari analisis Foreign Policy edisi Mei
lalu bahwa sekarang adalah era perubahan
transformatif, dunia sudah berubah – yang
ditandai dengan munculnya kekuatan ekonomi baru di Asia juga lahirnya Arab Spring yang merontokkan rezim
represif di dunia Arab – dari sini maka kemudian
mempromosikan status perempuan bukan
hanya menjadi kewajiban moral tapi
menjadi masalah yang sangat strategis; yang sangat penting bagi kemakmuran ekonomi dan bagi terciptanya
perdamaian dan keamanan global.
Jadi bukan, bukan karena tokoh negara
dan tokoh dunia itu tiba-tiba tercerahkan oleh feminisme, melainkan ternyata
karena kondisi dunia saat ini sedang berubah dan negara-negara Barat sedang
dilanda krisis. Multi dimensi krisis. Karena itu status
peran perempuan semakin meningkat di tengah krisis dunia, yakni krisis ekonomi
dan krisis keamanan. Perempuan berperan sangat esensial di dua ranah tersebut
yakni ekonomi dan keamanan.
Namun tata dunia yang masih kapitalistik ini hanya
melihat potensi perempuan untuk memperbaiki krisis ekonomi dunia dengan
diperankan sebagai pekerja sekaligus penjaga stabilitas sosial dalam rangka
menghindari social cost pertumbuhan ekonomi. Menurut Kapitalisme,
perempuan harus terlibat aktif dalam agenda global setidaknya karena dua
alasan; yaitu :
1.
Alasan
pertama adalah agenda ekonomi global untuk mengurangi angka kemiskinan sehingga
masyarakat tetap punya daya beli, demi misinya ini Kapitalisme sejak lama
menggandeng ide kesetaraan gender untuk memoles kepentingannya seakan menjadi
perjuangan pembebasan perempuan. Topeng ini dikuak oleh Bernard Lewis dalam
bukunya, The Middle East yang mengungkapkan faktor utama dalam program
emansipasi perempuan adalah kebutuhan ekonomi, yakni kebutuhan tenaga kerja
perempuan. Bahkan Nicholas Rockefeller -seorang penasihat RAND- menyatakan
tujuan kesetaraan gender adalah untuk mengumpulkan pajak dari publik 50% lebih
dalam rangka mendukung kepentingan bisnis.
2. Alasan kedua adalah
agenda security / keamanan untuk mereduksi konflik sosial sehingga tidak
akan terjadi social unrest pengganggu iklim investasi yang merugikan
pemilik modal. Di sini kita bisa melihat bahwa Kapitalisme juga memerankan
perempuan untuk melawan ideologi Islam. Dalam dokumen RAND Building Moderate
Muslim Network juga disebutkan bahwa isu kesetaraan gender adalah salah
satu medan pertempuran utama dalam perang pemikiran melawan Islam, promosi
kesetaraan gender adalah komponen penting dari setiap proyek untuk
memberdayakan muslim moderat. Bahkan Chris A.Wade mengatakan bahwa perempuan
dan kelompok perempuan adalah sekutu kuat dalam mengurangi pengaruh sebaran
Islam Ideologis. Demikianlah sesungguhnya Kapitalisme
memperlakukan perempuan, tidak lebih dari sekedar “objek kepentingan”
dari berbagai kepentingan sekuler mereka.
KEBANGKRUTAN KAPITALISME DAN ABAD ASIA 2050
Kapitalisme telah bangkrut dan negeri-negeri Barat dalam
krisis berkepanjangan. Ini bukan fakta yang diperdebatkan lagi, semenjak krisis
resesi global 2008 hingga sekarang, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa
Barat terus berjuang untuk melakukan pemulihan ekonomi mereka. Resesi global
yang mengindikasikan lumpuhnya sektor non riil ekonomi Kapitalistik, memaksa
Barat untuk menguatkan ekonomi riilnya melalui perdagangan bebas. Untuk itulah
Barat butuh pasar bagi produk-produk mereka, dan Asia adalah pasar yang
menggiurkan.
Pusat aktivitas perdagangan dunia telah bergeser ke
Asia, dari poros Atlantik bergeser ke poros Pasifik. Asia (termasuk Asia
Tenggara) sekarang menjadi konsentrasi pasar global karena lebih dari 50%
penduduk dunia ada di Asia. Realitas ini telah mendorong Barat untuk membuat
skenario besar di Asia, yang mengelu-elukan ekonomi Asia namun sejatinya
hanyalah penjajahan ekonomi murahan. Skenario itu dinamakan Asia 2050 :
Realizing Asian Century atau skenario Abad Asia.
Sasaran skenario itu tidak lain adalah tujuh negara Asia
yang terdiri dari China, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan,
Malaysia dan Thailand dengan total penduduk lebih dari 3 miliar orang,
diprediksikan oleh Asian Development Bank (ADB) akan menjadi mesin kebangkitan
Asia pada tahun 2050. Perlu diketahui tiga di antara tujuh negara tersebut
berada di kawasan Asia Tenggara yang merupakan kawasan Dunia Islam yang cukup
vital. Realitasnya kawasan Asia Tenggara adalah negara-negaranya memiliki
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pasar domestik yang kuat, dimana kedua
faktor ini dibutuhkan oleh Barat yang tengah berupaya memulihkan krisis
ekonominya. [1] ADB
memprediksikan pada tahun 2050 Asia akan menguasai separuh dari output,
perdagangan dan investasi dunia dan Asian Century akan terwujud.
Sementara kita tahu bahwa ADB telah menempatkan kesetaraan gender di "front and centre" dari agenda pembangunan mereka. Mempromosikan "kesetaraan gender" adalah salah satu dari 5 pilar penggerak perubahan dalam Strategi 2020. ADB mengakui bahwa tanpa memanfaatkan bakat, SDM dan potensi ekonomi perempuan, tujuan pengurangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan di kawasan Asia tidak akan tercapai.
Sementara kita tahu bahwa ADB telah menempatkan kesetaraan gender di "front and centre" dari agenda pembangunan mereka. Mempromosikan "kesetaraan gender" adalah salah satu dari 5 pilar penggerak perubahan dalam Strategi 2020. ADB mengakui bahwa tanpa memanfaatkan bakat, SDM dan potensi ekonomi perempuan, tujuan pengurangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan di kawasan Asia tidak akan tercapai.
Disinilah kemudian perangkap Barat bekerja, setelah
diiming-imingi mimpi Abad Asia, Barat juga membuat indikator-indikator dan
berbagai persyaratan agar impian itu terwujud. Dikatakan masih ada sejumlah
tantangan berat bagi Asia, salah satunya adalah masalah ketidaksetaraan gender
dan kesenjangan. Meningkatnya ketidaksetaraan gender dapat memicu ketegangan
sosial dan politik, dan menimbulkan konflik sebagaimana yang saat ini terjadi
di sebagian Asia. Ketidaksetaraan yang meningkat berisiko bagi stabilitas dan pertumbuhan
ekonomi. Sehingga perempuan harus ambil bagian secara penuh dalam berbagai
agenda pembangunan yang mereka desain. Di titik inilah terlihat jelas
korelasi antara skenario Abad Asia dengan pernyataan ambisius Hillary Clinton
tentang Abad Partisipasi Penuh bagi perempuan.
ASUMSI BARAT : PEREMPUAN PENYELAMAT KRISIS DUNIA
Berbagai program jahat dari agenda Barat ini turun dengan derasnya di tengah arus kebangkitan Islam yang juga saat ini diperjuangkan oleh kaum Muslimah secara global. Juga turun di tengah meningkatnya ketegangan politik Musim Semi Arab yang menjadi barometer bangkitnya Islam saat ini. Dimana gelombang suara Muslimah dari Tunisia ke Bahrain, Mesir ke Suriah, Yaman ke Libya perempuan di Timur Tengah keras mengharapkan perubahan mendasar dalam naungan Islam.
