Menjelajahi penjuru ruang spasial demi visi peradaban yang lebih baik untuk kaum Muslimah
Pages
Visi Geospasial
Rasulullah Saw bersabda : “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Monday, July 22, 2013
Pentingnya Kesadaran Spasial untuk Muslimah
Pentingnya Kesadaran Spasial untuk Muslimah
Kesadaran spasial adalah kesadaran akan ruang dan tempat. Hmm.. jadi maksudnya adalah kita memiliki wawasan dan sadar diri bahwa kita hidup di lingkungan seperti apa, posisinya bagaimana di antara lingkungan yang lain, seberapa jauh jaraknya dengan lokasi lingkungan yang lain, dan terakhir mengerti apa kekhasan lingkungan tempat tinggal kita dengan tempat tinggal lain.
Nah, konon katanya perempuan seringkali dianggap memiliki kesadaran spasial yang rendah. Lho masak? salah satu indikator sederhananya ya masih sedikit perempuan yang berani "menyetir" sendiri atau bertualang ke berbagai tempat berbeda dari lingkungannya.
Tapi sobat Muslimah jangan berkecil hati, indikator itu terlampau sederhana untuk menilai kesadaran spasial seseorang. Karena sebenarnya ada pemaknaan kesadaran spasial yang lebih mendasar dan utama. Yakni kesadaran geografi masyarakat. Nah disini ternyata bukan hanya wanita saja yang punya problem, hampir semua masyarakat Indonesia masih dinilai rendah kesadaran spasialnya lho...
Lemahnya Kesadaran Spasial Masyarakat Indonesia
Mengutip Sri Edi Swasono di artikelnya yang dimuat di harian Kompas berjudul “Kesadaran Geografi Kita” yang menceritakan pengalaman mengajarnya di kelas, dimana ia dapati ternyata para mahasiswanya tidak ada satupun yang mengenal Laut Sawu, Teluk Tomini, Morotai, Sorong, Timika, dan lokasi geografi strategis lain yang berperan pada pola-pola interdependensi ekonomi internasional dan sangat berpengaruh dalam kancah perpolitikan global. Menurutnya apabila bangsa kita seperti yang ada di kelas itu, ini merupakan sesuatu pelumpuhan sempurna (a complete disempowerment) atas suatu bangsa.
Rendahnya kesadaran spasial atau kesadaran geografis masyarakat mengindikasikan belum adanya budaya spasial dalam masyarakat. Kapitalisme yang telah meng-individualisasi masyarakat membuat mereka tidak merasa sempit atau sesak napas hidup di Indonesia hanya berwawasan cekak Jabotabek, tanpa tahu the land beyond, ibarat miopi dan berkacamata sempit cukuplah hidup ini. Ibaratnya, tidak perlu mengenal Nusantara berikut isi dan penghuninya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote. Seolah mereka tidak merasa risi tanpa tahu zero point keberadaan mereka.
Masyarakat yang ideal adalah mereka yang memiliki kesadaran geografis tinggi, atau masyarakat yang memiliki budaya spasial; suatu masyarakat yang biasa diistilahkan sebagai spatially enabled society. Begitupun negara/ kepala negara yang ideal adalah yang memiliki visi geopolitik dikenal dengan istilah spatially enabled government. Kombinasi kesadaran antara dua pihak ini akan mendukung tegaknya sebuah peradaban yang tinggi, yang tentu sangat dipengaruhi oleh kekuatan ideologinya.
Tentu kualitas kesadaran ini juga harus kita miliki sebagai perempuan, apalagi kaum Muslimah, dimana Islam Allah SWT berfirman: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ “Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (TQS. AL Anbiya 107).
Baca juga artikel saya yang lain tentang kesadaran spasial disini
Saturday, July 20, 2013
Menelusuri Islam di Indocina
Menelusuri Islam di Indocina
Indochina atau Semenanjung Indochina adalah wilayah di Asia Tenggara. Karena berada di timur India dan selatan Tiongkok, budaya Indochina sangat erat dengan budaya Tiongkok dan India. Sepeti nama Vietnam yang menunjukan pengaruh Tiongkok, dan nama Kamboja, Laos, Thailand merupakan pengaruh India.
