Ketika saya kritisi soal investasi asing, kemudian ada yg bilang dengan
jumawa katanya saya sok keminter, karena investasi asing itu adalah cara
cepat membangun Indonesia dng cara tidak berhutang, saya gatal pengin
menjawab di tulisan ini. Minimal agar tidak semua orang terbodohi dengan
teori tersebut.
Menurut saya apa yg dikatakan mengundang investor
asing untuk mengganti utang luar negeri itu hanya TEORI . Mungin di
negara lain bisa kejadian tapi di Indonesia tidak terbukti.
Soal investasi asing atau PMA, cobalah cek ke BKPM , di bidang apa mereka paliang banyak masuk ?
No 1. Pasti yang mengeruk sumber daya alam (SDA), mulai dari tambang,
kebun, perikanan, dll , pokoknya yg bersifat mengambil sumber daya alam
kita.
No 2. Di bidang jasa -jasa. Jasa Keuangan (perbankan,
asuransi, sekuritas dll), dan jasa lainnya, termasuk biro iklan , bahkan
jasa konsultan politik. Ini juga bersifat mengeruk uang rakyat
Indonesia.
No.3 . Industri . Di bidang industri jangan dikira kita
dijadikan basis industri mereka, kita hanya dijadikan "tukang jahit"
saja , brand tetap mereka yg pegang dan tdk ada alih teknologi. Mereka
membuat pabrik di Indonesia karena raw material yang murah dan juga
ongkos buruh yang murah.
Nah, pertanyaan saya dengan orang yg
mengatakan bahwa mengundang investor bisa membangun Indonesia tanpa
berhutang, dari tiga bidang itu mana yg bisa membangun Indonesia ?
Untuk yg no. 1 (Yg basisnya eksplorasi SDA) . Mereka (PMA) yg mengeruk
sumber daya alam kita mau di bidang apapun hampir tidak ada yg membuat
pabrik turunan baik di sektor antara atau hilir di Indonesia. Mereka
hanya mengeruk bahan mentah (hulu) kemudian langsung di ekpor , dan duit
hasil ekspor ditaruh di bank mereka di luar negeri .
Lalu apa yang
Indonesia dapat? Hanya pajak dan sedikit tenaga kerja terserap. Bahkan
untuk tenaga kerja di tingkat eksekutif mereka masih menggunakan tenaga
asing, termasuk dari Philiphina yg kwalitasnya tdk lebih bagus dari
eksekutif Indonesia.
Sedangkan dari pendapatan pajak pemerintah pun
masih bisa GIGIT JARI. Coba saja googling berapa perusahaan asing yg
nunggak pajak alias ngemplang pajak dengan berbagai alasan????
Kemudian untuk no.2 , di bidang jasa-jasa . Nah ini lebih gila lagi,
mereka itu hanya bawa badan, dan mengeruk duitnya orang Indonesia .
Lagi-lagi kalau sudah terkumpul ya dibawa ke luar negeri. Coba cek
bank-bank asing , baik yg berbendera asing atau yg berbendera nasional
tapi sahamnya sudah pindah ke asing, apakah mereka memberikan kredit ke
perusahaan nasional ? Hampir tidak ada! Mereka lebih banyak memberikan
kredit pada perusahaan asing yg investasi di Indonesia.
Jadi mohon
jangan pada mimpi kalau judulnya investor asing itu mau investasi di
Indonesia terus bawa duit dari luar negeri masuk ke Indonesia. Mereka
masuk itu hanya bawa barang modal (sudah berupa barang) produksi negara
mereka, dan uangnya ya dari bank asing yg operasional di Indonesia ,
jadi meski judulnya PMA, aslinya yg untuk membangun proyek mereka itu ya
sebagian duitnya orang Indonesia. Ingat ya yg mereka bawa masuk itu
hanya barang modal!
Kemudian yg no .3. Di bidang industri juga sami
mawon. Mereka itu hanya menjadikan kita tukang jahit , karena secara
keseluruhan ongkos produksi mereka lebih murah. Apakah mereka menjadikan
kita basis Industri? Tidak. Kita hanya disuruh bikin barang bodongan
tanpa merek, karena merek mereka yg kasih nanti setelah di bawa ke
negara mereka. Dan ketika harga mereka menjadi melambung ya bukan kita
yg menikmati value penjualan yg melambung tadi, tapi perusahaan dan
negara asal mereka, karena mereka akan ekspor ke negara -negara lain
dari negara mereka! Bahkan rakyat Indonesia yg pengin pakai barang
berkwalitas buatan Indonesia harus membeli dng harga lima kali lipat,
karena mereka me-reekspor produk buatan Indonesia dari negara mereka.
Di bidang infrstruktur PMA mau masuk????? Kalau ada coba deh tunjukin
dimana ?? PMA idak akan mau masuk di investasi yg balik modalnya lama,
dan revenue-nya kecil . Tapi kalau jadi Sub kon-nya mereka pasti
berebut. Misalnya membangun pelabuhan atau jalan , duitnya dari APBN,
tapi sub konraktor atau yang bangun konstruksi asing semua, karena
mereka tau lebih enak jadi sub kontraktor-nya karena gak ada resiko
bisnis, dan tidak harus bawa modal, malah dapat bayaran besar dari duit
Indonesia.
Jadi jujur saya gak percaya-percaya amat , ngundang
investor itu bisa membangun Indonesia ? bahwa sedikit menambah pajak
kita mungkin iya, tapi mudharatnya lebih banyak , karena aslinya
kekayaan kita justru banyak keluar. Ini bukan saya saja yg ngomong,
Ketua KPK Abraham Samad, juga pernah ngomong soal potensi hilangnya
investasi yg berbasis dari sumber daya alam kita , dan nilainya mencapai
ribuan triliun setiap tahun.
Jadi kalau dapatnya kecil , kemudian hilangnya lebih banyak , apakah betul mengundang investor asing bisa MEMBANGUN INDONESIA ?
Akan lebih bijak kalau kita semua jujur pada hati masing-masing untuk
melihat kenyataan, bukan teori. PMA ini dibuka sejak Indonesia Merdeka ,
Indonesia tambah hebat atau tambah terpuruk?
Kemudian sejak jaman
reformasi itu kan banyak investasi yg tadinya masuk dalam list negative
investasi, kemudian di obral habis alias dibuka selebar-lebaranya,
artinya yg tadinya tidak boleh dimasuki asing menjadi boleh.
Pertanyaannya lagi sejak jaman Soeharto lengser hingga sekarang
pembangunan Indonesia menjadi maju ? Kalau ada mohon ditunjukkan, siapa
tau sy kelewat gak lihat kemajuannya!
Sebagai rakyat saya tidak anti
PMA, tapi coba deh ditata, jangan seperti sekarang kita hanya memberi
karpet merah utk para penguras sumber daya alam kita, sementara rakyat
pada jejeritan hidupnya makin susah!
Sebelum obral PMA, coba
disurvei mana PMA yg memberikan keuntungan sebanyak-banyaknya untk
negara dan rakyat? Dan kontrak-kontrak karya yg sudah habis dan sekarang
rakyat dan bangsa Indonesia mampu menjalankan sendiri , lebih baik
dijalankan BUMN kita, sehingga akan menambah pemasukkan negara, yg
ujungnya diharapkan bisa untuk rakyat banyak. Jangan sampai lobi asing
untuk sekelompok manusia "dewa" membuat semua dibuat alasan sehingga
asing tetap bercokol.
Misalnya alasannya, kita belum mampu, tidak punya
uangnya. Saya kasih contoh blok Mahakam misalnya, Pertamina secara
finansial mampu membiayai, kemudian secara teknologi dan SDM, ternyata
95 persen yg mengebor minyak di Blok Mahakam itu orang-orang Indonesia,
yg sudah sangat ngerti teknologi dan mumpuni menjalankan. JAdi apa
alasannya tidak dikasih BUMN kita???
Sebetulnya ya, andai kata
pemerintah ini justru berani mengambil langkah memoratorium PMA , dan
memberi kesempatan pada PMDN , dan juga mengoptimalkan BUMN, maka
serusak-rusakanya alam kita masih ada harapan untuk Indonesia yg lebih
baik.
Sayang kepentingan individual penguasa, politikus, dan
sekelompok manusia yg hidup dari duit dolar , telah membangun image yg
mematikan nalar, sehingga selalu terbangun pandangan bahwa hanya DENGAN
ASINGLAH KITA BISA MEMBANGUN INDONESIA!
Sedihhhh ....60 tahun
merdeka, rakyat hanya terus jadi penonton di negeri yg gemah ripah loh
jinawi, atas akrobat para pemegang kekuasaan demi kepentingan pribadi
dan golongannya dari jaman ke jaman.
Penulis : Nanik S Deyang https://www.facebook.com/prokebangkitan/posts/1572324579664539?fref=nf
Menjelajahi penjuru ruang spasial demi visi peradaban yang lebih baik untuk kaum Muslimah
Pages
Visi Geospasial
Rasulullah Saw bersabda : “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Tuesday, November 25, 2014
Jokowi Serahkan Pembuluh Darah Indonesia ke Asing!!
Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai Presiden Joko Widodo telah
melupakan sejarah. Pasalnya Jokowi sudah membuka kesempatan asing untuk
menanamkan investasinya di Indonesia.
"Jokowi telah melupakan sejarah," kata Ichsanuddin saat menyampaikan pendapatnya di salah satu stasiun televisi, Rabu (12/11).
Seharusnya kata sapaan akrab Ichsanur, Jokowi memanfaatkan investasi dalam negeri daripada mengajak asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia yang bisa mengeruk kekayaan alam Indonesia oleh asing.
"Makanya Presiden Soekarno membatalkan UU Ivestasi Asing yang akhirnya dia digulingkan," katanya.
Dengan digulingkannya kekuasaan Presiden Soekarno melalui kekuatan asing karena telah membatalkan UU investasi Asing, Soekarno menekankan seluruh rakyatnya untuk berdirikari di atas kaki sendiri.
Selain itu kata Ichsanur, dengan membuka peluang sebesar-besarnya terhadap asing Jokowi sama saja menyerahkan pembuluh darahnya kepada asing.
"Sama saja Anda memberikan pembuluh dara kepada orang lain yang kapan saja bisa diambil," katanya.
Yang paling dikritik oleh Icshanur dalam pidatonya di KTT APEC di Beijing adalah rencana Jokowi yang akan membangun tol laut yang biayanya dibantu oleh modal asing. Menurut Ichsnur dengan dibangunkan tol laut maka mempermudahkan pihak asing mengambil kekayaan Indonesia di laut.
"Ini sama saja mempermudah mereka berdagang di sini," katanya.
Dalam sepekan kedepan Presiden Jokowi akan menyelesaikan pertemuan bilateral dengan dua pemimpin negara berpengaruh dunia pada Forum Kerja Sama Ekonomi Asisan Pasifik (APEC) di Beijing, Tiongkok.
Sumber : Republika http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/12/newigi-ajak-asing-investasi-jokowi-serahkan-pembuluh-darah-indonesia
"Jokowi telah melupakan sejarah," kata Ichsanuddin saat menyampaikan pendapatnya di salah satu stasiun televisi, Rabu (12/11).
Seharusnya kata sapaan akrab Ichsanur, Jokowi memanfaatkan investasi dalam negeri daripada mengajak asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia yang bisa mengeruk kekayaan alam Indonesia oleh asing.
"Makanya Presiden Soekarno membatalkan UU Ivestasi Asing yang akhirnya dia digulingkan," katanya.
Dengan digulingkannya kekuasaan Presiden Soekarno melalui kekuatan asing karena telah membatalkan UU investasi Asing, Soekarno menekankan seluruh rakyatnya untuk berdirikari di atas kaki sendiri.
Selain itu kata Ichsanur, dengan membuka peluang sebesar-besarnya terhadap asing Jokowi sama saja menyerahkan pembuluh darahnya kepada asing.
"Sama saja Anda memberikan pembuluh dara kepada orang lain yang kapan saja bisa diambil," katanya.
Yang paling dikritik oleh Icshanur dalam pidatonya di KTT APEC di Beijing adalah rencana Jokowi yang akan membangun tol laut yang biayanya dibantu oleh modal asing. Menurut Ichsnur dengan dibangunkan tol laut maka mempermudahkan pihak asing mengambil kekayaan Indonesia di laut.
"Ini sama saja mempermudah mereka berdagang di sini," katanya.
Dalam sepekan kedepan Presiden Jokowi akan menyelesaikan pertemuan bilateral dengan dua pemimpin negara berpengaruh dunia pada Forum Kerja Sama Ekonomi Asisan Pasifik (APEC) di Beijing, Tiongkok.
Sumber : Republika http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/12/newigi-ajak-asing-investasi-jokowi-serahkan-pembuluh-darah-indonesia
ANTARA MARITIM BUDAK & MARITIM ORANG MERDEKA
Betapa dahsyat kondisi maritim Indonesia nanti di bawah Pak Jokowi.
Seakan mengembalikan kejayaan maritim di masa Demak Bintoro, Laut Jawa kembali menjadi jalan tol yang sangat besar di tengah-tengah Nusantara. Kota-kota di kanan kiri Laut Jawa kembali hidup. Sebagaimana dulu, di selatan ada Demak, Surabaya, Cirebon, Banten, dan Palembang. Di utara ada Banjarmasin, Makassar, dan Malaka. Terus di timur sudah menyongsong Ternate dan Tidore. Laut Jawa menjadi magnet kapal-kapal besar Eropa berdatangan setelah menyusuri setengah lingkaran bumi.
Di belakang kota-kota itu, pulau-pulau di Indonesia menjadi kebun-kebun komoditas yang begitu mengesankan. Dan sungai-sungai besar menjadi terusan jalan tol Laut Jawa untuk terus masuk ke kebun-kebun itu. Kali Tuntang menjadi jalan protokol yang membelah Demak Bintoro menuju lereng Merapi-Merbabu. Bengawan Solo, mengintari Surabaya, menjadi pintu masuk ke berbagai area persawahan yang sangat luas di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Begitu juga jalan protokol yang sangat menawan yang bernama Sungai Musi, pintu masuk Sumatera, dan Sungai Barito, pintu masuk Kalimantan. Bangsa Eropa tak heran melihat semua itu mengingat sejak zaman Romawi, Sungai Reinch dan Sungai Danube memegang peranan sentral demikian.
