Visi Geospasial

Rasulullah Saw bersabda : “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Saturday, February 25, 2012

Nilai Strategis Jalur Sutra Secara Geopolitik

Nilai Strategis Jalur Sutra Secara Geopolitik  
Penulis : Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute


Geopolitik Migas. Menarik juga buat disorot. Mari kita mulai dengan menelusur beberapa keanehan berikut ini. Pernah dengar yang namanya AFRICOM? US AFRICA COMMAND ini sejatinya merupakan pusat komando militer Amerika Serikat di kawasan Afrika. 


18 Februari 2008, pada Konferensi AFRICOM di Fort McNair, Wakil Laksamana Robert T. Moeller menyatakan: “Pedoman prinsip Africom adalah untuk melindungi aliran sumberdaya alam dari Afrika ke pasar global”.
Tapi masih ada satu keanehan lagi. Pada Konferensi Pers berikutnya, 13 Maret 2008, Jenderal William Ward lebih secara lebih vulgar lagi mengutarakan hajat sesungguhnya dari Washington: Ia menyatakan bahwa ketergantungan AS terhadap minyak Afrika ditindaklanjuti dengan mengoperasikan AFRICOM berdasar prinsip dan tujuan teater “memerangi terorisme”.
Dari modus operasi yang diperagakan dua pejabat teras Angkatan Bersenjata Amerika Serikat ini jelaslah sudah, untuk menguang secara transparat tujuan strategis sekaligus tata cara para perancang Kebijakan strategis Keamanan Nasional AS dalam menerapkan Politik Minyak dan Gas(MIGAS) sejagat. 
Sedemikian vitalnya kepentingan para penguasa korporasi minyak dan gas bumi di Washington, sehingga kebijakan strategis Keamanan Nasional maupun Pertahanan AS selalu terkait erat dengan tujuan strategis penguasaan kekayaan dan sumberdaya alam sebuah negara atau kawasan. 
Dalam kasus yang diperagakan oleh Laksamana Robert T Moeller maupun Jenderal William Ward, selintas memang rada aneh. Apa hubungannya dua perwira tinggi militer yang seharusnya hanya berbicara soal strategi kemiliteran dan siasat pertempuran, lha kok ini malah ikut-ikutan nimbrung ngomong soal ketergantungan AS terhadap Minyak di Afrika, dan malah terang-terangan mengatakan bahwa sasaran strategis AFRICOM adalah untuk melindungi aliran sumberdaya alam dari Afrika ke pasar Global. 
Namun jika kita cermati skema kapitalisme global para “Jurgagan” Migas, Tambang Batubara dan Emas di Washington, sebenarnya memang begitulah modus operandi  yang dilancarkan para petinggi Gedung Putih baik ketika kepresidenan di tangan Presiden dari Partai Republik seperti George W. Bush, maupun dari Presiden Partai Demokrat macam Barrack Obama. 
Bedanya, kalau presiden partai republik model Bush, modus operasinya menerapkan pendekatan militeristik. 
Dalam setiap manuver militer yang dilancarkan seperti ke Afghanistan dengan dalih adanya Taliban sebagai kelompok Islam Radikal yang memicu aksi terorisme dalam pemboman di WTC, maupun invasi militer ke Irak dengan dalih Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah missal(Weapons of Mass Destruction), tujuan strategis yang sebenarnya adalah mengincar dan mencaplok kekayaan minyak yang terkandung di Afghanistan dan Irak. 
Sekadar informasi. Terlepas fakta bahwa Bush memutuskan untuk menginvasi Afghanistan dengan dalih untuk membasmi Taliban yang ditengarai telah menjadi sarang untuk melindungi Osama bin Laden, yang diklaim Washington sebagai otak pemboman WTC dan Gedung Pentagon, namun sesungguhnya serangan militer AS Afghhanistan tersebut atas desakan dan hajatan dari Perusahaan Minyak raksasa UNOCAL, yang belakangan berganti nama jadi Chevron.
Kalau dari presiden dari Partai Demokrat, model Obama ini senantiasa menerapkan paket politik DHL(Demokrasi, Hak-Hak Asasi Manusia, dan Lingkungan Hidup). Yang sejatinya sama saja, yakni sebuah isyarat bahwa di negara yang jadi sasaran serangan Washington, biasanya terdapat kandungan kekayaan alam yang kemudian jadi sasaran atau incaran sesungguhnya dari para petinggi Washington sebagai penggerak garis depan kepentingan korporasi-korporasi besar macam Chevron, Texaco, Shell, Danm, Gulf, British Petroleum, ExxonMobil, Conoco Phillip dan sebagainya. 
Sebelum saya memberi gambaran selintas mengenai beberapa negara yang dilewati Jalur Sutra dan memiliki kandungan kekayaan alam yang cukup besar, Libya mungkin bisa jadi satu ilustrasi yang cukup menarik. 
Kita tahu, bahwa Presiden Muammar Ghadaffi akhirnya harus tersingkir dari tampuk kekuasaan akibat kolaborasi antara para pemberontak bersenjata dan dukungan dari belakang layar yang diberikan oleh Amerika dan NATO. 
Ada apa d Libya sebenarnya sehingga secara geopolitik begitu bernilai dan jadi pertaruhan hidup dan mati bagi AS dan beberapa negara NATO seperti Inggris, Perancis dan Italia? 
Dengan kata lain seberapa kaya sih Libya? 
Usut punya usut, ternyata Libya merupakan penghasil minyak terbesar ketiga di Afrika, setelah Nigeria dan Angola. Kekayaan alam yang melimpah membuat negeri di Afrika Utara ini menjadi eksportir minyak terbesar dunia ke-12.
Penghasil minyak terbesar ketiga di Afrika, setelah Nigeria dan Angola ini,  memiliki cekungan Sirte yang merupakan penyokong terbesar produksi minyak Libya. Cekungan ini mengandung 44 miliar barel atau sekitar 80 persen dari cadangan minyak negara itu. Cadangan cekungan ini terbesar di Afrika.