Tidak diragukan lagi konfrontasi dan kontestasi antara ideologi Islam dan Kapitalisme berlangsung semakin panas dan kian meruncing. Termasuk dalam masalah perempuan. Kapitalisme meminta kontribusi penuh dari kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam menjaga kekuatan global kapitalisme, sementara pada saat yang sama gelombang besar kebangkitan perempuan Muslim berdiri dengan kesadaran penuh menuntut kembalinya Islam.
Kebangkrutan Kapitalisme telah membuat dunia semakin berhasrat kepada perempuan. Barat berasumsi peran perempuan mampu menjamin pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, serta meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini terlihat dengan jelas dari pernyataan tajam Hillary Clinton dalam APEC Women and the Economy Forum, 29 June 2012 sangat jelas mengindikasikan hal tersebut : “There is a growing body of evidence that proves bringing more women into the workforce spurs innovation, increases productivity, and grows economies. Families have more money to spend. Businesses expand their consumer base and increase their profits. In short, when women participate more fully in their economies, everyone benefits. “
Tidak diragukan lagi konfrontasi dan kontestasi antara ideologi Islam dan Kapitalisme berlangsung semakin panas dan kian meruncing. Termasuk dalam masalah perempuan. Kapitalisme meminta kontribusi penuh dari kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam menjaga kekuatan global kapitalisme, sementara pada saat yang sama gelombang besar kebangkitan perempuan Muslim berdiri dengan kesadaran penuh menuntut kembalinya Islam.
Kebangkrutan Kapitalisme telah membuat dunia semakin berhasrat kepada perempuan. Barat berasumsi peran perempuan mampu menjamin pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, serta meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini terlihat dengan jelas dari pernyataan tajam Hillary Clinton dalam APEC Women and the Economy Forum, 29 June 2012 sangat jelas mengindikasikan hal tersebut : “There is a growing body of evidence that proves bringing more women into the workforce spurs innovation, increases productivity, and grows economies. Families have more money to spend. Businesses expand their consumer base and increase their profits. In short, when women participate more fully in their economies, everyone benefits. “
“There
are nearly 6 million formal, women-owned small businesses in East Asia. And
in economies like Indonesia, Malaysia, Thailand, and Vietnam, women-owned
businesses are increasing and growing at a fast rate. Women now represent
40 percent of the global labor force, 43 percent of the global agricultural
workforce, and more than half of the world’s university students. So it’s just
logical: Limiting women’s economic potential is for every country like leaving
money on the table. It doesn't make sense, especially when we are still
struggling to grow our way out of the economic crisis.”
Menurut asumsi mereka secara matematika ekonomi, ketika suatu negara menghargai kaum
perempuan sama dengan mereka menghargai kaum laki-laki dengan cara memberikan
kesempatan bagi wanita untuk berpartisipasi lebih besar dalam bidang
perekonomian, maka manfaatnya tidak hanya bagi kaum perempuan tetapi juga bagi
masyarakat luas.
Presiden Bank
Dunia Jim Yong Kim, menyatakan dalam
tahun fiskal terakhir ini, lebih dari 80 persen pinjaman dan dana hibah Bank,
atau sebesar lebih dari 28 miliar dolar AS, dialokasikan untuk proyek terkait
gender. Proyek yang menginformasikan
tentang data gender dalam programnya itu tersebar di bidang seperti pendidikan,
kesehatan, hak tanah, akses kepada kredit, jasa finansial dan pertanian,
lapangan pekerjaan, dan infrastruktur. Presiden Bank Dunia mendukung persamaan
gender melalui pengetahuan dan analisis yang digunakan dengan menciptakan
gagasan dan pendekatan baru, serta mengevaluasi secara sistematis intervensi
apa yang berhasil.(antaranews, 22/7).
