Visi Geospasial

Rasulullah Saw bersabda : “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Monday, March 20, 2017

Posisi Geopolitik Muslim Pattani di Lokasi Pembangunan Terusan Kra Thailand


Pembangunan Terusan Kra di Thailand cukup mencengangkan dunia pelayaran internasional. Pasalnya, terusan yang memotong Thailand Selatan tersebut akan menghubungkan antara Laut Andaman dan Laut China Selatan, tanpa melewati Selat Malaka lagi.

Terusan ini memiliki panjang sekitar 102 km, lebar 400 meter dengan kedalaman lebih dari 20 meter. Pengerjaan kanal tersebut membutuhkan waktu 8-10 tahun dengan estimasi biaya sekitar USD 28 milyar. China disebut-sebut pula sebagai negara yang akan membiayai proyek tersebut.

Tidak ketinggalan, berbagai asumsi di dalam negeri pun turut mewarnai hiruk pikuk pembangunan proyek tersebut. Tinjauannya seputar bagaimana dampaknya terhadap Indonesia dengan visi Poros Maritim Dunia-nya saat ini. Mereka mengkhawatirkan bukan hanya Singapura dan Malaysia yang mati jika terusan ini dibangun, tetapi Indonesia juga.

Pengamat intelijen dan pertahanan, Susaningtyas NH Kertopati yang kini juga ‘concern’ terhadap isu kemaritiman dan geopolitik Indonesia angkat bicara terkait hal ini. Ia menyatakan pembangunan terusan KRA ini akan sulit terlaksana mengingat daerah Thailand Selatan kini sedang bersitegang dengan pemerintahannya.

“Di Selatan Thailand ada separatis Patani Melayu Muslim, dalam kondisi tidak ada pemisah fisik saja mereka mau merdeka apalagi diberi pemisah fisik. Menurut saya ini menjadi pertimbangan Thailand juga,” kata Nuning biasa akrab disapa saat dikonfirmasi di Jakarta, (19/3).

Sumber: http://maritimnews.com/terusan-kra-dibangun-pengamat-indonesia-tak-perlu-khawatir/


Komentar:


Saya pikir analisa Susaningtyas patut untuk dipertimbangkan, mengingat setiap pembangunan ekonomi selalu ada social cost/ social risk-nya. Selain keberatan negara lain seperti Singapura sebagai faktor eksternal, maka keberadaan provinsi-provinsi Muslim di Thailand Selatan tentu jadi pertimbangan social risk di internal dalam negeri Thailand.

Namun di luar perdebatan itu ada hal yang menurut saya juga menarik yakni, posisi umat Islam yang nyaris selalu berada di titik titik geostrategis. Jika dilihat lebih jeli peta sebaran umat Islam di Asia Tenggara, maka kita akan dapati hampir semua titik-titik kekuatan umat Islam di Asia Tenggara memiliki nilai geopolitik yang sangat strategis.

Posisi Kesultanan Arakan yang berada di Teluk Benggala merupakan garis pantai yang sangat penting dalam jalur perdagangan dunia sampai hari ini. Posisi Kesultanan Pattani yang terletak di Tanah Genting Kra, sebuah jembatan darat sempit yang menghubungkan Semenanjung Melayu dengan daratan Asia, yang juga merupakan akses terdekat ke Laut China Selatan. Begitu juga letak kepulauan Sulu dan Mindanao yang  tidak kalah strategisnya.

Tentu muncul pertanyaan apakah mungkin ini terjadi secara sporadis? Semua ini disebabkan penyebaran Islam di Asia Tenggara didrive secara terintegrasi pada jalur-jalur perdagangan maritim dalam waktu yang lama dan berkesinambungan yang melibatkan semua unsur umat Islam baik itu ulama, penguasa bahkan rakyat biasa.

Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749). Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China.

Ini merupakan bukti bahwa masyarakat Islam yang sering diilustrasikan sebagai “pedagang arab” dalam ilmu sejarah adalah mereka yang memiliki kesadaran geografis tinggi. Suatu masyarakat yang biasa diistilahkan sebagai spatially enabled society. Begitupun negara/ kepala negara yang ideal adalah yang memiliki visi geopolitik dikenal dengan istilah spatially enabled government. Kombinasi kesadaran antara dua pihak ini didukung oleh sebuah peradaban Islam yang tinggi, yang tentu sangat dipengaruhi oleh kekuatan ideologinya.

20032017
Fika Komara @muslimah_negarawan

1 comment: