Berulangnya penindasan China
terhadap Muslim Uyghur di bulan suci Ramadhan menuai reaksi keras dari Umat
Muslim di berbagai belahan dunia, termasuk Mesir, Indonesia dan Amerika.
Insiden terbaru telah menewaskan 28 Muslim Uyghur karena mereka melawan
pembatasan ibadah puasa oleh China yang sejak tahun lalu secara resmi diberlakukan
kepada anggota partai, pegawai negeri, siswa, dan guru. "Tindakan ini
jelas-jelas telah menyakiti hati umat Islam dunia" ujar, Anwar Abbas, seorang
intelektual Muslim dan salah satu ketua dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sementara komunitas muslim Amerika yang diwakili CAIR mengirim surat kepada
Presiden Xi Jin Ping, mendesak untuk mengakhiri semua penolakan dan sanksi
negara dari kebebasan beragama yang menargetkan Muslim, termasuk puasa di bulan
Ramadhan. Bahkan Universitas Al Azhar beserta Imam Besarnya, Ahmed al-Tayeb,
mengutuk keras otoritas Cina yang telah melarang kaum Muslim, terutama dari
kawasan Xinjiang, berpuasa dan menjalankan ibadah selama bulan Ramadhan.
Sungguh, penindasan Muslim
Uighur ini tidak bisa dilepaskan dari sistem tata dunia yang terus memelihara
rezim predator China dan rezim-rezim boneka Muslim Asia Tengah yang terus
menarget muslim Uighur. Tata dunia kapitalistik hari ini telah menempatkan
kepentingan ekonomi dan politik lebih tinggi dari kemanusiaan dan hak-hak dasar
manusia, termasuk hak beribadah kepada Allah Swt.
Kepentingan
Geopolitik China di Asia Tengah : Memangsa Muslim Uighur
Bagi
rezim China, ratusan nyawa Muslim Uyghur seperti tidak ada harganya,
dibandingkan nilai kepentingan geopolitiknya di Turkestan Timur. Mega proyek China
New Silk Road yang baru saja diluncurkan adalah salah satu indikasi kuatnya
motivasi China memenangkan persaingan geopolitik baru di kawasan Asia Tengah.
Beberapa pakar memperkirakan bahwa China mungkin akan menggusur peran AS dan
Rusia di Asia Tengah - sebuah kawasan geostrategis penting bagi semua pihak. Apalagi
penarikan pasukan militer AS dari Afghanistan akan meninggalkan kekosongan
kekuasaan, dan resistensi negeri-negeri Asia Tengah terhadap Rusia membuat Cina
semakin popular di mata rezim-rezim “stan” di Asia Tengah sebagai mitra dagang,
keamanan dan pembangunan bersama. [i]
Meskipun
proyek ini merupakan kepentingan ekonomi China dalam energi, bahan baku, dan
pasar yang akan terus mendorong pertumbuhan ekonomi, namun tidak dapat dipahami
hanya dari segi ekonomi saja. Karena kesepakatan puluhan miliar dollar (40
milliar US$) antara China dan negara-negara Asia Tengah yang telah dibuat adalah
tentang penyaluran minyak dan gas dari negara-negara tetangga Asia Tengah langsung
ke China melalui wilayah Xinjiang yang bergolak dimana 10 juta jiwa Muslim
Uighur tinggal. Lebih jahat lagi, di tengah transaksi bisnis itu, semua negara
anggota dan negara pengamat dari Shanghai Cooperation Organization (SCO)
- serikat politik dan ekonomi yang dipimpin Cina - hampir semua menjanjikan
dukungan mereka untuk memerangi apa yang disebut Beijing sebagai "terorisme
Uighur”. [ii]
Atas
nama kepentingan ekonomi dan geopolitik, rezim pemangsa China telah dengan
sengaja menargetkan Muslim Uyghur, dengan dalih memerangi terorisme. China
telah menempatkan kepentingan ekonomi dan politik lebih tinggi dari kemanusiaan
dan hak-hak dasar manusia. Betapa
murahnya harga nyawa Muslim di mata negara komunis-kapitalis seperti China!