Presiden Bank Dunia juga
mengingatkan, kaum perempuan sekarang merupakan 40 persen dari angkatan kerja
global, dan 43 persen bagi tenaga kerja di sektor pertanian. Selain itu, lebih
dari separuh orang yang menimba pendidikan tinggi di universitas adalah wanita,
dan di sepertiga negara-negara berkembang kini terdapat lebih banyak siswa
perempuan dibanding siswa laki-laki. Menurut Jim, bukti menunjukkan bahwa jika
wanita memiliki kontrol yang lebih besar bagi pendanaan rumah tangga atau
sumber daya pertanian, maka akan terdapat hasil yang signifikan.
Sederatan pernyataan di atas merupakan indikasi politis
yang sangat kuat bahwa Barat sangat berambisi untuk memanfaatkan perempuan
sebagai aset ekonomi, untuk menyelamatkan krisis ekonomi yang tengah melanda
mereka. Hal ini semakin menunjukkan bahwa Barat sama sekali tidak memiliki
dorongan moral yang tulus untuk memuliakan perempuan serta mengangkat harkat
mereka ke derajat yang semestinya. Tabel berikut adalah gambaran misi
Kapitalisme terhadap arus partisipasi penuh perempuan, bagaimana dampaknya
terhadap kehidupan sosial ekonomi secara makro
No
|
Misi
Kapitalis
|
Dampak
|
Seharusnya
|
1
|
Memalingkan
perempuan dari penyebab hakiki kemiskinan à Mengubah Mindset Perempuan
|
Perempuan
berpandangan bahwa untuk perbaikan ekonomi keluarga adalah mereka harus
bekerja berpartisipasi menjadi pelaku ekonomi
|
Perempuan
harusnya memiliki pandangan bahwa perbaikan ekonomi keluarga tidak akan bisa
diselesaikan oleh unit keluarga semata (ada peran negara dalam pengaturan
politik ekonomi, dan ada tanggungjawab laki-laki dalam proses penafkahan)
|
Perempuan
tidak bisa melihat keterkaitan antara penguasaan SDA oleh negara luar (asing)
dengan buruknya kondisi ekonomi keluarga mereka
|
Perempuan
harusnya berpandangan bahwa dirampas/ dikuasainya SDA berdampak pada
kemiskinan bangsa yang berujung pada buruknya perekonomian unit keluarga
|
||
2
|
Perempuan sebagai mesin produksi ekonomi riil (hanya di skala mikro –menengah), sementara mereka (Barat) tetap memonopoli akses SDAE
|
Secara
massal perempuan akan menjadi salah satu motor produksi ekonomi riil (skala
mikro & menengah)
|
Penyelesaian
problem kesejahteraan ekonomi keluarga harus diselesaikan secara mikro dan
makro policy (kebijakan politik ekonomi negara)
|
Dengan
berfungsinya Perempuan sebagai motor produksi, maka terjadi peningkatan
jumlah barang dan jasa di skala menengah & mikro
|
Persoalan
ekonomi sebenarnya ada pada masalah distribusi, bukan pada produksi
|
||
Saat
terjadi peningkatan peredaran jumlah barang dan jasa maka pertumbuhan ekonomi
meningkat
|
Padahal, pertumbuhan
ekonomi tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat dan keluarga
|
||
3
|
Perempuan
sebagai pasar yang memulihkan ekonomi Barat
|
Perempuan ‘diaruskan’
menjadi konsumen, dalam skala mikro dan super mikro à untuk membantu ekonomi keluarga.