Pada abad pertengahan, Indocina dibagi kedalam tiga kerajaan: Annam (Vietnam sekarang), Kampuchea dan Champa. Annam terdiri hanya dataran Tonkin Utara, yakni delta sungai merah. Annam adalah negara buddha. Sementara Kampuchea adalah wilayah kerajaan Hindu yang memiliki wilayah lebih luas daripada yang dimiliki oleh negara Kamboja dewasa ini. Sementara bagian tengah dari Vietnam sekarang, pada waktu itu adalah wilayah kekuasaan Champa.
Bagaimanakah awal masuknya Islam di Vietnam, Laos dan Kamboja?
Wilayah Indocina pernah memerankan
peranan penting dalam perkembangan Islam, khususnya di wilayah
indocina, baik menyangkut politik maupun ekonomi. Dominasi kaum muslim
dalam perdagangan dan upaya penyiaran islam yang amat gencar dilakukan
di daerah ini telah membantu menfasilitasi naik pamornya kelompok muslim
di Indocina terutama yang berpusat di wilayah kerajaan kampuchea. Di
antara wilayah indocina lainnya seperti vietnam dan laos,
wilayah Kampuchea memiliki peranan dan pengaruh kaum muslim lebih besar,
karena beberapa abad sebelumnya di Champa, yang kemudian bergabung
dengab kerajaan kampuchea pernah terdapat kesultanan Muslim.
Penduduk muslim kampuchea, sebagaimana kaum muslim lainnya bersifat
kosmopolitan. Mungkin karena faktor inilah yang kemudian menjadikan
penguasa kampuchea masuk islam di awal abad ke 17. Mayoritas muslim di
wilayah ini berasal dari etnis Cham. Sulit dipastikan kapan cham mulai
mengenal al Qur’an. Islam memasuki masyarakat Champa diperkirakan pada
periode dinasti Zoong di China (960-1280 M). Komunitas muslim cham sudah
ada pada abad ke X.
Tampaknya melalui hubungan dengan
orang-orang melayu lah Cham menjadi muslim. Setelah kejatuhan negeri
pada tahun 1470 oleh kerajaan Annam yang agresif dan selalu melakukan
ekspansi dan mengambil seluruh wilayah kerajaan Champa, menyaksikan
sebagian komunitas mereka mengungsi ke Kampuchea, dimana mereka semua
adalah muslim.
Maka kerajaan Champa ini memiliki pertalian
dengan negara Hindu jawa dan malaka. Ketika wilayah ini dikuasai oleh
Annam dan ditawarkan memasuki agama islam, memeluk islam secara masal.
Hingga akhirnya seperti dijelaskan sebelumnya melakukan emigrasi ke
wilayah Kampuchea dan sempat sukses membawakan agama islam kepada elit
penguasa kerajaan kampuchea.
Sunday, May 12, 2013
Keputusasaan Media Liberal di Indonesia Menghadapi Kebangkitan Islam dan Khilafah
Keputusasaan Media Liberal di Indonesia Menghadapi Kebangkitan
Islam dan Khilafah
Pada tanggal 8
Mei lalu, Fitri Bintang Timur melalui opininya yang dimuat di Jakarta Post
berjudul “Do RI women want sharia, too?” jelas bersikap skeptik terhadap
hasil survey PEW forum yang menunjukkan 72% umat Islam di Indonesia menginginkan Syariah Islam
sebagai hukum resmi di negeri mereka, ia berusaha
mengingkari hasil survey PEW tersebut dengan menggaribawahi segelintir data minor
yang menguntungkan opini liberal dari bab Women in the Society hasil
survey ini. Sebelumnya, Jakarta Post juga melansir respon
pentolan kelompok liberal terkait hasil studi Pew Research
Center yang berbasis di Amerika pada 30 April lalu. Adjie
Alfaraby misalnya, peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), mengatakan jika
penemuan ini benar harus dianggap serius. Sedangkan Azyumardi Azra, direktur Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, mempertanyakan sejauh mana hasil survei mencerminkan kebenaran.
“72 persen angka yang tidak masuk akal,” ujarnya kepada The Jakarta Post pada
Rabu (2/5).
