Visi Geospasial

Rasulullah Saw bersabda : “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Tuesday, January 14, 2014

DIPLOMASI NEW MARITIME SILK ROAD CHINA



DIPLOMASI NEW MARITIME SILK ROAD CHINA 
(JALUR SUTERA MARITIM)


Oktober 2013 kemarin adalah bulan yang signifikan bagi diplomasi China. Di saat Presiden AS Barrack Obama membatalkan kunjungannya ke Asia Tenggara untuk menghadiri forum KTT APEC di Bali, justru manuver diplomatik China semakin terlihat di kawasan ini. Adalah kunjungan Cina ke Indonesia dan Malaysia pada beberapa hari sebelum dimulainya KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) yang dipimpin oleh Presiden China Xi Jinping, dimana pada saat kunjungan Xi Jinping berjanji untuk mendorong kemitraan strategis yang komprehensif dengan kedua negara dan menandatangani beragam kesepakatan penting dengan dua negara anggota ASEAN tersebut.
Apa yang mengejutkan banyak pengamat adalah China menawarkan re-building proposal "new maritime silk road” atau jalan sutra maritim baru di Asia Tenggara. Dalam pidatonya yang disampaikan di parlemen Indonesia pada 3 Oktober, Presiden China tidak ragu menggemakan rencana Cina untuk mengubah jalur-jalur maritim yang telah ada berabad-abad  -yakni Selat Malaka dan Laut Cina Selatan- menjadi satu kesatuan yang akan memacu konektivitas maritim abad ke-21. Kita seolah menyaksikan kebangkitan semboyan "jalur sutera" yang memiliki nilai histori yang tinggi dalam perdagangan dunia. Dan China menggunakan semboyan ini dalam diplomasinya yang terbaru, dimana dengan tegas Xi Jinping menyatakan kesiapan pemerintah China untuk mendanai proyek maritim ASEAN melalui badan investasi negara, yakni China-ASEAN Maritime Cooperation Fund. [1]
Pada kebijakan politik luar negerinya yang terbaru, pemerintah China mengungkap rancangan Jalur Sutera Baru (New Silk Road) terdiri dari dua sumbu kebijakan diplomasi; pertama "sabuk ekonomi baru jalur sutera" atau New Silk Road Economic Belt yang menunjukkan hubungan ekonomi kuat dengan Asia Tengah dengan fokus khusus pada perdagangan. Dan kedua adalah apa yang disebut dengan "jalur sutera maritim," atau New Maritime Silk Road yang dianggap sebagai upaya untuk memperbaiki hubungan dengan Asia Tenggara demi keamanan perdagangan maritime China. [2]



Gambar 1. Ilustrasi Jalur Sutera darat dan laut yang dikenal berabad-abad

Pada saat yang sama, ASEAN – asosiasi negara-negara Asia Tenggara - memang sedang fokus pada isu konektivitas maritim untuk memperkuat kerjasama ekonomi kawasan, hal ini sejalan dengan tawaran China terkait jalur sutera maritim baru tersebut, apalagi mega proyek konektivitas ASEAN ini membutuhkan dana yang sangat besar. Karena telah disadari bahwa transportasi maritim adalah tulang punggung pengangkutan barang lintas-batas dimana 80 persen dari volume perdagangan global adalah melalui laut. Sejak masuknya China ke WTO, terlihat adanya penguatan kerjasama dengan  ASEAN. Ini terlihat dengan naiknya total volume ekspor dan impor ASEAN terhadap China. Dalam jangka waktu tujuh tahun total perdagangan ASEAN dengan China naik lebih dari empat kali lipat. Membanjirnya produk-produk China di ASEAN menjadi tanda kuatnya diplomasi perdagangan China di ASEAN yang  banyak diimplementasikan dalam skema ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) dan merupakan kerja sama FTA terbesar di dunia,
Menurut UNCTAD Liner Shipping Connectivity Index (LCSI), kecuali Singapura dan Malaysia, negara ASEAN lainnya belum memiliki konektivitas maritim yang baik, tidak heran akhirnya isu konektivitas ini menjadi agenda penting dalam pertemuan-pertemuan regional. Dan salah satu hal yang dapat membantu konektivitas adalah pembenahan infrastruktur pelabuhan, karena itu ASEAN saat ini sedang mendesain dan meningkatkan kapasitas pelayanan 47 pelabuhan di kawasan untuk menunjang jaringan transportasi trans-ASEAN. Konektivitas maritime ASEAN – China tampak dari posisi pelabuhan-pelabuhan seperti yang tampak pada gambar di bawah ini :



Gambar 1b. The Ports Intra ASEAN - China[3]

Sementara itu bagi Indonesia -sebagai negara terbesar di Asia Tenggara sekaligus negara kepulauan yang paling strategis di dunia-  tawaran dari raksasa ekonomi China ini tentu akan memberikan dampak yang signifikan. Secara geostrategis, Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia. Konsekuensi negara kepulauan ini, Indonesia memiliki ALKI (alur laut kepulauan Indonesia) atau archipelagic sea lines yang dilalui oleh kapal-kapal asing, baik itu kapal niaga sampai kapal induk untuk kepentingan perang. Karena itu sangat menarik untuk dikaji sejauhmana dampak geostrategis dari diplomasi “jalur sutera maritim baru” yang ditawarkan China pada negara-negara ASEAN khususnya Indonesia, terutama dalam aspek geografi transportasi dan kapasitas pembangunan infrastruktur.
Bahkan seorang analis pertahanan Indonesia mengatakan bahwa ini adalah kesempatan bagi Indonesia untuk mengambil peran aktifnya di perpolitikan kawasan, fakta bahwa Indonesia memiliki posisi intersecting dalam jalur laut dunia semakin "memikat" secara geopolitik harus diperhitungkan dalam menentukan arah kerja sama pertahanan bilateral Indonesia dengan China, yang secara alami harus menguntungkan Indonesia. Karena itu tugas prioritas Indonesia dan China hari ini adalah mengidentifikasi pola kepentingan yang saling melengkapi terutama dalam keamanan SLOC / SLOT (jalur laut dari jalur komunikasi / laut perdagangan), yang harus segera didukung oleh program kerjasama yang lebih strategis dan komprehensif. Karena jika ada perang terbatas pecah di Laut Cina Selatan, sebagian dari perairan tersebut akan menjadi zona perang, dimana akhirnya jalur laut internasional Indonesia dan Laut Jawa akan berfungsi sebagai rute alternatif dari Laut China Selatan untuk perdagangan internasional. [4]


[1] Karl Lee, analis dari lembaga think tank Anbound Research di China, What does China’s new maritime Silk Road mean for ASEAN? Dimuat di South China Morning Post, 15 Oktober 2013
[2] Justyna Szczudlik-Tatar, China’s New Silk Road Diplomacy, jurnal Policy Paper no.34 Desember 2013, PISM – Polski Institute Spraw Miedzynarodowych, The Polish Institute of International Affairs
[3] Sarah Bennett, Asian Ports Under Pressure, Lloyds List Intelligence, Agustus 2013
[4] Connie Rahakundini, executive director of the Institute of Defense and Security Studies Jakarta,  The 21st Century Regional Maritime Silk Road, dimuat di Jakarta Post, 22 November 2013

No comments:

Post a Comment