Pelayaran dunia secara umum dibagi menjadi dua kategori yaitu Bulk Carrier dan Container Shipping. Bulk carrier adalah kapal yang digunakan untuk mengangkut minyak mentah, bijih besi dan kargo curah lainnya dalam volume besar. Muatannya secara umum ada dua kategori yaitu "kargo kering" dan "kargo cair." Kargo kering mencakup bijih besi, batubara, biji-bijian dan lainnya, kargo curah kecil seperti baja dan kayu. Kargo cair adalah minyak mentah. Sementara itu yang dimaksud dengan Container Shipping adalah Kapal kontainer yang memuat perangkat industri dan produk jadi.
Berakhirnya Perang Dingin telah mengubah keseimbangan kekuatan laut dunia sebelumnya, seiring dengan kenyataan bahwa pusat kegiatan ekonomi dunia sejak akhir abad-20 telah mengalami pergeseran dari Poros Atlantik ke Poros Asia-Pasifik. Selain itu, globalisasi aktivitas ekonomi telah menghilangkan perbatasan antar negara dalam industri perkapalan, dan struktur hukum pada eksploitasi maritim berubah sebagai hasil dari Konvensi PBB tentang Hukum laut. Sehingga terjadilah pergeseran paradigma dalam dunia maritim dan meninggalkan dampak yang kuat pada jalur laut (sea lines).
Seperti laba-laba memintal jaring (web) di udara bebas, Sea Lines of Communication (SLOC) membentuk "web" itu. Ketika terintegrasi dengan berbagai sistem distribusi, beberapa SLOC akan membentuk kompleks organik yang menyangga logistic support system yang sangat penting bagi perekonomian dunia. Sebuah jaring (web) dari banyak sea lane di seluruh lautan dunia akan membentuk jalan-jalan raya maritim di samudera-samudera dunia. Consolidated Ocean Web of Communication (COWOC) mungkin istilah ini lebih tepat untuk menggambarkan dunia baru ini. [1]
Sebagai pusat gravitasi perekonomian global, Kawasan Timur Asia (termasuk Asia Tenggara) memiliki jumlah penduduk sekitar 50 persen dari penduduk dunia. Cina memiliki sekitar 1,3 miliar penduduk, sementara India menyumbang sekitar 1,2 miliar orang, dan ASEAN dihuni oleh sekitar 600 juta jiwa. Hampir 70% total perdagangan dunia saat ini berlangsung diantara negara-negara di Asia-Pasifik.
Sea Lines of Communication (SLOC) seperti batang dari tanaman teratai: Di lautan terbuka, di luar pelabuhan keberangkatan, jalur ini secara bertahap berpencar menjadi lebih luas, kemudian berkumpul di kemacetan bottleneck ketika melalui chokepoint. Setelah melewati kemacetan, mereka berpencar sekali lagi, sebelum akhirnya fokus dalam pada pelabuhan lain untuk mengumpulkan kargo. Titik-titik konvergensi ini dan hambatan lain digambarkan sebagai "choke-points", sementara hub port, yang digunakan sebagai pusat distribusi, disebut "focal-points." [3]
Choke-Points
Chokepoints adalah konsep umum dalam geografi transportasi, karena merujuk pada lokasi yang membatasi kapasitas sirkulasi dan tidak dapat dengan mudah dilewati, karena sangat mudah untuk diblokir. Ini berarti bahwa setiap alternatif dari chokepoint melibatkan sebuah rute memutar atau penggunaan alternatif yang berimplikasi pada biaya keuangan dan penundaan waktu yang signifikan.[4]
Chokepoint bisa berupa selat atau alur pelayaran yang sempit dan padat sebagai akibat terpusatnya lalu lintas pelayaran kapal-kapal dari berbagai jalur perdagangan dunia yang biasanya berlokasi dekat dengan Hub-Port atau paling tidak berada di lintasan alur pelayaran kapal-kapal dari dan ke suatu Hub-Port. Terdapat 5 (lima) chokepoints di kawasan Asia Pasifik : [5]
1. Selat Malaka
2. Selat Sunda
3. Selat Lombok dan Makassar
4. Laut Cina Selatan
5. Laut Cina Timur
Chokepoints nomor 2 dan 3 harus disebut sebagai ALKI (alur laut kepulauan Indonesia). Untuk nomor 4, Laut Cina Selatan, mengacu pada area yang dikelilingi oleh pantai timur Vietnam, Kepulauan Spratly, Selat Bashi / Luzon dan pulau Hainan. Sedangkan nomor 5, Laut Cina Timur, adalah wilayah laut berbatasan dengan Taiwan, Diaoyu / Kepulauan Senkaku, Kyushu, Selat Tsushima, Cheju Island, dan pantai Timur Cina selatan Shanghai. Berbagai faktor kepentingan strategis dan ketidakstabilan kelima area ini sebagai titik konvergensi, maka semua diklasifikasikan secara kolektif sebagai "chokepoints."
Dalam era globalisasi ekonomi, pelabuhan berkembang dari penghubung tradisional antara darat dan laut menjadi penyedia jaringan logistik yang lengkap. Dimana pada studi logistik modern saat ini Hub Port (pelabuhan pengumpul) sering disebut sebagai the new Chokepoint karena merupakan titik terpadat lalu lintas barang dan mempunyai koneksitas yang tinggi baik itu lokal, regional bahkan global. Pelabuhan pengumpul (Hub Ports) yang dibangun sebagai terminal distribusi maritim bertindak sebagai pusat distribusi yang menghubungkan ke transportasi daratan dan udara, dan memainkan peranan sentral dalam sistem dukungan logistik (logistic support systems) yang menyangga ekonomi global. Berikut adalah 4 (empat) hub ports yang dinilai sebagai focal points di Asia Pasifik : [6]
1. Singapura
2. Hong Kong
3. Kaohsing
4. Pusan
Perkembangan globalisasi perdagangan maritim telah melahirkan tuntutan distribusi yang lebih cepat dan volume produksi yang lebih besar, sehingga sistem logistik modern yang kita kenal sebagai “one stop services” atau “total package services” yang mendukung just-in-time production, just-in-time shipping schedules dan just-in-time delivery yang sangat mengandalkan kecepatan, ketepatan dan efisiensi waktu pengapalan akan sangat membutuhkan Hub Port atau pelabuhan raksasa yang bisa memproses puluhan ribu perputaran supply & demand dalam perdagangan ekonomi global. [7]
Selain itu, jaringan layanan feeder yang menghubungkan hub port dengan pelabuhan regional dan sistem transportasi darat dan udara, secara bertahap mengambil bentuk dalam proses hub and spoke network. Sehingga perkapalan harus dilihat tidak hanya sebagai sistem untuk transportasi laut, tetapi sebagai sub sistem-esensial dari Total Logistic Support System yang menjadi penyangga ekonomi global.
Fika MK
My Geostrategic Passion is just for Islam...
My Geostrategic Passion is just for Islam...
[1] Kazumine Akimoto, Structural Weaknesses and Threats in the Sea Lanes, Institute for International Policy Studies, Tokyo 2001
[3] Kazumine Akimoto, ibid
[4] Jean-Paul Rodrigue, Straits, Passages and Chokepoints A Maritime Geostrategy of Petroleum Distribution, Cahiers de Géographie du Québec,Volume 48, no 135, Desember 2004, Pages 357-374
[5] Kazumine Akimoto, ibid
[6] Kazumine Akimoto, ibid
[7] R. Tumbelaka, ibid
No comments:
Post a Comment