Kemudian yang lebih mengejutkan adalah pernyataan
Endy Bayuni, 9 Mei 2013 di Jakarta Globe yang secara terbuka menyerukan kepada
media-media di Indonesia agar bekerja sama memastikan bahwa kelompok ekstremis
Islam yang ia labeli dengan “radikal dan garis keras” tidak memiliki suara yang
dipublish media. Editor senior Jakarta Post yang mengatasnamakan International
Association of Religion Journalists itu menyatakan “Jangan berikan ruang sedikitpun
pada kalangan garis
keras! Silakan meliputi mereka
ketika mereka melanggar hukum, tetapi jangan beri ruang untuk sekelompok kecil orang-orang itu ketika mereka berjuang melawan sesuatu yang absurd.
Mereka menggunakan media secara efektif dan menipu media yang sesuai dengan cara mereka sendiri. "
Menariknya apa yang dikatakan oleh Endy Bayumi
bersamaan dengan tahap awal penyelenggaraan Muktamar Khilafah (MK) di 31 kota
di seluruh Indonesia di sepanjang bulan Mei – Juni 2013, yang diselenggarakan
oleh Hizbut Tahrir Indonesia dan akan dihadiri ratusan ribu masyarakat
Indonesia. Tokoh-tokoh liberal ini melalui jaringan media mereka seperti Jakarta
Globe dan Jakarta Post, berusaha mengingkari realitas bahwa umat Islam di
Indonesia secara jelas menginginkan Syariah Islam.
Omong Kosong Kebebasan Berekspresi di Negeri
Demokrasi
Media liberal terus berusaha untuk mengecam bahkan membungkam mereka yang tidak setuju dengan nilai-nilai cacat sekuler liberal yang mereka anut dan ini merupakan cerminan kemunafikan dan kelemahan sistem sekuler demokrasi. Karena demokrasi selalu menerapkan kebebasan berekspresi tebang pilih. Media-media seperti ini jelas hanya akan mempublikasikan suara dari orang-orang yang setuju dengan nilai-nilai mereka, di saat yang sama terus mencari-cari kesalahan pihak-pihak yang memiliki sudut pandang berbeda dan menentang nilai – nilai Sekuler - bahkan ketika suara yang menentang adalah pandangan dominan dari masyarakat seperti yang ditunjukkan oleh survei PEW.
Keputusasaan
jelas terlihat dari upaya mereka menyoroti segelintir kecil data minor yang
mereka cari-cari dari setumpuk besar data hasil survey PEW dimana di Asia terdapat prosentase sangat tinggi penduduk dunia yang
mendukung syariah Islam: Pakistan (84%), Bangladesh (82%), Afghanistan (99%),
Indonesia (72%), Malaysia (86%). Demikian pula di Timur Tengah dan Afrika,
prosentase yang mendukung syariah : Irak (91%), Palestina (89%), Maroko (83%),
Mesir (74%), Yordania (71%), Niger (86%), Djibouti (82%), Kongo (74%) dan
Nigeria (71%). Fitri Bintang Timur tidak boleh menutup mata dari bentangan data
ini hanya dengan sekedar menampilkan data minor bahwa 76% masyarakat Indonesia
setuju bahwa hak waris antara laki-laki dan perempuan dibagi sama rata.
Begitupun pernyataan tokoh media sekaliber
Endy Bayuni yang nampak putus asa membungkam gelombang dukungan masyarakat
Indonesia terhadap Syariah dan Khilafah melalui Muktamar Khilafah 2013 yang
menggema di seluruh nusantara, dan telah berjalan dengan ijin Allah di beberapa
kota, dihadiri puluhan ribu umat dan menuai kesuksesan luar biasa.
Hal ini mengingatkan apa yang dikatakan Noam
Chomsky dalam bukunya "Kuasa Politik Media" yang mengungkap peran
propaganda media massa dalam rekayasa opini publik, dimana para penguasa
sebenarnya memiliki tujuan yang kontraproduktif dengan keinginan publik/ rakyat
untuk terus melanggengkan kekuasaan, bahkan Noam Chomsky juga mengatakan bahwa
pengusaha media liberal telah mendidik orang-orang bodoh sebagai corong
pengusaha dan penguasa.