Hanya
Qutaibah Kedua yang akan mampu menghentikan China!
Selain kepentingan ekonomi dan geopolitik, sikap psikopat
China terhadap Muslim sebenarnya juga dilandasi oleh pengalaman sejarah
ketidakberdayaan mereka menghadapi kekuatan Aqidah Islam. China menyadari betul
dahsyatnya kekuatan ideology Islam yang sudah mereka rasakan sejak abad ke 6 M
dan begitu cepat mempengaruhi masyarakatnya yang berbondong-bondong masuk
Islam. Khilafah Islam di zaman al-Walid bin ‘Abdul Malik menaklukkan wilayah
Asia Tengah di bawah panglimanya Qutaibah bin Muslim yang dimulai sejak tahun
86 H/705 M.
China semakin gemetar setelah mereka menyaksikan kekuatan
kaum Muslim saat itu, yang berhasil menaklukkan wilayah-wilayah Asia, dan tidak
bisa dibendung oleh para penguasa di sana. Bagaimana pengkhianatan penguasa
Bukhara, yang sebelumnya melakukan perjanjian damai, setelah sebelumnya
dikepung oleh pasukan Qutaibah, namun mereka berkhianat. Setelah itu, mereka
digempur habis-habisan oleh pasukan kaum Muslim di bawah panglima Qutaibah,
hingga tunduk dengan paksa (‘anwah) tahun 87 H/706 M. Pengalaman ini mempunyai
dampak politik yang luar biasa yang terukir dalam memori sejarah China, apalagi
ketika Qutaibah berhasil menaklukkan kota Kashgar, Samarkand hingga berhasil
menguasai jalur sutera perdagangan di Asia Tengah yang sangat penting bagi Cina
dan dunia.
Sejarah pun akan kembali berulang, rezim predator Cina akan
kembali menghadapi sosok Qutaibah kedua di bawah komando Khilafah Islam untuk
yang kedua kalinya. Panglima seperti Qutaibah di bawah panji Islam akan
membebaskan Muslim Uighur dan mengembalikan kekuatan geopolitik Islam di Asia
Tengah, dimana darah, harta dan kehormatan setiap jiwa Muslim akan terlindungi,
karena Khilafah adalah negara yang menempatkan nyawa seorang Muslim lebih
berharga daripada seisi bumi, seperti sabda Rasulullah
Saw :
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ
اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ.
“Hancurnya
dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim.”
(HR. Nasa’I dan Tirmidzi).
Khilafah
akan menggunakan seluruh perangkat dan sarana, mengerahkan segenap daya upaya,
baik politik, ekonomi, dan militer untuk melindungi umat Islam dari penindasan,
dan membela darah dan kehormatan karena Islam telah mewajibkannya. Khilafah
akan mengerahkan kekuatan militernya secara penuh untuk membela Muslim tanpa
memandang lagi dimana mereka berada dan berapapun biayanya. Hal ini karena
Khilafah adalah negara yang berprinsip, berdasarkan nilai moral Islam yang
luhur yang menempatkan kehormatan jiwa manusia di tempat yang tinggi, yang
mewajibkan untuk melindungi darah kaum Muslim, dibandingkan sekedar melakukan
tindakan hanya berdasar kepentingan nasional yang egois ataupun karena
keuntungan ekonomi, sebagaimana Rasulullaah (Saw) bersabda :
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ
مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) itu merupakan perisai, rakyat akan
berperang di belakang serta berlindung dengannya” (HR. Muslim)
[i]
The Diplomat - China’s New Silk Road
and Its Impact on Xinjiang http://thediplomat.com/2015/03/chinas-new-silk-road-and-its-impact-on-xinjiang/
[ii]
Al Jazeera - Bolstered Silk Road
trade could hurt China’s Uighurs http://america.aljazeera.com/articles/2014/11/11/china-xinjiang-apec.html
No comments:
Post a Comment