Minyak Libya terkenal dengan jenis Light Sweet dengan kandungan sulfur yang rendah. Minyak mentah ini sangat ideal diolah menjadi bensin dan solar. Meski tak ada data resmi, diperkirakan hampir 95 persen produksi minyak dan gas alam Libya diekspor.
Bank Dunia mencatat, lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Libya diperoleh dari industri minyak dan gas. Pada 2009, PDB Libya sebesar US$62,36 miliar. Dengar penduduk yang hanya 6,4 juta, pendapatan per kapita negeri itu US$12.020. Sangat tinggi bila dibandingkan dengan Indonesia yang pada 2010 saja, baru US$3.000.
Dari  serangkaian fakta-fakta seputar kekayaan minyak Libya ini saja, bisa dipahami kalau France Oil Company (Perancis), British Petroleum(Inggris) dan Eny (Italia), begitu bernafsunya menggalang persekutuan militer menggusur Ghadaffi. 
Sedemikian rupa sehingga Obama yang biasanya menggunakan pakem partai demokrat dengan paket DHL, untuk kasus Libya dia pun mendukung modus operasi militeristik yang selama ini jadi pakemnya para Hawkish/berhaluan keras dari para republikan ala George W Bush. 
Dari sekilas gambaran mengenai nilai strategis Libya secara geopolitik, maka ada baiknya sekarang kita cermati kaitan beberapa negara yang dilewati Jalur Sutra, yang membentang dari Republik Rakyat Cina, Asia Tengah, dan bahkan Selat Malaka yang notabene masuk kawasan Asia Tenggara. 