Hipokrasi terang-terangan yang ditunjukkan oleh
tokoh-tokoh liberal seperti ini hanyalah bukti lain dari kegagalan sistem sekuler Barat dan penjelasan mengapa semakin banyak umat Islam menolak demokrasi sekuler dan memeluk Islam sebagai sistem yang mampu menentukan masa depan politik, ekonomi, dan sosial mereka.
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ
مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan
mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya
meskipun orang-orang kafir membencinya.” (QS. Ash-Shaf 61:8)
Realitas Kebangkitan Khilafah yang Tak
Terbantahkan
Sebenarnya tidak terlalu diperlukan penelitian ataupun survey ilmiah akan
hal ini. Dari Maroko Afrika Barat hingga Merauke di Timur Indonesia, termasuk
dari populasi Muslim di negeri-negeri Barat, suara yang merindukan Syariah
Islam kian nyaring terdengar. Meski media-media sekuler nyaris tidak pernah
meliputnya bahkan membungkamnya namun gaung suaranya kian nyaring membahana.
Di
tengah arus perubahan besar dan pergolakan politik yang tengah terjadi di
berbagai belahan dunia Islam saat ini, Muktamar Khilafah 2013 yang diselenggarakan
Hizbut Tahrir Indonesia tak lain bertujuan sebagai medium untuk mengokohkan
visi dan misi perjuangan umat untuk tegaknya kembali kehidupan Islam. Karena
itulah tema “Perubahan Besar dunia Menuju Khilafah” diambil, untuk mengingatkan
bahwa perubahan dunia sesungguhnya adalah sebuah keniscayaan, namun arah
perubahan yang semestinya adalah menuju tegaknya Khilafah bukan yang lain.
Kami mengajak Anda untuk memberikan dukungan
Anda kepada Hizbut Tahrir untuk penegakkan kembali Khilafah; dan bersumpah
setia kepada sarjana terhormat, mujtahid terkemuka, dan politisi ulung, Syeikh
Ata bin Khalil Abu Ar-Rashtah, Amir Hizbut Tahrir, sebagai Khalifah bagi umat
Islam yang akan menjaga dan melindungi anak-anak umat ini, memuliakan kaum
perempuannya, menyatukan negeri-negeri Islam, dan mengembalikan posisi umat
Islam sebagai khairu Ummah, Insha Allah!
Fika M. Komara, M,Si
Member of Central Media Office Hizb ut Tahrir
Tanpa Khilafah, Penderitaan Kaum Muslimah Terbentang dari Negeri Syam Hingga Timur Jauh
Tanpa
Khilafah, Penderitaan Kaum Muslimah Terbentang dari Negeri Syam Hingga Timur
Jauh
Tanpa
adanya perisai umat, penderitaan kaum Muslimah tidak kunjung usai. Bulan Maret
lalu menjadi bulan paling berdarah di Suriah, ratusan Muslimah dan anak-anak Suriah
dibantai di Syam, di pusat rumah Islam sendiri. Pada saat yang sama ratusan
ribu Muslimah Rohingya di Timur Jauh ditindas rezim tiran Myanmar, diusir dari
negerinya sendiri, hidup terkatung-katung hingga menjadi korban pengabaian para
penguasa Muslim. Sebagaimana yang dilansir ANTARA 21 April lalu Polisi
Indonesia menangkap 76 pengungsi Rohingya di Sampang, Madura dan di antara
mereka terdapat 13 orang perempuan dan 15 orang anak-anak. Menurut The Arakan’s Project,
diperkirakan 19.500 orang Rohingya, telah melarikan diri dengan perahu dari
Bangladesh dan Utara Arakan,
menuju negara-negara Asia Tenggara terdekat
dengan perkiraan 100 orang telah tenggelam di lautan selama proses tersebut. Kepedihan belumlah usai, bergeser
ke ujung timur di Timur Jauh, kita menyaksikan bagaimana ribuan kaum Muslimah
dan anak-anak Sulu ditindas di negerinya oleh rezim Kufar Filipina, kemudian pada
bulan Maret lalu menjadi korban nasionalisme buta pemerintah Malaysia di Sabah
karena menganggap kesultanan Sulu telah menginvasi Sabah wilayah territorial
Malaysia.