Bedanya dengan maunya Pak Jokowi, Kesultanan Demak Bintoro, bersama Makassar, Ternate, Tidore, dan Banjarmasin, benar-benar "memiliki" Laut Jawa.
Adapun Jokowi, sebagaimana dinyatakan Ichsanuddin Noorsy, menyerahkan pembuluh darah Nusantara ini kepada asing !!!
Masih kurangkah penjajahan selama ini?
Secara fisik memang maunya Pak Jokowi ini bagus sekali. Bagaimanapun ini menjadikan Laut Jawa kembali memegang posisi sentral. Nusantara kembali punya urat nadi. Masalahnya adalah: semua itu dikuasai siapa? Apakah orang-orang se-Nusantara akan kembali menjadi budak kembali? (sekarang pun sudah sebenarnya...)
Ini akan berakibat parah, mengingat semenjak penguasaan VOC, sebenarnya bangsa Indonesia tak pernah berpikir skala negara, kecuali di zaman Bung Karno. Orang hanya berpikir skala kerajaan-kerajaan kecil yang besarnya hanya se eks-karesidenan. Adapun yang berpikir skala negara adalah VOC, Pemerintah Belanda, dan berikutnya Kapitalis Internasional. Dalam keadaan semacam ini, dibikinkan urat nadi, langsung diserahkan asing bahkan sebelum dibuat, dan bangsa Indonesia tetap berpikir skala kerajaan partai politik, kerajaan kabupaten, dan republik skala provinsi, kerajaan bisnis, dan kerajaan proyek. Tak ada yang berpikir negara. Militer pun maunya dijadikan satpam kapitalis asing!
Lalu harus gimana?
Selama ini kita begitu tinggi hati mendengar kata Khilafah. Rendah hatilah.
Khilafah memang desain negara taqwa. Tapi khilafah juga desain negara adikuasa. (Lihat An-Nuur : 55).
Sepanjang khilafah berkuasa Laut Tengah, Laut Merah, Laut Hitam, dan Lautan Hindia, semuanya adalah jalan tol. Di seputar jalan tol itu kota-kota besar berdiri.
Jika Nusantara adalah Khilafah, maunya Pak Jokowi tentu tetap kita lanjutkan. Tapi ingat: Itu milik kaum pengemban An-Nuur 55.
Mungkin tak hanya Laut Jawa sebagai jalan tol dan sungai-sungai besar sebagai jalan protokol. Tapi kota-kota besar di seluruh perbatasan akan menjadi tempat pemberangkatan pasukan jihad. Cilacap, Malang, Lombok, mungkin akan menghadap Australia. Ternate menghadap China. Indonesia mungkin tak lagi menghadap utara seperti sekarang, tapi menghadap ke timur. Makassar sebagai kepala, Lombok tangan kanan, Ternate tangan kiri. Kapal induk dan ratusan pesawat tempur berada di kedua tangan.
Teriakan Soekarno akan kembali terulang, "Dua puluh satu juta sukarelawan akan siap....!!!" (itu penduduknya baru sekitar 100 juta, tahun 61, lha sekarang, penduduk 240 juta)
Tapi itu bukan untuk Nasakom. Tapi untuk Allah SWT. Dengan dakwah dan jihad ke seluruh alam.
Tolong pahami, hanya dengan semangat semacam ini Portugis dulu bisa terusir dari Malaka, Sunda Kelapa, dan seluruh Maluku (Jaziratul Mulk).
Penulis : Husain Matla https://www.facebook.com/husain.eagung/posts/978884102126873
Seakan mengembalikan kejayaan maritim di masa Demak Bintoro, Laut Jawa kembali menjadi jalan tol yang sangat besar di tengah-tengah Nusantara. Kota-kota di kanan kiri Laut Jawa kembali hidup. Sebagaimana dulu, di selatan ada Demak, Surabaya, Cirebon, Banten, dan Palembang. Di utara ada Banjarmasin, Makassar, dan Malaka. Terus di timur sudah menyongsong Ternate dan Tidore. Laut Jawa menjadi magnet kapal-kapal besar Eropa berdatangan setelah menyusuri setengah lingkaran bumi.
Di belakang kota-kota itu, pulau-pulau di Indonesia menjadi kebun-kebun komoditas yang begitu mengesankan. Dan sungai-sungai besar menjadi terusan jalan tol Laut Jawa untuk terus masuk ke kebun-kebun itu. Kali Tuntang menjadi jalan protokol yang membelah Demak Bintoro menuju lereng Merapi-Merbabu. Bengawan Solo, mengintari Surabaya, menjadi pintu masuk ke berbagai area persawahan yang sangat luas di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Begitu juga jalan protokol yang sangat menawan yang bernama Sungai Musi, pintu masuk Sumatera, dan Sungai Barito, pintu masuk Kalimantan. Bangsa Eropa tak heran melihat semua itu mengingat sejak zaman Romawi, Sungai Reinch dan Sungai Danube memegang peranan sentral demikian.
