Di abad ke-10 M, Abu Zayd Al-Balkhi dari Balkh mendirikan sekolah di 
kota Baghdad yang secara khusus mengkaji dan membuat peta bumi.
  
 ILMU geografi di dunia Islam mulai berkembang pada masa era kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Ketika itu, Khalifah Harun Ar-Rasyid mendorong para sarjana Muslim menerjemahkan naskah-naskah kuno dari Yunani ke dalam bahasa Arab.
Diantara buku yang diterjemahkan adalah Alemagest dan Geographia. Kedua 
buku ini membahas tentang ilmu geografi. Dari sinilah kemudian banyak 
pelajar yang mempelajari ilmu tersebut sehingga dalam waktu yang tidak 
lama lahir para pakar geografi.
Ketertarikan kaum Muslimin terhadap geografi diawali dengan 
kegandrungannya kepada astronomi. Dari ilmu inilah kemudian membawa 
mereka menggeluti ilmu bumi. Peta yang dibuat bangsa Yunani dan Romawi 
menarik minat pelajar Muslim untuk mempelajarinya.
Bangsa Yunani adalah bangsa yang pertama dikenal secara aktif 
menjelajahi geografi. Beberapa tokoh Yunani yang berjasa mengeksplorasi 
geografi sebagai ilmu dan filosofi antara lain; Thales dari Miletus, 
Herodotus, Eratosthenes, Hipparchus, Aristotle, Dicaearchus dari 
Messana, Strabo, dan Ptolemy. Sedang bangsa Romawi turut memberi 
sumbangan pada pemetaan setelah mereka banyak menjelajahi negeri dan 
menambahkan teknik baru. Salah satu tekniknya adalah periplus, deskripsi
 pada pelabuhan, dan daratan sepanjang garis pantai yang bisa dilihat 
pelaut di lepas pantai.
Namun para sarjana Muslim tidak hanya menerjemahkan dan mempelajari 
karya-karya Yunani tetapi juga mengkombinasikannya dengan pengetahuan 
yang telah berkembang di pusat kebudayaan di Mesir, India, dan Persia.
Inilah yang membuat ilmu geografi di tangan kaum Muslimin maju pesat.
 Demikian pula ilmu-ilmu yang berhubungan dengan geografi seperti 
perpetaan dan kosmografi mengalami kemajuan yang besar. Dari sinilah 
kemudian muncul istilah mil untuk mengukur jarak. Sedangkan orang Yunani
 menggunakan istilah stadion.
Dalam hal ini seorang sarjana Barat seperti Gustave Le Bon dalam bukunya Arabs Civilization
 hal 468 mengatakan bahwa meski geografi sebagai ilmu pengetahuan 
dimulai sebelum Islam, namun kontribusi umat Islam sangatlah besar. 
“Meski kaum Muslimin belajar geografi kepada ilmuwan Yunani seperti 
Ptolemy, namun ilmu mereka melampaui guru mereka,” jelas Gustave.
Sederet geografer Muslim telah banyak memberi kontribusi bagi 
pengembangan ilmu bumi. Al-Kindi diakui begitu berjasa sebagai geografer
 pertama yang memperkenalkan percobaan ke dalam ilmu bumi. Sedangkan, 
Al-Biruni didapuk sebagai ‘bapak geodesi’ yang banyak memberi kontribusi
 terhadap geografi dan juga geologi.
John J O’Connor dan Edmund F Robertson menuliskan pengakuannya 
terhadap kontribusi Al-Biruni dalam MacTutor History of Mathematics. 
Menurut mereka, ‘’Al-Biruni telah menyumbangkan kontribusi penting bagi 
pengembangan geografi dan geodesi. Dialah yang memperkenalkan teknik 
pengukuran bumi dan jaraknya dengan menggunakan triangulation.’’
Al-Biruni-lah yang menemukan radius bumi mencapai 6.339,6 km. Hingga 
abad ke-16 M, Barat belum mampu mengukur radius bumi seperti yang 
dilakukan Al-Biruni.Bapak sejarah sains, George Sarton, juga mengakui 
kontribusi sarjana Muslim dalam pengembangan geografi dan geologi.
‘’Kita menemukan dalam tulisannya metedo penelitian kimia, sebuah teori tentang pembentukan besi.’’
Salah satu kekhasan yang dikembangkan geografer Muslim adalah 
munculnya bio-geografi. Hal itu didorong oleh banyaknya orang Arab di 
era kekhalifahan yang tertarik untuk mendistribusi dan mengklasifikasi 
tanaman, binatang, dan evolusi kehidupan. Para sarjana Muslim mencoba 
menganalisis beragam jenis tanaman.
Dukungan Penguasa
Geliat mempelajari ilmu geografi semakin besar ketika Khalifah 
Al-Mam’un, penerus Harul Al-Rasyid memerintahkan para geografer Muslim 
untuk mengukur kembali jarak bumi. Untuk mendukung proyek tersebut, 
Al-Ma’mun juga membiayai semua perjalanan yang dilakukan dalam 
menjelajahi dunia.