mereka
secara massal bisa membeli produk-produk Barat, karena pasar dibiarkan tanpa
proteksi dari negara (pasar bebas)
|
Perlu ada
arus pencerdasan politik pada perempuan, karena jika dibiarkan perempuan
tenggelam dalam arus pemberdayaan ekonomi maka perempuan akan kehilangan
identitasnya sebagai Muslimah
|
PEREMPUAN INDONESIA : MESIN EKONOMI PENCEGAH
KEBANGKRUTAN BARAT
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang konsumtif,
hal ini dibuktikan oleh Kementerian Perdagangan melalui besarnya catatan
permintaan terhadap produk-produk konsumsi di tahun 2012 yang mencapai Rp 275
triliun. Ekonom Bank Dunia, Ashley Taylor, menyatakan Indonesia merupakan
pemain besar dalam pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Indonesia memiliki pasar domestik yang besar, bahkan terbesar di ASEAN.
Potensi besar dari konsumsi Indonesia ini semakin membuat negara-negara Barat tergiur untuk menjual produk-produknya ke negeri ini. Karena itulah mereka menginginkan pasar tetap stabil, yakni daya beli masyarakat tetap kuat. Dan kuncinya ada di tangan perempuan yang memegang kontrol ekonomi rumah tangga.
Seolah menemukan momentum yang sama, para aktivis Gender dalam Sidang ke-52 Komite
CEDAW, di Markas Besar PBB, New York, 11 Juli yang lalu juga memberikan
apresiasi terhadap keberhasilan Indonesia dalam
usaha mikro Indonesia. Para aktivis gender ini memang telah melihat masa depan yang cerah untuk
hak-hak perempuan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. UNIFEM (United Nation Development Fund
for Women) menganalisis bahwa Implementasi CEDAW di Asia Tenggara mengalami
peningkatan dalam 10 tahun terakhir [2],
dimana pada dekade ini terlihat dukungan signifikan PBB dan partner
internasional lainnya dalam menjadikan CEDAW sebagai alat untuk mendongkrak
pembangunan ekonomi di Asia Tenggara.
Tentu pejuang gender seolah mendapat angin segar, apalagi
indikator pembangunan ekonomi yang lahir pada satu dekade terakhir, telah
menjadikan CEDAW sebagai daya tarik di Asia Tenggara. Pembangunan ekonomi ini
mendorong upaya cermat para pemangku kepentingan nasional untuk menerapkan
prinsip dan kerangka kerja CEDAW dalam bentuk yang berkelanjutan (sustainable
development). Penting untuk kita ketahui bahwa negara-negara di Asia
Tenggara sudah lebih dulu menerapkan CEDAW dibandingkan negara-negara Arab –
pasca Arab Spring, dan dianggap memiliki lebih baik kultur demokrasi daripada
negeri-negeri Arab. CEDAW menjadi daya tarik di Asia Tenggara dan hampir semua
negara di kawasan ini telah meratifikasi CEDAW setidaknya sejak 2004.
Ini mengkonfirmasi bahwa dibalik derasnya program skala
nasional seperti pemberdayaan ekonomi perempuan dan pemberdayaan ekonomi
keluarga; program-program ini adalah bagian dari strategi Barat untuk
menciptakan pasar bagi produk mereka dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Program-program ini dijalankan bukan dengan motif yang lurus untuk menghapuskan
kemiskinan ataupun untuk membangun kesetaraan bagi kaum perempuan di Indonesia.
Hal ini juga mengkonfirmasi kenapa perjuangan RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender di Indonesia merupakan masalah yang sangat vital jika dikaitkan dengan misi partisipasi penuh perempuan. Meski Indonesia sudah memiliki beberapa UU berbasis gender, RUU KKG ini dianggap krusial keberadaannya sebagai umbrella act untuk mengokohkan penerapan CEDAW di Indonesia secara totalitas dan sistemik. Karena efeknya juga berdampak pada kawasan Asia yang lebih luas.