Bedanya dengan maunya Pak Jokowi, Kesultanan Demak Bintoro, bersama Makassar, Ternate, Tidore, dan Banjarmasin, benar-benar "memiliki" Laut Jawa.
Adapun Jokowi, sebagaimana dinyatakan Ichsanuddin Noorsy, menyerahkan pembuluh darah Nusantara ini kepada asing !!!
Masih kurangkah penjajahan selama ini?
Secara fisik memang maunya Pak Jokowi ini bagus sekali. Bagaimanapun ini menjadikan Laut Jawa kembali memegang posisi sentral. Nusantara kembali punya urat nadi. Masalahnya adalah: semua itu dikuasai siapa? Apakah orang-orang se-Nusantara akan kembali menjadi budak kembali? (sekarang pun sudah sebenarnya...)
Ini akan berakibat parah, mengingat semenjak penguasaan VOC, sebenarnya bangsa Indonesia tak pernah berpikir skala negara, kecuali di zaman Bung Karno. Orang hanya berpikir skala kerajaan-kerajaan kecil yang besarnya hanya se eks-karesidenan. Adapun yang berpikir skala negara adalah VOC, Pemerintah Belanda, dan berikutnya Kapitalis Internasional. Dalam keadaan semacam ini, dibikinkan urat nadi, langsung diserahkan asing bahkan sebelum dibuat, dan bangsa Indonesia tetap berpikir skala kerajaan partai politik, kerajaan kabupaten, dan republik skala provinsi, kerajaan bisnis, dan kerajaan proyek. Tak ada yang berpikir negara. Militer pun maunya dijadikan satpam kapitalis asing!
Lalu harus gimana?
Selama ini kita begitu tinggi hati mendengar kata Khilafah. Rendah hatilah.
Khilafah memang desain negara taqwa. Tapi khilafah juga desain negara adikuasa. (Lihat An-Nuur : 55).
Sepanjang khilafah berkuasa Laut Tengah, Laut Merah, Laut Hitam, dan Lautan Hindia, semuanya adalah jalan tol. Di seputar jalan tol itu kota-kota besar berdiri.
Jika Nusantara adalah Khilafah, maunya Pak Jokowi tentu tetap kita lanjutkan. Tapi ingat: Itu milik kaum pengemban An-Nuur 55.
Mungkin tak hanya Laut Jawa sebagai jalan tol dan sungai-sungai besar sebagai jalan protokol. Tapi kota-kota besar di seluruh perbatasan akan menjadi tempat pemberangkatan pasukan jihad. Cilacap, Malang, Lombok, mungkin akan menghadap Australia. Ternate menghadap China. Indonesia mungkin tak lagi menghadap utara seperti sekarang, tapi menghadap ke timur. Makassar sebagai kepala, Lombok tangan kanan, Ternate tangan kiri. Kapal induk dan ratusan pesawat tempur berada di kedua tangan.
Teriakan Soekarno akan kembali terulang, "Dua puluh satu juta sukarelawan akan siap....!!!" (itu penduduknya baru sekitar 100 juta, tahun 61, lha sekarang, penduduk 240 juta)
Tapi itu bukan untuk Nasakom. Tapi untuk Allah SWT. Dengan dakwah dan jihad ke seluruh alam.
Tolong pahami, hanya dengan semangat semacam ini Portugis dulu bisa terusir dari Malaka, Sunda Kelapa, dan seluruh Maluku (Jaziratul Mulk).
Penulis : Husain Matla https://www.facebook.com/husain.eagung/posts/978884102126873
Label:
Analisis,
For Islam,
Geopolitic,
maritim
Wednesday, November 12, 2014
Ambil Alih Posisi Pelayaran Dunia, Indonesia Harus Gandeng Tiongkok dan India
Menjadi Poros Maritim Dunia berarti bisa mengambil alih poros
pelayaran perdagangan dunia yang saat ini masih didominasi kepentingan
ekonomi internasional negara-negara besar dunia; direpresentasikan
Singapura di kawasan Asia Tenggara. Hal tersebut merupakan bentuk
kolonialisme zaman dahulu yang masih bertahan hingga sekarang.
“Negara kaya ingin mempertahankan dominasinya melalui pelayaran internasional,” ujar Prof. Daniel M. Rosyid dalam perbincangannya bersama JMOL, Sabtu (25/10/2014). Menurut Daniel, jika Indonesia mau mengambil alih posisi poros pelayaran dunia, tidak bisa sendirian, namun harus mengajak Tiongkok dan India sebagai partner membangun poros baru.
