Nasionalisme
Buta Malaysia
Telah
Menumpahkan Darah Muslimah dan Anak-Anak Muslim di Sabah
Sejak kelompok sipil bersenjata
bersama sekitar 1000 warga pengikut Sultan Sulu, Jamalul Kiram III mendarat di
Lahad Datu Sabah pertengahan Februari lalu sampai sekarang masih terjadi
baku tembak antara ribuan pasukan Malaysia dengan pesawat jet tempurnya untuk
memburu ratusan prajurit Kesultanan Sulu tersebut. Pendaratan di Lahad
Datu itu, merupakan bagian dari upaya kesultanan Sulu untuk mengklaim kembali
Sabah, karena merasa dikhianati dan ditinggalkan dalam proses perdamaian antara
pemerintah Filipina dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF).
Pemerintah Malaysia terus memburu
dengan membabi buta para loyalis kesultanan
Sulu. Ironisnya kaum perempuan dan anak-anak juga turut menjadi korban konflik
bersenjata ini. The Phillipine Star tanggal 11 Maret lalu telah
memberitakan bahwa perempuan hamil dan anak-anak Muslim Filipina yang telah
lama tinggal di Sabah juga diburu dan dibunuh oleh militer Malaysia karena
dianggap bagian dari suku Tausug, dimana kebanyakan dari suku Tausug adalah
anggota Kesultanan Sulu. Bahkan sebelumnya harian Indonesia, Republika,
melaporkan seorang bocah berusia belasan tahun tewas setelah ditembak Polisi
Malaysia 10 Maret lalu namun ditanggapi enteng oleh Komisaris Polisi wilayah
Sabah, Datuk Hamza Taib, dengan menyatakan bahwa bocah tersebut sama saja
dengan teroris.
Insiden ini jelas memperlihatkan
wajah Malaysia sebenarnya yang tidak lagi bisa menutupi bahwa darah kaum
muslimin tidak berarti apa-apa bagi mereka jika dibandingkan dengan batasan
territorial negaranya yang diterobos oleh kaum Muslim Sulu, bahkan Malaysia
tidak segan mengorbankan darah kaum Muslimah dan anak-anak sekalipun. Ironis,
karena selama ini Malaysia kerap memerankan diri sebagai negeri Muslim yang
vokal menyuarakan kepentingan umat Islam termasuk Palestina dan muslim
minoritas di Asia Tenggara.
Nasionalisme
dan Perdamaian Palsu untuk Umat Islam
Krisis Sabah ini sesungguhnya
tidak bisa dilepaskan dari penindasan Muslim minoritas di Asia Tenggara dan
sejarah panjang kolonialisme Barat di kawasan ini. Kolonialisme Barat di Asia
Tenggara telah mewariskan perpecahan umat Islam, penindasan minoritas umat dan
penjajahan sumberdaya alam melalui pengkhianatan para pemimpin Muslim di kawasan
ini, sehingga kesatuan umat Islam di Nusantara terlerai satu per satu akibat
nasionalisme dan kemerdekaan negara-bangsa pada pertengahan abad ke-20. Adalah
Protokol Madrid tahun 1885 yang merampas Sabah dari kesultanan Sulu dan
diserahkan pada kerajaan Inggris untuk menjadi bagian protectorat atau daerah
jajahannya. Lalu Inggris memerdekakan Malaysia dan menyerahkan Sabah ke
Malaysia melalui komisi Cobbold 1963, meski Malaysia tetap harus membayar uang
sewa kepada Sultan Sulu sebanyak US$ 1.500 (Rp 14,5 juta) per tahun untuk tanah
seluas 7.300 hektare di Sabah hingga saat ini. Walhasil, sengketa antara
Malaysia dengan Kesultanan Sulu atas Sabah hari ini tidak bisa lepas dari
desain imperialis Inggris kala itu.
Malaysia, sebagai salah satu
negeri muslim mayoritas di kawasan ini nampaknya masih memerankan dengan baik
peranannya sebagai sisa-sisa kolonial dari negara imperialis Barat. Malaysia
jelas tidak rela memberikan sejengkal tanah Sabah pun kepada Filipina namun
pada saat yang sama rela membiarkan tanah umat Islam di Mindanao dan Pattani
dikuasai oleh kaum kaffir dan menutup mata terhadap penindasan minoritas Muslim
disana yang mengorbankan lebih dari 120 ribu nyawa Muslim Moro di Filipina
Selatan selama 40 tahun terakhir, dan sedikitnya 5500 nyawa Muslim Pattani di
Thailand Selatan sejak 9 tahun silam. Malaysia tidak berbuat apapun untuk
membebaskan tanah dan menjaga kehormatan umat Islam di Pattani, Sulu dan Mindanao
kecuali dengan jalan diplomatik basa-basi yang sarat dengan akomodasi
kepentingan asing. Kebalikannya justru Malaysia sekuat tenaga mengerahkan tujuh
batalion pasukan tempur untuk mempertahankan tanah di Sabah demi melawan
ratusan kelompok sipil bersenjata alakadarnya yang sesungguhnya merupakan
saudaranya se - Aqidah.
