Visi Geospasial

Rasulullah Saw bersabda : “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Sunday, August 21, 2011

SELAT MALAKA JANTUNG MARITIM ABAD 21 : GEOPOLITIK DUA SAMUDERA


Selat Malaka merupakan rute pelayaran penghubung utama antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Selat ini juga menghubungkan sejumlah kekuatan ekonomi di Asia seperti Timur Tengah, India, China, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Indonesia dan Malaysia. Selat Malaka juga telah membuktikan dengan pasti bahwa Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik adalah “lautan terbuka”, sementara Samudera India adalah “lautan semi tertutup” dimana hal ini menjadikan Samudera Hindia menjadi sangat rawan dan kritis.
Dua karakteristik kunci yang membedakan Samudera Hindia dari Samudera Pasifik adalah; pertama, hanya seperlima dari total perdagangan dilakukan antara negara-negara Samudra Hindia itu sendiri, 80 persen dari perdagangan adalah ekstra-regional (misalnya, minyak mentah ke Eropa, Amerika Serikat dan Jepang). Sementara di Atlantik dan Pasifik –khususnya saat ini adalah Samudera Pasifik– proporsinya justru persis sebaliknya. Yang kedua, berkebalikan dengan Samudera Pasifik yang merupakan "lautan terbuka", Samudera Hindia hanya dapat diakses melalui beberapa choke point yaitu dari Barat melalui Cape of Good Hope dan Selat Madagaskar, dari Utara melalui Selat Bab-el Mandeb pada bagian akhir Laut Merah dan Selat Hormuz saat keluar dari Teluk Persia, dari Timur melalui Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Ombai-Wetar. [1]

Posisi selat Malaka menjadi semakin kritis, seiring dengan kenyataan bahwa pusat kegiatan ekonomi dunia sejak akhir abad-20 telah mengalami pergeseran dari Poros Atlantik ke Poros Asia-Pasifik. Untuk pertama kalinya sejak permulaan abad ke -16, konsentrasi global perekonomian dunia tidak lagi ditemukan di Eropa, bukan juga Amerika, melainkan di Asia. Beberapa pemikir Geopolitik dari Eropa dan Amerika menyebut pergeseran ini sebagai ”the end of the Atlantic era”. [2]
Ini juga didukung oleh pandangan Robert D. Kaplan, dimana menurutnya fokus analisa geopolitik telah bergeser dari Eropa ke Asia. Karena itulah posisi Samudera Pasifik dan Samudera India menjadi kian signifikan dalam konstelasi geopolitik di abad 21 ini, dan Selat Malaka adalah selat yang menjadi penghubung tercepat di antara dua samudera tersebut, sekaligus penghubung antara dua kubu ekonomi yaitu industri dan konsumsi, yang menjadi rantai ekonomi antara negara-negara industri dengan negara-negara konsumen. [3]
Samudera India diidentifikasi oleh Robert D. Kaplan sebagai geopolitical pivot of the 21st century. Dengan kata lain, lebih dari sekedar fitur geografis, wilayah Samudera Hindia yang meliputi seluruh busur Islam dari Gurun Sahara sampai ke kepulauan Indonesia ini adalah sebuah “ide” yang menggabungkan sentralitas Islam dengan politik energi global serta bangkitnya India dan China dalam dunia yang multipolar.  [4]
Samudera Pasifik sebagai samudera terluas di dunia, saat ini telah muncul sebagai salah satu pusat strategis maritim dunia di abad ke 21 ini, setelah sebelumnya lebih banyak berpusat di Samudera Atlantik. Pergeseran kekuatan ke Asia-lah yang menjadi faktor signifikan penyebabnya. Geografi maritim di Asia mempresentasikan antar muka benua Asia dan samudra Pasifik. Kompleks geografis maritim wilayah tersebut berbatasan dengan kepulauan dan pulau-pulau Asia Tenggara, dan dikelilingi oleh pesisir luas daratan Asia dan benua kekuasaan AS, Rusia dan Cina. Kawasan ini juga dipenuhi oleh sayap-sayap maritim Teluk Persia dan Samudera Hindia yang menyusun rangkaiannya ke negara-negara kepulauan Asia Tenggara, dikelilingi oleh pesisir luas daratan Asia dan kekuatan kontinental Amerika Serikat, Rusia dan Cina.
Alfred Thayer Mahan melihat Samudra India dan Pasifik sebagai engsel dari takdir geopolitik (the hinges of geopolitical destiny), karena kedua samudera ini akan memungkinkan sebuah negara maritim untuk memproyeksikan kekuatannya di sekitar lingkaran tepi Eurasia, sehingga dengan demikian akan mempengaruhi perkembangan politik jauh ke Asia Tengah. Pemikiran Mahan membantu menjelaskan mengapa Samudera India akan menjadi jantung dari persaingan geopolitik di abad ke-21 dan mengapa buku-bukunya sekarang membuat gusar kalangan ahli strategi Cina dan India. Demikian pula, ahli strategi Belanda-Amerika Nicholas Spykman juga melihat daerah pesisir lautan India dan Pasifik sebagai kunci untuk dominasi di Eurasia. [5]
Perairan antara Timur Tengah dan kawasan Asia-Pasifik terbagi menjadi dua zona yang berbeda: pertama adalah zona Samudera Hindia (termasuk Laut Arab dan Teluk Benggala) dan kedua adalah apa yang mungkin secara kolektif disebut sebagai the archipelagos zone (zona kepulauan) melalui berbagai saluran selat di Indonesia yang mengarah dari Samudera Hindia ke Laut Cina Selatan, bagian barat Samudera Pasifik dan Laut Arafura. [6] Di zona kepulauan inilah Selat Malaka berada, menjadi chokepoint paling strategis.

Fika MK
My Geostrategic Passion is just for Islam...



[1] Peter Lehr, The Challenge of Security in the Indian Ocean in the 21st Century: Plus ça change…?, Working Paper no. 13, South Asia Institute University of Heidelberg, November 2002
[2] Dale Walton, Geopolitics and the Great Powers in the Twenty-First Century: Multipolarity and the Revolution in Strategic Perspective, London: Routledge, 2007
[3] R. Tumbelaka, Mengantisipasi kemungkinan Terorisme Maritim sebaga Kuda Troya Intervensi Asing di Selat Malaka, Jurnal Intelijen CSICI no. 36, 2011
[4] Robert D. Kaplan, Monsoon : The Indian Ocean And The Future Of American Power, 2010
[5] Robert D. Kaplan, The Reverse of Geography, Foreign Policy Journal, August 2009
[6] Andrew Brown, Cooperative Security at Sea in the Waters between the Middle East and the Asia-Pacific di dalam buku Maritime Capacity Building in the Asia-Pacific Region, Papers in Australian Maritime Affairs no.30

No comments:

Post a Comment