TANTANGAN DAKWAH MUSLIMAH INDONESIA
Hal ini juga mengkonfirmasi kenapa perjuangan RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender di Indonesia merupakan masalah yang sangat vital jika dikaitkan dengan misi partisipasi penuh perempuan. Meski Indonesia sudah memiliki beberapa UU berbasis gender, RUU KKG ini dianggap krusial keberadaannya sebagai umbrella act untuk mengokohkan penerapan CEDAW di Indonesia secara totalitas dan sistemik. Karena efeknya juga berdampak pada kawasan Asia yang lebih luas.
TANTANGAN DAKWAH MUSLIMAH INDONESIA
Arus global pemberdayaan ekonomi perempuan yang diamini
oleh Indonesia atas nama kesejahteraan rakyat dan keadilan gender sama sekali
tidak diimbangi dengan pencerdasan peran politik perempuan. Peran vital perempuan dalam pembentukan keluarga dan generasi sebuah bangsa, tidak akan pernah mendapat tempat dalam arus besar ini. Karena arus ini digerakkan oleh semangat materialistime dan pragmatisme ala ideologi Kapitalisme. Padahal sejatinya peran politik perempuan dalam pandangan Islam memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pembentukan keluarga dan generasi, konstruksi perannya adalah sebagai berikut :
Hal ini adalah tantangan serius bagi pergerakan dakwah muslimah di Indonesia. Pencerdasan politik untuk menghadapi arus ini harus segera dilakukan secara simultan. Apalagi realitas kemiskinan yang masih membelenggu perempuan Indonesia, membuat ambisi dunia Barat semakin menemukan momentumnya. Oleh karena itu diperlukan upaya keras dari pergerakan dakwah Muslimah di Indonesia untuk membangun kesadaran politik yang kokoh pada seluruh perempuan Indonesia, hingga upaya ini mampu menghantarkannya pada kebangkitan Islam yang hakiki, dan membuat perempuan-perempuan Indonesia berpartisipasi penuh dalam kebangkitan Islam yang saat ini tengah bergolak di kawasan Timur Tengah.
Wallahua'lam bishshowab
- Ibu dan pengatur rumah tangga (ummun wa robbatul bayt) mendidik anak-anak mereka dan menguatkan suami mereka dalam mengemban Islam. Perannya ini akan menjaga bangunan institusi keluarga sebagai unit terkecil dari bangunan masyarakat
- Ibu generasi (ummu ajyal) yang dijalankan oleh kaum Muslimah dalam lingkup yang lebih strategis, berpadu dengan perannya sebagai da’iyah dan pengemban dakwah
Hal ini adalah tantangan serius bagi pergerakan dakwah muslimah di Indonesia. Pencerdasan politik untuk menghadapi arus ini harus segera dilakukan secara simultan. Apalagi realitas kemiskinan yang masih membelenggu perempuan Indonesia, membuat ambisi dunia Barat semakin menemukan momentumnya. Oleh karena itu diperlukan upaya keras dari pergerakan dakwah Muslimah di Indonesia untuk membangun kesadaran politik yang kokoh pada seluruh perempuan Indonesia, hingga upaya ini mampu menghantarkannya pada kebangkitan Islam yang hakiki, dan membuat perempuan-perempuan Indonesia berpartisipasi penuh dalam kebangkitan Islam yang saat ini tengah bergolak di kawasan Timur Tengah.
Wallahua'lam bishshowab
[1] Laporan
Bank Dunia bertajuk, Global Economics Prospect
Tengah Tahun Juni lalu telah menempatkan sejumlah negara yang tergabung dalam
ASEAN dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi dunia. Negara-negara di ASEAN adalah
primadona dunia dalam investasi dan perdagangan global, khususnya oleh
negara-negara Barat
[2] Dokumen laporan UNIFEM, Time For Action, Implementing CEDAW in Southeast Asia, 2009
[i] Koordinator Lajnah Siyasiyah MHTI dan anggota Women Section,
Central Media Office, Hizbut Tahrir