MENCERMATI KETERKAITAN SELAT MALAKA DAN JALUR SUTRA DALAM KONSTALASI PERSAINGAN  GLOBAL
1. Sekilas Info. Berdasar penelusuran di berbagai sumber bacaan, jalur sutra melegenda semenjak abad ke-2 hingga abad ke-19, bahkan sampai sekarang. Ia  membentang sepanjang 7000-an kilometer dari Cina, Asia Tengah sampai ke Eropa. Terdiri atas banyak cabang. Tetapi secara garis besar terdapat tiga jalur utama di utara, di tengah dan di selatan : (1) Jalur Utara : terhubung antara Cina – Eropa hingga Laut Mati melalui Urumqi dan Lembah Fergana; (2) Jalur Tengah : Cina – Eropa hingga tepian Laut Mediterania, melalui Dun-huang, Kocha, Kashgar, menuju Persia/Iraq; (3) Jalur Selatan : Cina – Afghanistan, Iran dan India melalui Dun-huang dan Khotan menuju Bachtra dan Kashmir. Itulah awal dikenal atau sebutan Jalur  Sutra.
2. Kini, jalur Sutra telah diklaim meluas melewati Selat Malaka, Lautan India, Teluk Aden dan masuk ke Laut Mediterania via Laut Merah – Terusan Suez dan seterusnya. Konsekuensi yang timbul ialah komoditas dagang yang melewati pun semakin beragam, seperti emas, minyak, rempah-rempah, besi, gading, tanaman dan lain-lainnya.
3. Pada era modern, menurut David Rockefeller, jalur itu melintas antara Maroko (Afrika Utara) hingga perbatasan Cina dan Rusia. Sedang asumsi penulis, riil jalur melegenda kini membujur di antara Cina dan perbatasan Rusia – via UTARA melalui Kyrgystan, Kazakhtan, Uzbekistan, Turmeniztan, Iran, Iraq, SYRIA, Turki dan selanjutnya terus ke Benua Eropa; sedang via SELATAN membentang antara Cina, India, Pakistan, Afghanistan, Iran, Iraq, SYRIA, Mesir dan terus berlanjut ke negara-negara Afrika Utara hingga Maroko. Titik pisah kedua Jalur Sutra Benua (Utara dan Selatan) adalah SYRIA.  Termasuk jalur (tambahan atau pengembangan) melalui perairan adalah via Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Lautan Hindia, Laut Merah, dan Laut Mediterania sebagaimana diurai di atas tadi.
4. Tak bisa dipungkiri, selain sebagai jalur ekonomi, budaya dan militer lintas benua — bahwa hampir semua negara di sepanjang jalur ini merupakan penghasil minyak, gas dan jenis-jenis tambang lainnya. Ya, sebuah “Jalur Basah” lagi menggiurkan bagi para kaum kapitalis dunia.
5. Ketika Amerika menyadari betapa strategisnya kawasan Asia Tengah merupakan negara-negara yang berada dalam jalur Sutra dan kaya akan sumber alam dan energi, maka AS tak segan segan menguasai Afghanistan secara militer pada skala maksimal.
6. Bahkan di era Obama sempat ada penambahakn pasukan sebesar 30 ribu orang. Karena AS sadar bahwa potensi negara-negara baru di kawasan Asia Tengah yang meliputi Kyrgyzstan, Kazakhstan, Turkmenistan, Tajikistan, Uzbekistan dan 10 negara lain ex Uni Soviet di sekitar Jalur Sutra telah dikenal kaya akan sumberdaya alam dan energi.
7. Kawasan tersebut kini mulai berbenah guna saling mengintegrasikan diri demi memperlancar arus komunikasi dan transportasi. Ini terlihat dengan semakin banyak dibangunnya infrastruktur berupa jalan, rel kereta dan jembatan. Jalur penerbangan pun dibuka untuk saling menghubungkan kelima negara tersebut dengan negara-negara ex Uni Soviet lainnya.
8. Dalam perspektif adidaya dunia, secara geografis, kawasan ini terlihat sangat prospektif,  bahkan dikatakan sebagai koridor penting yang membelah antar benua, terutama (kepentingan) Dunia Barat dan Timur. Maka dengan berbagai cara, para adidaya Timur (Rusia dan Cina) menjalin persahabatan terhadap negara-negara di kawasan tersebut guna menanamkan pengaruhnya. Tak ketinggalan para adidaya Barat, seperti negara-negara di jajaran Uni Eropa, AS dan para sekutunya pun dengan berbagai “cara dan modus” ingin dan mulai menanamkan pengaruhnya di kawasan Asia Tengah.
Dari paparan selintas ini, bisa dimengerti jika Presiden Obama yang notabene dari Partai Demokrat dan penganut Soft Power yang non-militer dan penerap paket DHL, dalam kasus Afghanistan, di masa awal kepresidenannya malah memerintahkan penambahan sekitar 30 ribu personil militernya di Afghanistan. 
Ini bisa dimengerti ,mengingat melimpah ruahnya kandungan kekayaan alam tidak saja di Afghanistan, melainkan juga di kawasan Asia Tengah. Sialnya bagi Amerika, Rusia dan Cina sudah satu langkah lebih maju dengan terjalinya kerjasama strategis melalui Payung perjanjian Shanghai Cooperation Organization (SCO), dalam mengawal kepentingan strategis keduanya di kawasan Asia Tengah.  
Sehingga opsi militer jadi pilihan satu-satunya untuk mengimbangi manuver strategis Rusia-Cina melalui SCO di Asia Tengah. 