“India dan Tiongkok paling tidak bisa menjadi balance,” papar Daniel. Mengapa harus Tiongkok dan India? Karena, Tiongkok dan India saat ini menjadi titik tumpu pertumbuhan dunia. Daniel menjelaskan, meski mereka bukan Negara Maritim, namun mereka sedang membangun kekuatan maritim.
“Kita punya posisi strategis. Sekarang, harus lewat Singapura. Tantangan kita menjadi Poros Maritim adalah mengalahkan Singapura,” ungkap Daniel. Merebut posisi Singapura bagi Indonesia, menurut Daniel, bisa dilakukan dengan membangun pelabuhan berstandar internasional di Kuala Tanjung, Sumatera Utara. Dengan tingkat efisiensi yang tinggi dan perencanaan tata ruang hinterland yang kuat, bisa menjadi strategi pengurangan dominasi tersebut.
Lebih lanjut Daniel menjelaskan, persoalan dominasi Singapura bukan hanya persoalan posisi, namun juga persoalan koneksi. Koneksi jalur pelayaran perdagangan dunia saat ini dimonopoli oleh Singapura. “Koneksi ini juga harus kita lawan,” tegasnya.
Daniel melihat, melawan dominasi Singapura dalam pelayaran internasional sejalan dengan strategi Bung Karno dan Gus Dur. Apabila platform kebijakan yang dilandaskan kepada doktrin Nawacita sebagaimana dicetuskan Bung Karno konsisten dijalankan, seharusnya bisa diarahkan untuk melawan dominasi tersebut. “Kebijakan Jokowi, jika melihat Nawacita, seharusnya ke arah sana. Kita harus kembali ke strateginya Bung Karno dan Gus Dur. Hanya keduanya keburu jatuh. Kalau Pak Jokowi mengerti jalan pikirannya Bung Karno, seharusnya bisa itu dijalankan,” pungkas Daniel.
Sumber : JurnalMaritim.com
Komentar :
Highlighted : Prof Daniel Rosyid : "singapura jadi poros maritim dunia bukan hanya soal POSISI tapi juga KONEKSI, nah koneksi ini juga harus kita lawan!"
Jika "koneksi" yg dimaksud Prof Daniel itu adalah jaringan hegemonik yang bertujuan melemahkan negeri Muslim seperti Indonesia tentu harus kita lawan!
“Negara kaya ingin mempertahankan dominasinya melalui pelayaran internasional,” ujar Prof. Daniel M. Rosyid dalam perbincangannya bersama JMOL, Sabtu (25/10/2014). Menurut Daniel, jika Indonesia mau mengambil alih posisi poros pelayaran dunia, tidak bisa sendirian, namun harus mengajak Tiongkok dan India sebagai partner membangun poros baru.
“India dan Tiongkok paling tidak bisa menjadi balance,” papar Daniel. Mengapa harus Tiongkok dan India? Karena, Tiongkok dan India saat ini menjadi titik tumpu pertumbuhan dunia. Daniel menjelaskan, meski mereka bukan Negara Maritim, namun mereka sedang membangun kekuatan maritim.
“Kita punya posisi strategis. Sekarang, harus lewat Singapura. Tantangan kita menjadi Poros Maritim adalah mengalahkan Singapura,” ungkap Daniel. Merebut posisi Singapura bagi Indonesia, menurut Daniel, bisa dilakukan dengan membangun pelabuhan berstandar internasional di Kuala Tanjung, Sumatera Utara. Dengan tingkat efisiensi yang tinggi dan perencanaan tata ruang hinterland yang kuat, bisa menjadi strategi pengurangan dominasi tersebut.
Lebih lanjut Daniel menjelaskan, persoalan dominasi Singapura bukan hanya persoalan posisi, namun juga persoalan koneksi. Koneksi jalur pelayaran perdagangan dunia saat ini dimonopoli oleh Singapura. “Koneksi ini juga harus kita lawan,” tegasnya.
Daniel melihat, melawan dominasi Singapura dalam pelayaran internasional sejalan dengan strategi Bung Karno dan Gus Dur. Apabila platform kebijakan yang dilandaskan kepada doktrin Nawacita sebagaimana dicetuskan Bung Karno konsisten dijalankan, seharusnya bisa diarahkan untuk melawan dominasi tersebut. “Kebijakan Jokowi, jika melihat Nawacita, seharusnya ke arah sana. Kita harus kembali ke strateginya Bung Karno dan Gus Dur. Hanya keduanya keburu jatuh. Kalau Pak Jokowi mengerti jalan pikirannya Bung Karno, seharusnya bisa itu dijalankan,” pungkas Daniel.
Sumber : JurnalMaritim.com
Komentar :
Highlighted : Prof Daniel Rosyid : "singapura jadi poros maritim dunia bukan hanya soal POSISI tapi juga KONEKSI, nah koneksi ini juga harus kita lawan!"