Inilah
deretan fakta penderitaan kaum Muslimah yang menyayat hati, terbentang dari
pusatnya Islam, negeri Syam, hingga ke negeri-negeri di Timur Jauh, di ujung
Timur dunia Islam. Mereka adalah korban tak berdaya dari predator-predator
penguasa Kufar yang dibiarkan eksis oleh sistem dunia yang diskriminatif
terhadap Umat Islam. Mereka juga telah diabaikan oleh para penguasa boneka Muslim
-sisa-sisa kolonial dari negara Kapitalis Barat- yang diaborsi rasa kemanusiaannya
oleh sistem dunia hari ini yang memuja sekulerisme dan Kapitalisme. Selama sistem
dunia masih seperti hari ini, maka penderitaan kaum Muslimah di sepanjang dunia
Islam niscaya tidak akan pernah berakhir, karena pangkal masalah dari semua penderitaan
ini tidak lain adalah tidak hadirnya Khilafah yang merupakan perisai bagi
umat Islam, yang akan
menghilangkan hegemoni kufar atas kaum Muslimin dan melindungi kehormatan
kaum Muslimah dan anak-anak
di seluruh dunia Islam.
Berangkat dari
panggilan Allah dan Rasul-Nya untuk melindungi kemuliaan Muslimah di Syam dan
di seluruh dunia Muslim, seperti sabda Rasulullaah Saw:
الْمُؤْمِنُ مَرْآةُ أَخِيهِ
وَالْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ يَكُفُّ عَلَيْهِ ضَيْعَتَهُ وَيَحُوطُهُ مِنْ وَرَائِهِ
”Seorang Mukmin adalah cermin bagi saudaranya yang beriman;
dia melindunginya dari bahaya dan membelanya di belakang punggungnya.” [HR. Bukhari]. Maka Hizb ut
Tahrir, sebuah partai politik Islam internasional telah meluncurkan sebuah
kampanye yang sangat penting dengan mengadakan konferensi
perempuan tanggal 27 April 2013 besok di Amman, Yordania. Konferensi yang berjudul
“Bersegera Menegakkan Khilafah untuk Melindungi Perempuan Mulia Syam"
ini, meski fokus membicarakan penderitaan perempuan dan anak-anak Suriah akibat
pembantaian yang dilakukan oleh rezim pembunuh Assad, namun gagasan dan tawaran
yang diberikan konferensi ini sangat relevan dalam menjawab penderitaan
Muslimah di seluruh dunia termasuk kawasan Timur Jauh. Apalagi Syam adalah
rumahnya Islam, barometer perjuangan Islam hari ini karena revolusi Suriah di
Syam ini adalah revolusi Islam murni yang bertujuan untuk menegakkan Khilafah
dan menerapkan syariah secara kaffah. Sehingga kemenangan pada revolusi Syam
adalah kemenangan bagi seluruh umat Islam di dunia, dan kemenangan itu akan
senilai dengan darah murni nan suci ribuan nyawa tak berdosa yang ditumpahkan
di tanah Syam yang diberkati. Insya Allah dari Bumi Syam, Khilafah akan
membebaskan negeri-negeri Islam lainnya yang tertindas dan menyatukan
negeri-negeri Islam yang terpecah. Demikian sebagaimana janji para Mujahidin
ketika berikrar, “Wahai Rohingya, tunggulah, kami akan menolong Anda. Wahai
Gaza, kami akan membebaskan Anda. Wahai Masjid al-Aqsha, kami akan
menyelamatkanmu!” Allah Akbar!
Wahai kaum Muslimah Timur Jauh! wahai kaum Muslimah di Syam! Fajar Khilafah
telah demikian dekat dan kita adalah umat yang satu, nabi kita satu, bendera
kita satu dan perjuangan kita pun satu. Maka bergabunglah dengan perjuangan
demi tegaknya Khilafah Islam yang kedua yang akan membungkam siapapun yang
menyerang dan menodai kehormatan kaum Muslimah di seluruh dunia di bawah
kalimah Tauhid dan pemerintahan Islam. Insya Allah
Fika M. Komara, M.Si
Member Of
Central Media Office Hizb ut Tahrir
Subscribe to:
Posts (Atom)