PETA TANTANGAN PEREMPUAN MUSLIM DI ASIA TENGGARA

 
PETA TANTANGAN
PEREMPUAN MUSLIM DI ASIA TENGGARA
 Fika M. Komara

I.        GEOPOLITIK ISLAM DI ASIA TENGGARA : REKAYASA IDENTITAS
Asia Tenggara merupakan persimpangan geografi Asia dimana Sinic, Hindu, Islam dan Budaya Barat telah bertemu dan berinteraksi selama sekitar 100 tahun. Di kawasan ini, terdapat 1413 bahasa (37% dari total bahasa yang ada di dunia), dan juga dapat ditemukan hampir seluruh agama yang ada di dunia (Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konfusian, dan berbagai aliran kepercayaan lainnya). Dengan populasi lebih dari 500 juta jiwa, pertumbuhan ekonomi yang cepat, kekayaan SDA yang melimpah, dan proporsi tinggi dari perdagangan Jepang, Korea, Taiwan, Australia termasuk import minyak, yang melintasi selat di Asia Tenggara, kawasan ini sangat signifikan bagi keseimbangan kekuatan antara Asia dan kekuatan global.
Jika batas negara bangsa digantikan dengan batasan ethno-religious, maka akan terbentuk sebuah busur panjang homogen yang menandakan identitas Muslim, terbentang dari Thailand Selatan, melalui semenanjung Malaysia, Sumatra, Jawa, area pantai Kalimantan, sampai kepulauan Sulu dan sebagian Mindanao pada Philipina Selatan.
 
Gambar 1. Busur panjang sebaran Muslim di Asia Tenggara
Saat ini, ada sekitar 230 juta Muslim di Asia Tenggara atau sekitar 42 persen dari jumlah populasi penduduk Asia Tenggara. Jumlahnya sekitar 25 persen dari total penduduk Muslim dunia yang berjumlah 1,6 miliar jiwa. Dalam buku A Muslim Archipelago: Islam and Politics in Southeast Asia, peta kekuatan Islam Politik di Asia Tenggara dipetakan berada pada 4 (empat) negara, yaitu : Indonesia (yang terbesar), Malaysia, Philipina dan Thailand.
Indonesia merupakan negara terbesar di dunia dalam hal populasi Muslim, meskipun sekitar 12 persen dari penduduknya adalah non-Muslim. Malaysia, meskipun tingkat kepadatan populasinya jauh lebih rendah dari Indonesia, secara politis didominasi oleh penduduk Muslim Melayu, dan faktanya Muslim Melayu adalah etnis mayoritas di negara ini. Di Thailand dan Philipina, populasi Muslim adalah minoritas yaitu hanya sekitar empat sampai lima persen, namun demikian, Muslim tetap terhitung sebagai minoritas yang besar, karena populasinya terkonsentrasi signifikan secara politis.
Asia Tenggara adalah sebuah kawasan yang disebut-sebut sebagai a global epicenter of cultural diversity, yaitu kawasan dengan tingkat heterogenitas budaya yang sangat tinggi. Kondisi ini menyebabkan Asia Tenggara potensial terhadap masalah kerawanan identitas. Dengan kata lain, Muslim di Asia Tenggara rentan menghadapi rekayasa pembentukan identitas.
Di Indonesia dan Malaysia misalnya, pembiasan identitas terus terjadi karena dibangunnya kehidupan pluralisme di tengah-tengah Umat Islam, bahkan sebagian pihak mengklaim bahwa Malaysia dan Indonesia adalah model sukses dalam demokrasi dan pembangunan ekonomi, dan merupakan model yang layak untuk ditawarkan pada dunia Arab yang saat ini sedang menjalani 'Musim Semi Arab'. Thailand dan Philipina beda lagi, kedua negara itu menghadapi gerakan gerilyawan etno-religius yang didefinisikan oleh pihak tertentu sebagai gerakan berideologi Islam namun dari perspektif etnis yakni ideologi Islam yang meletakkan penekanan pada kekerabatan, bahasa dan budaya. Lagi-lagi merupakan pembiasan identitas.
Isu terorisme yang belakangan semakin gencar, memperuncing konflik identitas tersebut dengan dimunculkannya kelompok Islam garis keras sebagai bad actors , seperti di Thailand, Philipina, dan Indonesia. Di Philipina Selatan, pemberontakan Moro berlangsung terus menerus dianggap telah mengacaukan stabilitas, investasi dan pembangunan lokal. Tiga kelompok yang berada di garis terdepan aksi militant di negara ini adalah : the Abu Sayyaf Group (ASG), the Moro Islamic Liberation Front (MILF), dan the Misuari Breakaway Group (MBG). Di Thailand Selatan, aksi kekerasan diasosiasikan dengan kelompok separatis Muslim Melayu yang selalu melakukan aksi berulang kali sejak akhir 1960-an. Sekup kelompok militant ini tersebar di tiga provinsi bagian selatan, yaitu Yala, Pattani, dan Narathiwat yang semakin akut sejak tahun 2004.
            Sementara itu, Indonesia dipandang paling memiliki identitas yang kuat dan representatif di Asia Tenggara, untuk memimpin ketahanan regional di Asia Tenggara. Indonesia yang berpenduduk keempat terbesar di dunia memiliki posisi strategis di kawasan Asia secara umum dan dunia pada umumnya. Pertanyaan terbesarnya adalah bagaimana Indonesia sebagai negeri muslim terbesar berhadapan dengan isu-isu demokrasi dan keragaman politik dan agama? Eksperimen demokrasi yang gagal di Indonesia akan semakin menguatkan klaim bahwa demokrasi tidak akan pernah kompatibel dengan kultur politik di negeri-negeri muslim.