Drama kepalsuan itu terus
berlanjut, Malaysia terus memainkan peran yang mencitrakan dirinya sebagai
penjaga Islam dan pembela Muslim minoritas. Oktober tahun lalu Malaysia
berperan memfasilitasi penandatanganan perjanjian damai di Filipina Selatan
yang sudah diupayakan sejak 15 tahun lalu dan akan membentuk wilayah otonomi
baru di kawasan selatan Filipina pada tahun 2016. Namun ternyata perjanjian
damai ini justru menjadi racun perpecahan bagi umat Islam, memantik krisis
Sabah yang menumpahkan darah umat. Ironisnya pada saat yang hampir bersamaan,
Malaysia kembali memulai peran untuk menangani perdamaian Muslim minoritas di
Thailand Selatan. Sungguh sebuah peran yang hipokrit dan basa-basi yang
dijalankan pemerintah Malaysia yang telah merobek persaudaraan umat Islam dengan
menumpahkan darah saudaranya sendiri di Sabah.
Khilafah Akan Membebaskan dan Menyatukan Sabah dan Sulu
Islam mencela keras dan mengharamkan ashabiyah (fanatisme golongan)
termasuk nasionalisme untuk digunakan sebagai identitas umat Islam, mengalahkan
ikatan persaudaraan Islam (ukhuwah Islam). Allah SWT berfirman: إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ... "Sesungguhnya kaum mukmin itu bersaudara"
(QS al-Hujurat [49] : 10). Islam mengajarkan bahwa ikatan terkuat bagi seorang
Muslim itu adalah Aqidah Islam yang termanifestasi dalam ukhuwah Islamiyah, dan
ikatan ini wajib diletakkan diatas suku bangsa, ras ataupun warna kulit.
Pertempuran di Sabah antara militer Malaysia dengan pengikut kesultanan
Sulu adalah termasuk pertempuran jahiliyah, sebagaimana kita temui dalam hadits
berikut yang mencela keras pelaku ashobiyah sebagai jahiliyah :
وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُو
إِلَى عَصَبَةٍ أَوْ يَنْصُرُ عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
Nabi Saw bersabda: "Dan barangsiapa mati di bawah bendera fanatisme golongan, dia
marah karena fanatisme golongan atau karena ingin memenangkan bangsanya
kemudian dia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah. (HR. Muslim no.
3525)
Islam juga mewajibkan umatnya
untuk hidup di bawah satu kepemimpinan politik (Khilafah). Haram bagi mereka terfragmentasi di bawah kepemimpinan politis
yang lebih dari satu, apalagi harus
hidup tertindas dibawah tirani mayoritas kaum kafir seperti Muslim Moro di
Filipina, Muslim Pattani di Thailand ataupun Muslim Rohingya di Myanmar. Rasulullah
SAW pernah bersabda:
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا
"Apabila
ada dua khalifah yang dibaiat, maka bunuhlah yang paling terakhir dari keduanya.“
(HR. Muslim no. 3444). Oleh karena
itu Khilafah akan menyatukan wilayah Sabah dan kepulauan Sulu, kepulauan
Indonesia, Malaysia dengan seluruh tanah kaum Muslimin di seluruh dunia.
Khilafah juga akan membebaskan tanah kaum Muslimin di Myanmar, Filipina Selatan
dan Thailand Selatan, serta akan menjadi perisai bagi kehormatan umat Islam
termasuk kaum Muslimah dan anak-anak di seluruh wilayah negara Khilafah.
Khilafah dengan visi politik
luar negerinya yang luhur tidak akan pernah membiarkan wilayah kaum Muslimin
jatuh ke tangan kuffar melalui berbagai jerat perjanjian imperialis. Daulah Khilafah
akan mengakhiri politik luar negeri negeri-negeri Muslim yang penuh dengan nuansa
kelemahan dan ketertundukan ini akibat jerat nasionalisme dan pengkhianatan
penguasa boneka Barat. Khilafah akan menggantinya dengan sebuah visi politik
luar negeri yang berorientasi mulia untuk penyebaran dakwah Islam ke seluruh
dunia dengan metode dakwah dan Jihad.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ
آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ
يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ
الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah
beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan
sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah
diperintah mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka
(dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa : 60)
Fika M. Komara, M.Si
Member Of Central Media Office Hizb ut
Tahrir
No comments:
Post a Comment