Tentu saja dukungan ini mendapat sambutan yang luar biasa dari para 
sarjana islam. Apalagi mereka melakukan ekespedisi juga dalam rangka 
menyebarkan dakwah Islam. Tak pelak umat Islam pun mulai mengarungi lautan dan menjelajah 
daratan untuk menyebarkan agama Allah Subhanahu Wata’ala. Seiring 
meluasnya ekspansi dan ekspedisi rute-rute perjalanan melalui darat dan 
laut pun mulai bertambah. Tak heran, jika sejak abad ke-8 M, kawasan 
Mediterania telah menjadi jalur utama umat Islam.
Atas upaya dan kerja keras para geografer Muslim, akhirnya apa yang 
diharapkan Al-Ma’mun bisa terwujud. Para sarjana Muslim mampu menghitung
 volume dan keliling bumi. Berbekal keberhasilan itu, Khalifah Al-Ma’mun
 memerintahkan untuk menciptakan peta bumi yang besar. Adalah Musa 
Al-Khawarizmi bersama 70 geografer lainnya mampu membuat peta globe 
pertama pada tahun 830 M.
Khawarizmi juga berhasil menulis kitab geografi yang berjudul Surah 
Al- Ard (Morfologi Bumi) sebuah koreksi terhadap karya Ptolemaeus. Kitab
 itu menjadi landasan ilmiah bagi geografi Muslim tradisional.
Pada abad yang sama, Al-Kindi juga menulis sebuah buku bertajuk ‘Keterangan tentang Bumi yang Berpenghuni’. Sejak saat itu, geografi pun berkembang pesat. Sejumlah geografer Muslim berhasil melakukan terobosan dan penemuan penting.
Di awal abad ke-10 M, secara khusus, Abu Zayd Al-Balkhi yang berasal 
dari Balkh mendirikan sekolah di kota Baghdadyang secara khusus mengkaji
 dan membuat peta bumi. Di abad ke-11 M, seorang geografer termasyhur dari Spanyol, Abu Ubaid
 Al- Bakri berhasil menulis kitab di bidang geografi, yakni Mu’jam Al-Ista’jam (EksiklopediGeografi) dan Al-Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan). Buku pertama berisi nama-nama tempat di Jazirah Arab. Sedangkan yang kedua berisi pemetaan geografis dunia Arab zaman dahulu.
Pada abad ke-12, geografer Muslim, Al-Idrisi berhasil membuat peta 
dunia. Al-Idrisi yang lahir pada tahun 1100 di Ceuta Spanyol itu juga 
menulis kitab geografi berjudul Kitab Nazhah Al- Muslak fi Ikhtira Al-Falak (Tempat
 Orang yang Rindu MenembusCakrawala). Kitab ini begitu berpengaruh 
sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Geographia Nubiensis.
Seabad kemudian, dua geografer Muslim yakni, Qutubuddin Asy-Syirazi 
(1236 M -1311 M) dan Yaqut Ar-Rumi (1179 M -1229 M) berhasil melakukan 
terobosan baru. Qutubuddin mampu membuat peta Laut Putih/Laut Tengah 
yang dihadiahkan kepada Raja Persia. Sedangkan, Yaqut berhasil menulis enam jilid ensiklopedi bertajuk Mu’jam Al-Buldan (Ensiklopedi Negeri-negeri).
Penjelajah Muslim asal Maroko, Ibnu Battuta di abad ke-14 M memberi 
sumbangan dalam menemukan rute perjalanan baru. Hampir selama 30 tahun, 
Ibnu Battuta menjelajahi daratan dan mengarungi lautan untuk berkeliling
 dunia. Penjelajah Muslim lainnya yang mampu mengubah rute perjalanan 
laut adalah Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok. Dia melakukan ekspedisi 
sebanyak tujuh kali mulai daritahun 1405 hingga 1433 M.Dengan menguasai 
geografi, di era keemasan umat Islam mampu menggenggam dunia.
Tak pelak, Islam banyak memberi kontribusi bagi pengembangan 
geografi. Sumbangan dunia Islam meliputi pengetahuan klimatologi 
(termasuk angin munson), morfologi, proses geologi, sistem mata 
pencaharian, organisasi kemasyarakatann, mobilitas penduduk, serta 
koreksi akan kesalahan yang tertulis pada buku yang ditulis ptolomeus.
Karya-karya sarjana Muslim seperti Al-Biruni, Ibnu Sina, Ai 
Istakhiri, Al Idrisi, Ibn Khaldun dan Ibn Batuta telah menjadi dasar 
pemicu kembalinya perkembangan ilmu pengetahuan. Bukan hanya geografi 
namun juga dalam berbagai ilmu lain. Karena demikian besar jasanya dalam
 geografi dan Kartografi, Al-Idrisi diangkat diangkat sebagai penasihat 
dan pengajar di istana raja Sicilia, Roger II (1154), dan akhir-akhir 
ini namanya (Idrisi) diabadikan untuk nama perangkat lunak yang 
dikembangkan Universitas Clark di Worcester (Amerika Serikat) untuk alat
 bantu analsisis geografi, citra digital, kartografi, dan sistem 
informasi geografis.*
Sumber : Hidayatullah
http://www.hidayatullah.com/spesial/ragam/read/2014/12/29/35914/sumbangan-islam-pada-ilmu-geografi.html#.VKsmesmrE1R 