II.        KAMUFLASE IDENTITAS PEREMPUAN DENGAN ASEAN VALUES
Islam masuk ke Asia Tenggara sejak abad ke-7 M yang disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang yang mendakwahkan Islam. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di belahan dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklukan (futuhat(. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Nilai-nilai keterbukaan (inklusivitas), tanpa kekerasan, plural, dan gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Asia Tenggara inilah yang kemudian dikedepankan untuk mengkonstruk identitas Islam di Asia Tenggara. Nilai-nilai ini sering disebut sebagai ASEAN Way atau ASEAN Values. ASEAN Way ini juga diadopsi menjadi prinsip pendirian organisasi regional ASEAN yang termaktub dalam piagam ASEAN. Organisasi ini terdiri dari 10 Negara di Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand, Brunei Darussalaam, Singapura, Kamboja, Myanmar, Vietnam, dan Laos serta Timor Leste (yang akan bergabung ASEAN dalam waktu dekat).
Adalah Kaukus Perempuan Asia Tenggara ASEAN [The Southeast Asia Women’s Caucus on ASEAN] yang bercita-cita membentuk identitas perempuan Asia Tenggara dengan nilai-nilai ASEAN. Dengan slogan A New ASEAN is on Her Way  mereka berupaya merepresentasikan perempuan di Asia Tenggara yang plural, inklusif dan memiliki keberagaman tinggi. Organisasi yang terbentuk sejak 2008 ini terdiri dari 55 organisasi hak asasi perempuan dari 10 (sepuluh) negara anggota ASEAN serta Timor Leste. Kaukus ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ASEAN.
Terdapat 5 (lima) isu besar yang menjadi prioritas Kaukus Perempuan Asia Tenggara ASEAN, berangkat dari konteks persoalan perempuan di kawasan ini, yakni :