Jika "koneksi" yg dimaksud Prof Daniel itu adalah jaringan hegemonik yang bertujuan melemahkan negeri Muslim seperti Indonesia tentu harus kita lawan!
Jalur Sutra Baru Versi Cina
Visi
Beijing untuk menata ulang peta geopolitik di Asia mulai terlihat di
Horgos, sebuah lembah di perbatasan Cina-Kazakhstan. Sejauh mata
memandang, terlihat puncak pegunungan bersalju. Lokasi terpencil ini
dulu sempat menjadi titik transit pedagang-pedagang Jalur Sutra. Di
tempat-tempat seperti ini, Cina tengah membangun beberapa kota baru.
Dengan luas lebih dari dua kali area New York City, Horgos hanya dihuni 85.000 warga sejak didirikan pada September. Kota Horgos saat ini merupakan gabungan beberapa kota kecil yang sudah ada sebelumnya, ditambah desa-desa di sebuah area yang dikenal oleh penduduk setempat karena kebun bunga lavender.
Cina berencana mengubah kota sepi di perbatasan itu menjadi pusat rel kereta, energi, dan logistik internasional yang dinamakan “Sabuk Ekonomi Jalur Sutra.” Rencana ini diumumkan Presiden Xi Jinping tahun lalu. Tujuannya adalah mendirikan rute perdagangan dan transportasi baru antara Cina, Asia Tengah, dan Eropa.
Menurut diplomat dan analis yang meneliti rencana Beijing, Horgos adalah elemen kecil dari upaya Cina untuk mendekatkan wilayah di sekeliling negara itu lewat saluran pipa gas, jalan, rel kereta, dan pelabuhan.
Rencana Beijing tersebut juga meliputi kerja sama perdagangan bebas Asia Pasifik, pendirian Bank Investasi Infrastruktur Asia senilai $50 miliar, serta program Dana Jalur Sutra sebesar $40 miliar yang diumumkan Xi minggu lalu. Pemerintah menjanjikan bantuan serta investasi dari perusahaan-perusahaan negara dan swasta Cina.
Dalam pidatonya di hadapan para petinggi perusahaan, Minggu, Xi mengatakan Jalur Sutra yang baru akan mendorong pertumbuhan dan memperbaiki infrastruktur di seluruh Asia. Ini dimaksudkan guna mewujudkan “mimpi Asia-Pasifik”, yang selaras dengan slogan politik Xi di dalam negeri, “Mimpi Cina” untuk meremajakan kembali negara Tirai Bambu tersebut. “Dengan kebangkitan kekuatan nasional, Cina mampu dan bersedia menyediakan lebih banyak barang-barang publik untuk Asia Pasifik dan seluruh dunia,” kata Xi.
Perwakilan pemerintah Cina tidak merespons permintaan untuk berkomentar. Minggu lalu, Xi mengatakan bank infrastruktur yang baru dan Dana Jalur Sutra akan “melengkapi, bukan menggantikan” institusi kredit yang telah ada di Cina.
Sabuk Ekonomi Jalur Sutra, salah satu pilar “Mimpi Cina”, diajukan Xi saat melawat ke Asia Tengah pada September 2013. Ia menyerukan pembangunan koridor transportasi yang menghubungkan Samudera Pasifik dengan Laut Baltik serta menjalin Asia Timur dengan Asia Selatan dan Timur Tengah. Koridor ini akan melayani pasar gabungan dengan total konsumen sekitar tiga miliar orang.
Saat melawat ke Indonesia, Oktober 2013, ia kembali mengajukan pilar lain: sebuah koridor perdagangan maritim yang disebutnya sebagai Jalur Sutra Maritim Abad ke-21. Ini mencakup pembangunan atau perluasan pelabuhan dan kompleks industri di seluruh Asia Tenggara dan beberapa negara seperti Sri Lanka, Kenya, dan Yunani. Xi juga berambisi memperbesar volume perdagangan bilateral dengan Asia Tenggara sampai $1 triliun pada 2020—lebih dari dua kali lipat nilai perdagangan Cina-Asia Tenggara tahun lalu.
Dalam lawatannya, Xi mengutip semangat Zheng He, yang juga dikenal sebagai Cheng Ho. Ia adalah laksamana yang memimpin armada kapal harta Cina ke Afrika pada abad ke-15 dan dipandang sebagai wajah era kepemimpinan maritim Cina.
“[Xi] menerapkan konsep yang telah ada sejak dulu,” kata Chris Johnson, mantan analis CIA untuk Cina yang kini bekerja untuk Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS). “Namun Xi benar-benar melakukannya, mewujudkannya, mendanainya, dan berkata kepada semua orang di dunia, ‘Saya serius soal ini.’”
