Di tengah sorotan dunia terhadap gelombang
pergerakan mahasiswa “pro-demokrasi” di Hong Kong, hadir sebuah
pergerakan “anti-demokrasi” dari mahasiswa Muslim di Indonesia yang
justru berani melawan arus – menolak demokrasi dan kapitalisme liberal.
Adalah ICMS atau Indonesia Congress of Muslim Student yang
diinisiasi oleh sejumlah aktivis Mahasiswa dari Hizbut Tahrir Indonesia,
selama bulan Oktober mereka bergerak di puluhan kota besar di Indonesia
demi agenda untuk mengkritik ide demokrasi secara substansial dan
memaparkan dampaknya yang destruktif terhadap masyarakat Muslim dan juga
kalangan mahasiswa sendiri.
Menelaah fenomena Hongkong, populernya gerakan pro-demokrasi di dunia
pelajar dan mahasiswa sebenarnya tidak bisa lepas dari sisa-sisa
pengaruh kolonial Barat di Hongkong sejak dilepaskannya kota itu oleh
Inggris tahun 1997 ke China. Inggris nampaknya tidak mau meninggalkan
HongKong begitu saja tanpa menanamkan investasi penetrasi nilai berupa
cara berfikir ala Barat terhadap masyarakat Hongkong. Gerakan mahasiswa
pro-Demokrasi di HongKong ini jelas memiliki semangat anti-China yang
kental terlihat dari tokoh-tokoh pergerakannya seperti Benny Tai Yiu
Ting sebagai tokoh intelektual dan Joshua Wong sebagai aktivis muda
militannya. Namun terlepas dari pertarungan pengaruh antara China dan
Barat, kritik mendasar terhadap gagasan demokrasi yang dipuja-puji oleh
demonstran HongKong tetap patut kita lakukan.
Pengkultusan terhadap ide demokrasi oleh puluhan ribu demonstran di
HongKong menunjukkan adanya fenomena GAGAL PAHAM terhadap substansi
mendasar ide demokrasi itu sendiri yang mengagungkan kedaulatan akal
manusia dalam membuat aturan hidup – lebih tinggi di atas risalah wahyu
yang diturunkan sang Pencipta. Demokrasi yang berdampingan erat dengan
ide sekulerisme ini – selama satu abad terakhir justru gagal dalam
menjawab kebutuhan akan perubahan hakiki bagi dunia saat ini yang terus
dilanda multi krisis. Suka atau tidak suka, sejak demokrasi
dipropagandakan Barat ke seluruh dunia, realitasnya gagasan ini gagal
dalam mengatasi krisis kemanusiaan dan peradaban yang melanda dunia. Ide
kebebasan dalam demokrasi yang sangat individualistik telah membutakan
banyak pihak melihat penderitaan kaum lemah yang berada di sekitar
mereka. Jaminan keadilan dan kesejahteraan dari sistem Demokrasi
hanyalah mitos belaka, nihil kita jumpai dalam praktek kehidupan
bernegara. Hal ini karena perundang-undangan yang dihasilkan oleh sistem
demokrasi justru acapkali ditunggangi oleh kepentingan durjana para
Kapitalis sehingga hanya menguntungkan elit dan memiskinkan rakyat
banyak.
Karena itu kita perlu menyaksikan keberanian luar biasa sekaligus
independensi yang besar dari pergerakan anti-demokrasi di Indonesia.
Aktivis-aktivis Mahasiswa Muslim Indonesia lantang menyuarakan demokrasi
sebagai alat penjajahan Barat ke negeri-negeri Muslim termasuk
Indonesia. Sesuai dengan slogan agenda ini “We Need Khilafah NOT Democracy and Liberal Capitalism”-
mereka menolak untuk terjebak pada janji beracun demokrasi soal
keadilan dan kemanusiaan dan mereka juga menistakan program-program
demokratisasi yang hakikatnya membawa Indonesia pada perpecahan dan
kehancuran. Gelar negara demokrasi terbesar keempat di dunia dan model
demokrasi bagi negeri Muslim, ternyata tidak mampu mengantarkan
Indonesia terbebas dari belenggu kemiskinan, ketertinggalan serta
penjajahan ekonomi. Oleh karena itulah dua puluh lima ribu mahasiswa
Muslim di Indonesia dari sekitar 1000 organisasi Mahasiswa ini justru
meyakini bahwa perubahan besar akan terjadi jika kita berpegang pada
risalah Islam yang memiliki visi politik sempurna untuk peradaban
manusia, dan risalah ini adalah Ideologi Islam dengan sistem
Khilafahnya, yang akan menggantikan risalah usang demokrasi dalam
memimpin dunia.
Rangkaian agenda ICMS ini juga hadir untuk memenuhi seruan Allah Swt
Sang Pencipta untuk menyadari betapa lemah dan terbatasnya akal manusia
dalam membuat sistem aturan hidup, sementara DIA-lah Allah Swt Zat Yang
Mahatahu apa saja yang dibutuhkan oleh manusia dengan menurunkan syariah
Islam untuk mengatur semua persoalan tersebut, seperti firman Nya :
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ
أَنْفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَنَزَّلْنَا
عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap
umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan
kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami
turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri.” (QS An Nahl : 89)
Jadi, masihkah kita percaya pada demokrasi sebagai satu-satunya jalan
mencapai keadilan? Tidak! Hanya sistem Illahi saja yang dapat
mengantarkan kita pada keadilan hakiki yang mampu mengantarkan Indonesia
dan seluruh dunia Muslim pada kemuliaan dan kemerdekaan hakiki. Dan ini
hanya bisa dilakukan dengan ideologi dan sistem Islam, bukan dengan
jalan demokrasi – sistem sekuler buatan manusia.
Anggota Kantor Media Pusat Hizb ut Tahrir untuk Asia Tenggara
No comments:
Post a Comment