1.    Migrasi
Kemiskinan, konflik ataupun kehilangan lahan pertanian menjadikan tingkat migrasi (perpindahan) perempuan di Asia Tenggara sangat tinggi. Kebanyakan buruh migran Asia Tenggara bekerja secara ilegal dengan bayaran rendah tanpa peraturan hukum yang melindunginya.
2.    Kekerasan terhadap Perempuan (Violence Against Women)
Banyaknya perempuan Asia Tenggara yang berkiprah di ruang publik, menjadikan kekerasan perempuan tidak hanya terjadi di dalam rumah. Ditemukan bentuk-bentuk kekerasan lain terhadap perempuan yang terjadi di banyak ruang publik.
3.    Hak-hak Ekonomi Perempuan
Ditemukan banyak sekali ketidakadilan dalam hak-hak ekonomi perempuan di Asia Tenggara, baik perempuan yang bekerja pada sektor ekonomi informal maupun sektor formal.
4.    Partisipasi Politik
5.    Diskriminasi dalam Hukum, Kebijakan dan Implementasinya
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Kaukus Perempuan Asia Tenggara ASEAN ini bukanlah hal yang baru, apa yang menjadi cita-citanya selaras dengan apa yang telah dirumuskan dalam Convention on the Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) -yang sering dianggap Bill of Rights-nya segala permufakatan internasional ide-ide gender. Hanya saja Kaukus Perempuan Asia Tenggara ASEAN mencoba mengdaptasikannya dengan nilai-nilai masyarakat  di Asia Tenggara.
CEDAW sendiri memiliki program yang disebut CEDAW SEAP atau CEDAW South East Asia Programmes, yang telah bekerja sejak tahun 2004 untuk memfasilitasi implementasi CEDAW yang lebih baik dalam memajukan hak-hak perempuan di Asia Tenggara. Program ini menitikberatkan pekerjaannya di tujuh negara - Kamboja, Indonesia, Laos, Filipina, Thailand, Vietnam dan Timor-Leste - dan telah berusaha untuk memainkan peran sebagai katalisator dalam mendorong tindakan yang lebih efektif di sekitar tujuan CEDAW.
Inilah sekilas gambaran upaya mereka untuk membentuk identitas perempuan Asia Tenggara yang massif dilakukan oleh The Southeast Asia Women’s Caucus on ASEAN maupun oleh CEDAW SEAP. Upaya kamuflase yang kontekstual ini merupakan kombinasi dari ide-ide tentang gender dan nilai pluralisme dari Asia Tenggara yang mereka ramu untuk mempengaruhi dan merusak identitas perempuan Asia Tenggara terutama perempuan Muslimnya.

III.        MUSLIMAH ASIA TENGGARA : TANTANGAN IDENTITAS, SOSIAL DAN EKONOMI
Berdasarkan data statistik populasi yang dikeluarkan PBB Desember 2011 dan laporan Mapping The Global Muslim Population 2009 dari PEW Research Centre, maka perkiraan jumlah perempuan Muslim di Asia Tenggara, sebagai berikut [1] :
Negara Asia Tenggara
Prosentasi Muslim di Negara
(%)
Total Populasi Muslim
(juta jiwa)
Rasio Perempuan Per Laki-Laki (%)
Total Perempuan Muslim
(juta jiwa)
Indonesia
88,1
204,8
50,5
103,424
Malaysia
61,4
17,14
48,5
8,3129
Philipina
5,1
4,74
49,5
2,3463
Thailand
5,8
3,95
52
2,054
Brunei Darussalaam
51,9
0,21
49
0,1029
Singapura
14,9
0,72
49
0,3528
Kamboja
1,6
0,24
52
0,1248
Myanmar
3,6
1,9
51,5
0,9785
Vietnam
0,2
0,16
51
0,0816
Laos
0,1
0,001
50
0,0005
Total

233,861

117,6962
          Jumlah Muslimah di Asia Tenggara mencapai 117,7 juta jiwa, dimana sumbangan terbesar tentu berasal dari Indonesia sebanyak 103.424.000 jiwa, lalu berikutnya dari Malaysia, Philipina dan Thailand. Keempat negara ini total menyumbang 116.137.200 jiwa atau 98,7% dari total populasi Muslimah di Asia Tenggara. Jumlah yang fantastis ini sekaligus mengindikasikan bahwa populasi Muslimah terbesar dunia ada di kawasan Asia Tenggara, lebih spesifik lagi adalah di Indonesia.
Meski besar secara kuantitatif, sejauh ini belum ditemukan secara kualitatif pergerakan perempuan Islam yang bergerak lintas negara di Asia Tenggara, kecuali LSM atau NGO sekuler yang justru sering menyudutkan Islam. Pergerakan perempuan Islam baru didapati dalam sekup nasional saja, seperti Sister in Islam (Malaysia), Aisyiyah (Indonesia), dan sebagainya; itupun tidak mengusung Islam sepenuhnya dan belum mampu menjawab persoalan perempuan di wilayahnya.
Besarnya jumlah populasi perempuan Muslim di Asia Tenggara, mengandung potensi sekaligus sejumlah tantangan tersendiri, seperti dipetakan berikut ini :