Rencana Xi tampaknya mencerminkan sikap Cina untuk lebih memilih berpihak pada negara berkembang ketimbang bekerja dengan Amerika Serikat, kata Johnson. Cina tampaknya tidak ingin bekerja sama dengan tata dunia internasional yang didominasi Barat.
Sumber : Wall Street Journal Indonesia
http://indo.wsj.com/posts/ 2014/11/10/ jalur-sutra-baru-versi-cina / ?mod=WSJIdn_WSJINDOHome_Wha tsNews_2_4_Left_Headlines
Dengan luas lebih dari dua kali area New York City, Horgos hanya dihuni 85.000 warga sejak didirikan pada September. Kota Horgos saat ini merupakan gabungan beberapa kota kecil yang sudah ada sebelumnya, ditambah desa-desa di sebuah area yang dikenal oleh penduduk setempat karena kebun bunga lavender.
Cina berencana mengubah kota sepi di perbatasan itu menjadi pusat rel kereta, energi, dan logistik internasional yang dinamakan “Sabuk Ekonomi Jalur Sutra.” Rencana ini diumumkan Presiden Xi Jinping tahun lalu. Tujuannya adalah mendirikan rute perdagangan dan transportasi baru antara Cina, Asia Tengah, dan Eropa.
Menurut diplomat dan analis yang meneliti rencana Beijing, Horgos adalah elemen kecil dari upaya Cina untuk mendekatkan wilayah di sekeliling negara itu lewat saluran pipa gas, jalan, rel kereta, dan pelabuhan.
Rencana Beijing tersebut juga meliputi kerja sama perdagangan bebas Asia Pasifik, pendirian Bank Investasi Infrastruktur Asia senilai $50 miliar, serta program Dana Jalur Sutra sebesar $40 miliar yang diumumkan Xi minggu lalu. Pemerintah menjanjikan bantuan serta investasi dari perusahaan-perusahaan negara dan swasta Cina.
Dalam pidatonya di hadapan para petinggi perusahaan, Minggu, Xi mengatakan Jalur Sutra yang baru akan mendorong pertumbuhan dan memperbaiki infrastruktur di seluruh Asia. Ini dimaksudkan guna mewujudkan “mimpi Asia-Pasifik”, yang selaras dengan slogan politik Xi di dalam negeri, “Mimpi Cina” untuk meremajakan kembali negara Tirai Bambu tersebut. “Dengan kebangkitan kekuatan nasional, Cina mampu dan bersedia menyediakan lebih banyak barang-barang publik untuk Asia Pasifik dan seluruh dunia,” kata Xi.
Perwakilan pemerintah Cina tidak merespons permintaan untuk berkomentar. Minggu lalu, Xi mengatakan bank infrastruktur yang baru dan Dana Jalur Sutra akan “melengkapi, bukan menggantikan” institusi kredit yang telah ada di Cina.
Sabuk Ekonomi Jalur Sutra, salah satu pilar “Mimpi Cina”, diajukan Xi saat melawat ke Asia Tengah pada September 2013. Ia menyerukan pembangunan koridor transportasi yang menghubungkan Samudera Pasifik dengan Laut Baltik serta menjalin Asia Timur dengan Asia Selatan dan Timur Tengah. Koridor ini akan melayani pasar gabungan dengan total konsumen sekitar tiga miliar orang.
Saat melawat ke Indonesia, Oktober 2013, ia kembali mengajukan pilar lain: sebuah koridor perdagangan maritim yang disebutnya sebagai Jalur Sutra Maritim Abad ke-21. Ini mencakup pembangunan atau perluasan pelabuhan dan kompleks industri di seluruh Asia Tenggara dan beberapa negara seperti Sri Lanka, Kenya, dan Yunani. Xi juga berambisi memperbesar volume perdagangan bilateral dengan Asia Tenggara sampai $1 triliun pada 2020—lebih dari dua kali lipat nilai perdagangan Cina-Asia Tenggara tahun lalu.
Dalam lawatannya, Xi mengutip semangat Zheng He, yang juga dikenal sebagai Cheng Ho. Ia adalah laksamana yang memimpin armada kapal harta Cina ke Afrika pada abad ke-15 dan dipandang sebagai wajah era kepemimpinan maritim Cina.
“[Xi] menerapkan konsep yang telah ada sejak dulu,” kata Chris Johnson, mantan analis CIA untuk Cina yang kini bekerja untuk Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS). “Namun Xi benar-benar melakukannya, mewujudkannya, mendanainya, dan berkata kepada semua orang di dunia, ‘Saya serius soal ini.’”
Rencana Xi tampaknya mencerminkan sikap Cina untuk lebih memilih berpihak pada negara berkembang ketimbang bekerja dengan Amerika Serikat, kata Johnson. Cina tampaknya tidak ingin bekerja sama dengan tata dunia internasional yang didominasi Barat.
Sumber : Wall Street Journal Indonesia
http://indo.wsj.com/posts/
Subscribe to:
Posts (Atom)