1.          Tantangan Identitas (Ideologis(
Perempuan Muslim Asia Tenggara yang dikenal moderat karena nilai-nilai ASEAN-nya tentu dihadapkan pada tantangan identitas berbeda dengan dunia lainnya. Jika di negeri Barat, tantangan besarnya adalah pelarangan busana Muslimah yang identik dengan identitas Islam. Maka di Indonesia justru adalah bergesernya nilai busana Muslimah dari sebuah kewajiban yang melekat pada identitas Muslim, menjadi hanya sekedar trend/ gaya hidup yang bisa berdampingan dengan budaya kebebasan.
Sebenarnya bukan tanpa alasan jika Indonesia Islamic Fashion Consortium (IIFC) bersama pemerintah dan para pelaku industri mode menargetkan Indonesia sebagai kiblat mode muslim dunia pada 2020. Sebab saat ini Indonesia tercatat memiliki tingkat ekspor busana muslim yang besar ke negara-negara muslim seperti Malaysia, Turki, Brunei Darussalam, Uni Emirat Arab, dan negara-negara lainnya di Timur Tengah (okezone.com, 10/10/2011).
Industri busana muslim di Indonesia seolah sengaja terus didorong untuk menarik perhatian dunia, dimana rancangan busananya dibuat jauh dari kesan kaku yang menggabungkan implementasi tren fashion terkini dan unsur budaya lokal. Walhasil, dorongan mengenakan busana muslimah bukan lagi dorongan Taqwa, melainkan lebih kepada seni dan tren masa kini yang mendukung gaya hidup permisif dan pluralis.
2.          Tantangan Ekonomi
Sebagaimana masyarakat di Asia Tenggara pada umumnya, perempuan Muslim juga menghadapi tekanan ekonomi dan sosial akibat penerapan sistem ekonomi dan politik Sekuler-Kapitalistik. Ditambah lagi negara-negara Asia Tenggara pada umumnya tergolong negara berkembang dengan jumlah populasi besar yang masih diliputi oleh kemiskinan. Karena itulah di Indonesia dan Philipina khususnya, kaum perempuan bahkan dipekerjakan sebagai buruh migran ke luar negaranya, yang dikenal dengan sebutan TKW di Indonesia.  
Sejumlah faktor menjelaskan mengapa terjadi pertumbuhan eksponensial dalam migrasi tenaga kerja perempuan di Asia Tenggara:
  1.  Minimnya kendala budaya pada kultur Asia Tenggara terhadap mobilitas perempuan ke ruang publik;
  2.  Perempuan migran Asia Tenggara biasanya berasal dari negara dengan tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan yang relatif tinggi. Kesulitan hidup, terutama di daerah pedesaan, menyebabkan para wanita memilih untuk menjadi buruh migran sebagai sarana untuk bertahan hidup,
  3. Pertumbuhan sektor jasa dan industri pariwisata telah menciptakan pilihan bagi wanita selain pekerjaan di sektor industri,
  4. Jaringan sosial yang telah memberi dukungan yang besar dan makin mengintensifkan tenaga kerja wanita untuk bermigrasi.
Meskipun bukan hal baru bagi Asia Tenggara, migrasi tenaga kerja wanita tidaklah sepi dari masalah. Kekerasan dan kejahatan pada buruh migran perempuan akhirnya menjadi hal yang biasa.

3.          Tantangan Sosial
Perpindahan dari desa ke kota, dari daerah satu ke daerah lainnya, juga perpindahan melintasi perbatasan nasional suatu negara dalam konteks tumbuhnya “global cities” atau daerah urban global, ataupun wilayah penyangga perkotaan untuk mendukung pesatnya perindustrian.
Semua fenomena migrasi sosial ini tentu menimbulkan dampak yang signifikan, utamanya pada tatanan sosial yaitu terhadap struktur keluarga muslim di Asia Tenggara. Nilai – nilai hidup berkeluarga sesuai tuntunan Islam telah semakin memudar, sehingga muncullah bentuk-bentuk keluarga yang tidak lagi berada pada koridor Islam, semacam :
  • Bentuk keluarga urban dimana suami istri bekerja, sementara pengasuhan anak diserahkan pada pembantu,
  • Bentuk keluarga migran yang anggota keluarganya hidup jauh terpisah,
  • Bentuk keluarga sambung (patchwork family), karena pernikahan baru, setelah sebelumnya terjadi perceraian, dan
  • Bentuk keluarga single parent akibat hubungan tanpa pernikahan, dan sebagainya
Semua itu merupakan dampak dari migrasi sosial akibat tuntutan sosial ekonomi yang tidak bisa dihindari. Akibat yang paling menakutkan adalah rusaknya generasi, karena perhatian kaum ibu terforsir pada pekerjaan yang seringkali menuntutnya terpisah jauh dari anak-anaknya.

IV.        MENJAWAB TANTANGAN PEREMPUAN MUSLIM ASIA TENGGARA
            Sungguh kaum perempuan di seluruh dunia Islam, selama beberapa dekade menghadapi penindasan, kemiskinan dan penghinaan di bawah rezim represif yang korup dan sistem ekonomi yang sudah usang.  Berbagai pemerintahan di Timur dan Barat, Utara dan Selatan telah menutup mata dan membiarkan pelanggaran terhadap hak perempuan dan bahkan melucuti hak-hak dasar mereka. Semua sistem Monarki dan Republik, "Demokrasi dan kediktatoran",  selama delapan dekade terakhir telah gagal menjamin kehidupan yang layak dan menghormati perempuan.
Termasuk yang paling mencuat adalah adanya kebutuhan mendesak terhadap visi politik yang berbeda yang mampu menghadirkan perubahan hakiki yang memastikan masa depan sejahtera yang berkeadilan dan memberi kemakmuran baik bagi laki-laki maupun perempuan, bagi warga muslim dan non-Muslim.
Khusus pada kawasan Asia Tenggara, tentu dibutuhkan visi politik yang berbeda selain dari apa yang dilakukan oleh pergerakan perempuan sekuler dengan nilai-nilainya yang menyesatkan. Dibutuhkan gerakan perempuan alternatif yang memiliki visi yang lurus dan istimewa, serta menawarkan solusi tajam pada persoalan-persoalan perempuan di Asia Tenggara.
Adalah Islam, sebuah ideologi dan sistem kehidupan yang unik yang memiliki cara yang khas dalam menyelesaikan persoalan kehidupan termasuk persoalan perempuan. Selain mencakup pemikiran dasar mengenai aqidah (aspek ruhiyah/spiritualitas), Islam juga mengatur aspek siyasiyah (pengaturan urusan kehidupan manusia), baik dalam masalah ekonomi, sosial, budaya, politik, hankam, termasuk hukum-hukum tentang perempuan.
Islam sedari awal telah memberi perempuan posisi yang bergengsi, dan posisi inilah yang berhak dia peroleh sebagai manusia yg bermartabat. Posisi itu adalah ummu wa robbatul bait (ibu dan manajer rumah tangga). Selain itu di dalam Islam, perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga. Islam memberikan hak-hak yang sama kepada perempuan seperti halnya pada laki-laki, karena perempuan adalah saudara kandung laki-laki. Islam pun menetapkan hukum-hukum yang memelihara hak-hak perempuan, menjaga kemuliaan, dan menjaga potensi/ kemampuannya.
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (TQS. At Taubah [9] : 71).
Oleh karenanya gerakan perempuan alternatif yang harus hadir di Asia Tenggara adalah gerakan yang hanya mengusung ideologi Islam. Dengan begitu akan terjawab berbagai tantangan perempuan Muslim di Asia Tenggara. Islam akan menjawab dan menyelesaikan persoalan identitas, ekonomi, sosial maupun politik yang dihadapi oleh perempuan Asia Tenggara di bawah naungan pemerintahan Islam global yaitu Khilafah Islamiyah yang akan memayungi seluruh kawasan dunia Islam, termasuk Asia Tenggara.[ZS]


[1] Data diolah dari UN Gender Info 2010 http://www.devinfo.info/genderinfo/ dan laporan Mapping The Global Muslim Population 2009 dari PEW Research Centre